Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
Aviandani : Perbedaan tepi0024-9548 tumpatan semen ionomer kaca Vol. 63, No. 1,dkk Januari-April 2014 |kebocoran Hal. 19-24 | ISSN Jurnal PDGI 61 (3) Hal. 81-87 © 2012 19 Perawatan maloklusi kelas I disertai agenesis insisif lateral menggunakan protesa (Treatment of class I malocclusion with agenesis of upper lateral incisive using prosthesis) Anggia Tridianti1 dan Retno Widayati2 1 Residen PPDGS Ortodonti Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jakarta - Indonesia 2 Korespondensi (correspondence): Anggia Tridianti, Residen PPDGS Ortodonti, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jl. Salemba Raya 4 Jakarta 10430, Indonesia ABSTRACT Background: Agenesis is a congenitally missing teeth and it usually involves 3rd molar, 2nd upper-lower premolar, and upper lateral incisive. There are two options of orthodontic treatment plan upon a case of bilateral agenesis of upper lateral incisors; either, sealing off available space by replacing incisive lateral tooth with a canine, or enlarging the space followed by fixing a prosthesis. Purpose: Aims of this case report are to correct bilateral agenesis of upper lateral incisors with good occlusion and interdigitation. Case: This case report presented a man, 18 years, with bilateral agenesis of upper lateral incisors and mild crowding. Case management: Patient’s profile was straight, inter-dental relationship was class I, so the orthodontic treatment plan was to enlarge space with anterior protraction. The available space were replaced by removable prosthesis. Conclusion: After 32 months of treatment good interdigitation with good smile was achieved. Key words: bilateral agenesis of upper lateral incisors, sealing off space by canine, enlarging space, prosthesis PENDAHULUAN Agenesis adalah kehilangan gigi secara kongenital yang cukup sering terjadi apabila dibandingkan dengan terjadinya gigi supernumerary.1,2 Penyebab agenesis karena terdapat gangguan pada tahap awal pembentukan gigi yaitu pada tahap inisiasi dan proliferasi, sehingga tidak terjadi diferensiasi dari jaringan gigi.3 Agenesis pada rahang atas umumnya terjadi pada insisif lateral dan premolar kedua, sedangkan rahang bawah pada gigi premolar kedua.3 Agenesis lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dan umumnya terjadi secara bilateral kecuali pada kasus cleft palate.4 Prevalensi agenesis insisif lateral atas pada populasi ras kulit putih sebesar 1%-2%. 4 Agenesis dapat menyebabkan terjadinya celah antara gigi geligi, pola penelanan yang tidak normal berupa tongue thrusting, gigi tetangga menjadi miring, dan menimbulkan masalah estetik terutama pada kehilangan insisif lateral.2,5 Agenesis sering dikaitkan dengan anomali lainnya seperti microdontia, perkembangan gigi yang terlambat, dan posisi gigi yang ektopik. Penelitian yang dilakukan oleh Garib et al menunjukkan adanya hubungan antara agenesis insisif lateral atas dengan agenesis gigi lainnya, palatal displacement gigi kaninus, dan distal angulation dari premolar kedua mandibula.6 Diagnosis gigi yang agenesis dapat dilihat secara klinis dan dipastikan berdasarkan foto ronsen, terutama apabila gigi tersebut belum erupsi pada usia 9 tahun, atau 6 bulan setelah gigi insisif pada sisi lawannya telah erupsi.5 Diagnosis 20 Tridianti dan Widayati: Perawatan maloklusi kelas I disertai