Download model statis dan dinamis dampak inflasi global

Survey
yes no Was this document useful for you?
   Thank you for your participation!

* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project

Document related concepts
no text concepts found
Transcript
MODEL STATIS DAN DINAMIS DAMPAK INFLASI
GLOBAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA
Aris Soelistyo
Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
E-mail: [email protected]
Abstract
The aim of this research is to analyse the effect of global inflation to macroeconomic in Indonesia. ARCH model used to analyse the influence of global
inflation to macroenomic. According to the result analysis reveals that; first,
based on the ARCH approach and market equilibrium global inflation have
negative influence to GDP. Second, based on the goods and money market
equilibrium, global inflation has positive influence to GDP. Third, global inflation in static inflation models has siginificant influence to domestic inflation. It’s little bit small than in dinamic inflation models. Fourth, ecxhange
currency rate has positive significant influnced to export magnitude.
Keywords: World inflation, GDP, macroeconomic
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh inflasi global
terhadap ekonomi makro di Indonesia. Model ARCH digunakan untuk
menganalisis pengaruh inflasi global terhadap ekonomi makro.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa, pertama,
berdasarkan model ARCH dan keseimbangan pasar, inflasi global memiliki
pengaruh negativ terhadap GDP. Kedua, berdasarkan keseimbangan
pasar uang dan barang, inflasi global berpengaruh positif terhadap GDP.
Ketiga, berdasarkan model inflasi statis, inflasi global memiliki pengaruh
signifikan terhadap inflasi domestik. Hasil tersebut lebih kecil daripada
hasil analisis menurut model inflasi dinamis. Keempat, nilai tukar mata
uang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap besaran ekspor.
Kata Kunci: Inflasi dunia, GDP, ekonomi makro
Akselerasi inflasi dunia dalam pergerakannya telah menjadi agenda penting bagi perekonomian negara sedang berkembang,
dimana kecenderungan inflasi domestik ter-
hubung dengan kondisi luar negeri atau kondisi global makroekonomi dunia akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
negara sedang berkembang. Isu inflasi glo-
| 131 |
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
bal menjadi semakin urgent/penting ketika
kelembagaan dunia tidak mampu mengelola
krisis keuangan internasional dan mengontrol ketidak stabilitas moneter (monetary
instability). Resiko volatilitas internasional
semakin menguat dengan keterlibatan berbagai agen perbankan dan lembaga perantara (intermediary institution) dalam transaksi keuangan lintas negara. Gejolak krisis finansial yang terjadi di negara Industri
berdampak cukup kuat terhadap pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara.
Kecenderungan menurunnya pertumbuhan di sejumlah negara pada tahun 2008,
bahkan terdapat pertumbuhan ekonomi negatif, Japan di tahun 2008 telah menunjukan
pertumbuhan ekonomi negatif sebesar -0.6
persen, blok eropa menunjukan pertumbuhan GDP sebesar 0.8 persen pada
tahun 2008, sementara di tahun 2007 memiliki pertumbuhan 2,6 persen. Pertumbuhan GDP negara-negara industri ditahun
2007 sebesar 2,3 persen dan menurun menjadi 0.7 persen pada tahun 2008 serta diproyeksikan negative 2,6 persen tahun
2009. (Donghyun Park, 2009).
Inflasi global diartikan sebagai pengukuran besaran rata-rata tingkat kenaikan
harga nasional diseluruh negara-negara di
dunia. Pemaknaan teknis konsep inflasi global dikaitkan dengan rata-rata indeks ratarata global kenaikan harga nasional di keseluruhan negara, namun juga pemaknaan
inflasi global dapat didekati dari dua hal yaitu
bahagian “transnasional” dan “internasional”.
Pemaknaan transnasional mengungkapkan
bahwa inflasi global dipengaruhi oleh
kombinasi fenomena transnasional dan variabel ekonomi yang cenderung mendorong
kenaikan harga secara umum. Kedua, inflasi global dalam konsteks Internasional
dalam suatu pemahaman statis atau pemaknaan multi-nasional yang ditentukan oleh
132
struktur yang ada dan perubahan harga nasional diseluruh negara.
Isu globalisasi dan governance, serta
krisis yang terjadi di Indonesia sebagai representasi atas integrasi ekonomi domestik
terhadap perekonomian global. Krisis Indonesia sebagai krisis contagion exsternal dan kelemahan struktural perekonomian
nasional diawali dari eksternal shock yang
berasal dari krisis mata uang Thailand dalam
bentuk depresiasi mata uang bath yang
mengalir demikian cepat pada kepanikan
finansial regional dan berpengaruh terhadap
pasar uang Indonesia, sehingga
mengakibatkan mata uang rupiah
terdepresiasi sedemikian tajam ditahun
1998, yang berlanjut dengan rapuhnya kelembagaan sistem perbankan dan sektor riil
yang mengalami disintegrasi. Proses selanjutnya berkembang menjadi currency risk,
krisis perbankan, krisis ekonomi dan berkembang menjadi krisis struktur sosial dan
politik, dimana kesemuanya tersebut berpengaruh pada kondisi fluktuasi inflasi di Indonesia.
Fluktuasi perkembangan inflasi Indonesia dan dihadapkan dengan perkembangan inflasi pada berbagai negara, menjadi suatu komparasi yang penting guna mengetahui sejauh mana keterkaitan inflasi luar
negeri terhadap kondisi inflasi domestik dan
bagaimana pula dampaknya terhadap nilai
produksi nasional (Gross Domestic Product). Gambaran inflasi di Indonesia menunjukan pola yang fluktuatif, tertinggi didapat
ketika terjadi krisis moneter 1998 dengan
tingkat inflasi sebesar 58,38 persen dan
terus menurun hingga mencapai 3,718 persen pada tahun 2000, selanjutnya meningkat mencapai tingkat 11,87 persen di tahun
2002 dan 13,11 persen di tahun 2006 dan
10,28 persen pada tahun 2008.
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
Namun krisis global di era tahun 20
07-2008 yang ditandai dengan penurunan
pertumbuhan ekonomi di sejumlah negaranegara industri (Amerika Serikat, Jepang
dan Blok Eropa) tidak begitu berdampak
kuat terhadap perekonomian Indonesia
dibandingkan ketika di era tahun 1998, dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia
masih positip di tahun 2007 dan 2008.
Kondisi yang demikian menjadi kajian yang
menarik, sehingga penelitian makroekonomi yang menitikberatkan pada relevansi trade off yang dihadapi penguasa moneter antara inflasi dan stabilisasi output tatkala perekonomian mengahadapi eksternal shock
menjadi penting.
Keterkaitan antara inflasi, food supply dan distribusi pendapatan merupakan
suatu inti dari pendekatan new struktralis
terhadap inflasi.Perkembangan inflasi disatu
sisi dengan memperhatikan gejolak pertumbuhan ekonomi yang terjadi, khususnya di
Negara-negara sedang berkembang, dimana negara berkembang di wilayah Asia Timur memiliki pertumbuhan ekonomi relatif
stabil, demikian pula dengan Indonesia
secara rerata memiliki pertumbuhan ekonomi 6 