agenesis insisif lateral menggunakan protesa Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 19-24 © 2014 agenesis pada pasien periode gigi campur lebih mudah dilakukan, karena pada keadaan yang normal dapat terlihat daerah tulang circumscribed homogeneous, yaitu suatu keadaan yang merupakan indikasi adanya benih gigi sebelum dimulainya kalsifikasi. Sedangkan pada pasien agenesis, daerah tersebut terbentuk trabekulasi sehingga tidak memungkinkan tumbuhnya benih gigi. Hal ini harus dibedakan dengan terjadinya kalsifikasi yang terlambat yang dapat dipastikan dengan dilakukannya foto ronsen secara berkala.3 KASUS Pasien laki-laki usia 18 tahun datang ke klinik ortodonti RSGMP FKG UI dengan keluhan gigi berantakan. Gambar 1. Foto ekstra oral sebelum perawatan. Gambar 3. Foto sefalometri, hasil tracing dan panoramik sebelum perawatan ortognati (ANB=3p), dengan arah pertumbuhan wajah cenderung vertikal. Inklinasi insisif atas dan bawah normal. Bibir atas terletak di belakang Eline dan bibir bawah terletak di depan E line. Hubungan dental: molar kanan kelas I, molar kiri tidak dapat ditentukan, hubungan kaninus kanan dan kiri kelas II. Overjet 11-41=2 mm, 21-31=1 mm dan overbite 11-41=1 mm, 21-31=2 mm. Midline shifting RB yang bergeser ke kiri 3 mm. Agenesis gigi 12 dan 22, missing 36, persistensi 62. Gigi 38 dan 48 cenderung impaksi. Kebutuhan ruangan pada rahang atas kanan +0,5 mm, pada sisi kiri +4mm, sedangkan pada rahang bawah kanan sebesar 2,5 mm dan -0,5 mm pada sisi kiri. Sebelum dilakukan perawatan ortodonti, pasien dirujuk ke bagian bedah mulut untuk dilakukan ekstraksi gigi 62. Setelah itu dilakukan perawatan ortodonti menggunakan braket edgewise slot .022, molar band pada 16, 26, 37 dan 46, dan pada rahang bawah dipasang Lingual Holding Arch (LHA). Rencana perawatan pada rahang atas adalah melakukan protraksi anterior sebanyak 2 mm. Pada kasus missing gigi 36 ini tidak dilakukan mesialisasi 37 untuk mengisi ruangan, dan gigi 38 yang impaksi tidak dilakukan upright untuk menggantikan gigi 37. Retainer yang digunakan adalah Hawley retainer. Kemudian dilakukan pemasangan protesa gigi 12, 22, dan 36. Gambar 2. Foto intra oral sebelum perawatan. TATALAKSANA KASUS Kesimpulan analisa sefalomteri adalah pasien memiliki hubungan rahang ortognati, profil skeletal lurus, arah pertumbuhan mandibula ke arah vertikal, inklinasi insisif atas terhadap insisif bawah normal, bibir atas di belakang E-line dan bibir bawah di depan E-line. Gambaran panoramik menunjukkan adanya agenesis 12 dan 22, missing 36, persistensi 62, benih gigi 18, 28, 38 dan 48 belum terbentuk sempurna, dengan gigi 38 dan 48 cenderung impaksi. Pasien laki-laki, 18 tahun, tipe wajah dolikofasial, muka tidak simetris dan tidak seimbang, dagu miring ke kiri dengan profil skeletal lurus. Relasi rahang Perawatan dimulai dengan pemasangan band pada 16, 26, 37, dan 46, serta pemasangan LHA pada rahang bawah dan braket edgewise slot .022 pada semua gigi rahang atas dan bawah, kecuali gigi 32-42. Leveling dan aligning dimulai dengan kawat .014 SS multiloop kemudian 0.014 SS plain. Pada bulan ke 6, setelah gigi geligi level, dilakukan protraksi anterior dengan menggunakan open coil spring pada distal 11 dan 21 dengan kawat 0.016 x 0.016 SS, untuk membuka ruangan. Pada rahang bawah dengan kawat yang sama, dilakukan slicing pada gigi 43,44 dan 45, dan dilakukan distalisasi 35 dan 45, yang kemudian Tridianti dan Widayati: Perawatan maloklusi kelas I disertai agenesis insisif lateral menggunakan protesa Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 19-24 © 2014 dilanjutkan dengan distalisasi 44. Pada bulan ke 7 dilanjutkan dengan kawat 0.016 x 0.022 SS untuk protraksi anterior, dan dibuat vertikal loop untuk menjaga ruangan yang telah terbentuk untuk penempatan protesa gigi 22, selain itu juga dilakukan pembukaan ruangan untuk protesa gigi 12 dengan open coil spring. Pada rahang bawah dilakukan pemasangan braket pada gigi 32-42 dengan kawat 0.014 SS multiloop. Selanjutnya dilakukan koreksi midline gigi atas dan bawah. rahang atas dan bawah, dengan mesialisasi gigi 31 dan 32, LHA dilepas dan dibuat stop di mesial 37. Kemudian reposisi 11 dan 21 untuk intrusi gigi tersebut dengan kawat 0.016 SS, pada rahang bawah masih dilanjutkan dilakukan toe-in 37 dan 46. Pada bulan ke 24 pasien datang dengan keadaan gigi 11 yang patah karena menggigit kerupuk, maka dilakukan komposit build up untuk memperbaiki estetik. Koreksi interdigitasi dengan dengan kawat 0.016x0.022 SS. Pada bulan ke 28 dilakukan ronsen panoramik dan terlihat butuh dilakukannya 2nd order bend pada gigi 13 dan 23 yang tiping ke distal, juga dilakukan labial root torque untuk memperbaiki posisi akarnya. Setelah 32 bulan perawatan, sasaran perawatan telah tercapai, yaitu crowding telah terkoreksi, tersedia ruangan untuk penempatan protesa 12 dan 22. Overjet 11-41=2 mm, 21-31= 1 mm dan overbite 1141=1 mm, 21-31=2 mm telah terkoreksi menjadi 2 mm. Midline rahang bawah yang awalnya tidak dikoreksi pada rencana perawatan, dilakukan koreksi sehingga midline rahang atas dan bawah telah berhimpit dengan midline wajah. Relasi kaninus kanan dan kiri kelas I, dan telah tersedia ruangan untuk protesa 36. Gambar 4. Foto panoramik setelah 28 bulan perawatan. PEMBAHASAN Agenesis atau hypodontia merupakan anomali yang cukup sering terjadi, yaitu sebanyak 95%. Hypodontia adalah keadaan hilangnya minimal 1 gigi,3,7 21 oligodontia yang dikenal dengan partial anodontia adalah bentuk severe dari hypodontia, sedangkan anodontia adalah kehilangan seluruh gigi secara kongenital.2,3 Agenesis gigi lebih sering terjadi pada gigi permanen dibandingkan dengan gigi sulung. Selain itu banyak penelitian yang melaporkan bahwa agenesis gigi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 3:2.4 Mengenai pola kehilangan gigi, menurut Bailit cit. Gioka et al., pola yang umumnya terjadi adalah simetris bilateral, kecuali pada kasus agenesis gigi insisif lateral rahang atas, agenesis gigi insisif lateral kiri lebih terjadi dibandingkan pada sisi sebelah kanan. Sedangkan menurut penelitian Lundstrom cit. Gioka et al.,8 agenesis gigi lebih sering terjadi unilateral. Penelitian Lundstrom didukung oleh kasus yang dilaporkan oleh Zachrisson, yaitu kehilangan gigi insisif atas hanya pada sisi kanan pada wanita 14 tahun.9 Kasus yang dilaporkan oleh Rosa dan Zachrisson yaitu agenesis pada dua kasus, yang pertama adalah kehilangan insisif lateral atas kiri pada wanita usia 12 tahun dan kasus kedua kehilangan gigi insisif lateral atas kanan disertai peg shaped insisif lateral atas kiri pada wanita usia remaja.10 Terdapat dua macam perawatan agenesis gigi insisif lateral atas yaitu menutup ruangan dengan menggantikan gigi insisif lateral dengan gigi kaninus dan membuka ruangan kemudian digantikan dengan protesa.14-16 Menentukan perawatan yang terbaik harus mempertimbangkan usia pasien, bentuk, warna dan posisi gigi kaninus, hubungan dental, perbedaan lengkung gigi, derajat keparahan maloklusi, profil pasien, smiling lip level, harapan dan kooperatif pasien.3,5,17 Pilihan perawatan dengan pasien yang kehilangan gigi insisif lateral atas meliputi penutupan ruangan dengan gigi kaninus atau pembukaan ruangan yang dilanjutkan dengan pemasangan protesa cekat maupun lepasan atau dengan pemasangan implan.18,19 Perawatan yang akan dipilih tergantung dari keadaan masing-masing kasus. Pada kasus ini, agenesis insisif lateral atas terjadi bilateral, tidak ada ruangan untuk erupsi gigi tersebut. Etiologi tidak diketahui, kemungkinan faktor herediter. Analisis kebutuhan ruangan menyimpulkan bahwa perawatan ini adalah nonekstraksi yaitu ruangan yang dibutuhkan untuk mengkoreksi crowding dan mendapatkan ruangan bagi penempatan protesa pengganti insisif lateral atas, didapat dengan melakukan protraksi dan slicing gigi 22 Tridianti dan Widayati: Perawatan maloklusi kelas I disertai agenesis insisif lateral menggunakan protesa Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 19-24 © 2014 anterior rahang atas. Pertimbangan dilakukannya protraksi dikarenakan profil pasien yang lurus dan inklinasi insisif atas-bawah yang normal.6 Rencana perawatan dilakukan dengan membuat trial diagnostic setup, sehingga dapat diperkirakan banyaknya kebutuhan ruang untuk melakukan reshaping dan reduksi interproksimal gigi kaninus sehingga di dapatkan fungsi dan estetik yang baik.20 Perawatan dengan penggunaan protesa lebih banyak dilakukan pada pasien dewasa.21 Pilihan ini mempunyai keuntungan tidak banyak dilakukan perubahan di posterior terutama pada kasus hubungan molar dan kaninus yang telah ideal, dan pada kasus maloklusi ringan. Perawatan ortodonti juga tidak membutuhkan waktu yang lama, namun membutuhkan waktu untuk memperbaiki bentuk atau mengganti protesa selama proses perawatan dan setelah selesai perawatan ortodonti.14,20 Kerugian dari pemakaian protesa adalah dapat menyebabkan iritasi pada gingiva dibandingkan penutupan ruangan dengan gigi kaninus dan terkadang dapat memperdalam poket pada area yang menggunakan protesa.14 Perawatan ortodonti dengan membuka ruangan merupakan kontra indikasi pada kasus dentoalveolar yang protrusif dan profil konveks.6 Sebaiknya perawatan jenis ini dipilih untuk pasien dengan insisif atas yang inklinasinya ke arah palatal, kasus anterior crossbite atau untuk keadaan dibutuhkannya memperbaiki lip support sehingga profil akan terlihat lebih baik seperti pada pasien cleft lip.20 Banyaknya ruangan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan ruangan bagi protesa ditentukan oleh dua faktor, yang pertama adalah faktor estetik dari lebar mesiodistal gigi anterior. Hubungan antara lebar insisif sentral dan lateral harus dipertimbangkan berdasarkan the golden proportion yaitu lebar satu insisif lateral sama dengan 2/3 insisif sentral. Faktor kedua adalah oklusi, dengan memperoleh hubungan oklusi anteroposterior segmen bukal yang baik, hubungan gigi kaninus yang normal, midline yang berhimpit, dan optimal overbite dan overjet akan memberikan ruangan yang tepat untuk penempatan protesa sehingga akan memperoleh penampilan estetika yang baik.20 Pada kasus ini diperoleh ruangan untuk penempatan gigi insisif lateral atas kanan sebesar 6mm, dan kiri sebesar 6mm yang diperoleh dari protraksi anterior dan slicing gigi posterior. Ruangan tersebut cukup untuk mendapatkan oklusi dan interdigitasi yang baik di regio anterior. Ruangan Gambar 5. A) resin bonded bridge; B) cantilevered bridge 22 yang tersisa setelah koreksi crowding pada rahang bawah sebesar 9mm akan dibuat bridge-work untuk menggantikan gigi 36 yang missing. Pemilihan jenis protesa yaitu single-tooth implant, tooth-supported restoration berupa resin bonded bridge, atau cantilevered bridge (gambar 5) dan gigi tiruan sebagian lepasan. Umumnya gigi tiruan lepasan digunakan sebagai protesa sementara karena stabilitas yang kurang baik dan ada sensasi tebal (bulky) di bagian anterior giginya.17,20 Dari hasil pengukuran sefalometri terlihat posisi dagu yang lebih maju dari sebelumnya menjadi normal (82p menjadi 86p ), diduga pasien masih mengalami pertumbuhan mandibula ke arah anterior. Dengan arah pertumbuhan demikian, profil skeletal pasien menjadi lebih lurus (4p menjadi 2p ). Dalam hal ini protraksi anterior yang dilakukan diharapkan dapat mengkompensasi pertumbuhan yang ke anterior. Tabel 1. Dibawah ini menunjukkan analisis sefalometri sebelum dan setelah perawatan ortodonti SNA SNB ANB The Wits Facial Angle Angle of Convexity Y-axis Go angle SN-MP Interincisal Angle UI-SN UI-NA UI-APg LI-APg LI-MP LI-NB Pg-NB Bibir atas-E line Bibir bawah-E line Mean Sebelum 32 bulan 82° 80° 2° ±1 mm 87° 0° 60° 123° 32° 130° 104° 4 mm 4 mm 2 mm 90° 4 mm 4 mm 1 mm 0 mm 80° 77° 3° +1 mm 82° 4° 67° 123° 37° 130° 103° 4 mm 6 mm 4 mm 91° 6 mm 1 mm -3 mm 1 mm 79° 77° 2° 0 mm 86° 2° 72° 121° 34° 126° 108° 8 mm 9 mm 6 mm 89° 8 mm 1 mm -3 mm 1 mm Tridianti dan Widayati: Perawatan maloklusi kelas I disertai agenesis insisif lateral menggunakan protesa Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 19-24 © 2014 Gambar 6. Foto sefalometri setelah 32 bulan perawatan dan superimposisi sefalometri sebelum (garis hitam) dan setelah 32 bulan perawatan (garis merah). Inklinasi gigi insisif atas (103p menjadi 108p ) dan posisinya yang lebih protrusif (4mm menjadi 8mm), diakibatkan karena dilakukannya protraksi gigi anterior rahang atas untuk mendapatkan overjet yang lebih baik, ruangan yang cukup untuk protesa, memperbaiki crowding dan juga profil. Gigi anterior atas dan bawah telah dilakukan protraksi, analisis sefalometri menunjukkan interincisal angle yang lebih protrusif, UI-SN maju dari 103p menjadi 108p , tetapi posisi bibir atas terhadap e-line tidak berubah, hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan dagu ke arah anterior, terlihat dari facial angle (82p menjadi 86p), y-axis (67p menjadi 72p) dan SN-MP (37p menjadi 34p). Dari panoramik terlihat kesejajaran akar cukup baik (gambar 4). Pada gigi 11 terlihat terjadinya resorbsi pada apeks karena gigi tersebut mengalami sedikit fraktur pada saat makan di bulan ke 24 perawatan ortodonti, pemeriksaan klinis menunjukkan gigi tersebut masih vital. Pasien dikonsul perawatan saluran akar di bagian konservasi. Pada kasus pasien seperti ini (missing gigi 36) umumnya dapat dilakukan mesialisasi 37 untuk mengisi ruangan, gigi 38 yang impaksi dapat dilakukan upright untuk menggantikan gigi 37 yang telah dilakukan mesialisasi. Hal tersebut tidak dilakukan karena dengan pertimbangan sulitnya melakukan upright gigi 38 dengan posisi gigi yang belum erupsi, sulitnya menempatkan bukal tube pada gigi 38 dan dikhawatirkan apabila dilakukan gerakan upright yang cukup besar dapat menyebabkan resorbsi akar. Alternatif perawatan lainnya untuk mengatasi missing gigi 36 adalah autotransplantasi,23 yaitu menggantikan gigi 36 tersebut dengan gigi 38 yang impaksi. Hal ini tidak dilakukan karena besarnya 23 kegagalan yang dapat terjadi diakibatkan posisi gigi 38 yang terlalu horizontal, sehingga kemungkinan gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan secara utuh, juga kesulitan untuk menjaga daerah akar dan ligamen periodontalnya agar tidak mengalami trauma selama prosedur operasi berlangsung. Pasien disarankan untuk melakukan pencabutan ke empat gigi molar tiga nya. Selain itu pasien juga sebaiknya dilakukan gingival recontouring gigi 11 setelah perawatan selesai. Jenis protesa yang terbaik dalam menggantikan agenesis insisif lateral bilateral ini adalah implan, karena merupakan protesa yang tidak menyebabkan kerusakan struktur gigi tetangganya, tidak dibutuhkan gigi penjangkar dan memperoleh estetik maupun fungsional yang baik.17,19 Alternatif protesa pada pasien ini adalah resinbonded fixed partial denture, karena memberikan faktor estetik yang lebih baik dan tidak diperlukannya pengasahan yang terlalu banyak pada gigi penyangga, dibandingkan dengan conventional fullcoverage FPD dan cantilevered FPD yang memerlukan pengasahan pada setiap sisi gigi penyangganya. Sedangkan protesa yang akan digunakan untuk menggantikan missing 36 adalah conventional fullcoverage FPD, dengan pertimbangan gigi 35 dan gigi 37 cukup baik posisi dan keadaannya sehingga dapat dijadikan sebagai gigi penjangkar.17 Perawatan multidisiplin pada bidang ortodonti dan prostodonti diperlukan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.24 Gambar 7. Foto ekstraoral setelah perawatan. Gambar 8. Foto intraoral protesa. setelah perawatan tanpa 24 Tridianti dan Widayati: Perawatan maloklusi kelas I disertai agenesis insisif lateral menggunakan protesa Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 19-24 © 2014 7. Altug-Atac AT, Erdem D. Prevalence and distribution of dental anomalies in orthodontic patients. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2007; 131: 510-4. 8. Gioka C, Zinelis S, Eliades T, Eliades G. Orthodontic latex elastics: a force relaxation study. Angle Orthod 2006; 76: 475–9. 9. Zachrisson BU, Rosa M, Toreskog S. Congenitally missing maxillary lateral incisors : canine substitution. Am J Orthod Dentofac Orthop 2011; 139: 435-44. Gambar 9. Foto intraoral setelah perawatan dengan protesa dan Hawley retainer beserta protesa. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perawatan kasus maloklusi kelas I dengan agenesis insisif lateral atas bilateral ini adalah membuka ruangan, dengan protraksi gigi anterior, slicing gigi-geligi anterior untuk mendapatkan ruangan guna penempatan protesa gigi 12, 22. Sedangkan pada rahang bawah dilakukan protraksi gigi anterior, slicing gigi posterior untuk mengkoreksi crowding dan koreksi midline, dan penempatan protesa gigi 36. Protesa yang akan digunakan untuk menggantikan agenesis insisif lateral secara bilateral pada pasien ini adalah resin-bonded fixed partial denture, dan bridge-work untuk menggantikan gigi 36 yang missing. Setelah 32 bulan perawatan, crowding telah terkoreksi, tersedia ruangan untuk penempatan protesa 12, 22 dan 36, sehingga agenesis terkoreksi. Midline rahang atas dan bawah telah berhimpit dengan midline wajah. Relasi kaninus kanan dan kiri menjadi kelas I, dengan overjet 3mm, overbite 2 mm. DAFTAR PUSTAKA 1. Daskalogiannakis J. Glossary of orthodontic terms. Germany; Quintessence Publishing Co,Inc; 2000; p. 4, 10, 140. 2. Singh G. Textbook of orthodontics. 1st ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher Ltd; 2004. p. 174, 179-80. 10. Rosa M, Zachrisson BU. The space-closure alternative for missing maxillary lateral incisors: an update. J Clin Orthod 2010; 44: 540-9. 11. Peck S, Peck L, Kataja M. Site-specificity of tooth agenesis in subjects with maxillary canine malpositions. Angle Orthod 1996; 66: 473-6. 12. Uslu O, Akcam MO, Evirgen S, Cebeci I. Prevalence of dental anomalies in various malocclusions. Am J. Orthod. Dentofacial Orthop 2009; 135(3): 328-35. 13. Graber TM, Vanarsdall RL, Vig KWL. Orthodontics: Current principles techniques. 4th ed. St. Louis: Elsevier Mosby; 2005. p. 109-10. 14. Sabri R. Management of missing maxillary lateral incisors. J Am Dent Association 1999; 130(1): 80-4. 15. Roth PM, Gerling JA, Alexander RG. Congenitally missing lateral incisor treatment. J Clin Orthod 1985; 19: 258-62. 16. Turpin DL. Treatment of missing lateral incisors. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2004; 125: 129. 17. Kokich VO, Kinzer GA, Janakievski J. Congenitally missing maxillary lateral incisors: restorative replacement. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2011; 139: 435-5. 18. Armbruster PC, Gardiner DM, Whitley JB, Fierra J. The conginetally missing maxillary lateral incisor, part 1: esthetic judgement of treatment options; part 2: assessing dentists preferences of treatment. World J Orthod 2005; 6: 369-81. 19. Kinzer GA, Kokich VO. Managing congenitally missing lateral incisors, part 3: single-tooth implants. J Esth Restor Dent 2005; 17: 202-10. 20. Carlson H. Suggested treatment for missing lateral incisor cases. Angle Orthod. 1952; 22: 205-16. 3. Proffit WR, Henry W, Fields J, Sarver DM. Contemporary orthodontics. St. Louis: Mosby Elsevier; 2007. p. 118-20. 21. Janson G, Camardella LT, Freitas MC, Almeida RR, Martin DR. Treatment of a class II subdivision malocclusion with multiple conginetally missing teeth. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2009; 135: 663-70. 4. Gioka C, Zinelis S, Eliades T, Eliades G. Orthodontic latex elastics: a force relaxation study. Angle Orthod 2006; 76: 475–9. 22. Hemmings K, Harrington Z. Replacement of missing teeth with fixed prostheses. Restor Dent 2004; 31: 137141. 5. Al-Anezi SA. Orthodontic treatment for a patient with hypodontia involving the maxillary lateral incisors. Am J Orthod Dentofac Orthop 2011; 139: 690-7. 23. Bjerklin K, Bennett J. The long-term survival of lower second primary molars in subject with agenesis of the premolars. Eur J Orthod 2000; 245-55. 6. Garib DG, Alencar BM, Lauris JRP, Bacetti T. Agenesis of maxillary lateral incisors and associated dental anomalies. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2010; 137: 732.e1-732.e6. 24. Josefsson E, BrattstroÈm V, TegsjoÈ, Valerius-Olsson U. Treatment of lower second premolar agenesis by autotransplantation: four year evaluation of eighty patients. Acta Odontol Scand 1999; 57: 111-5.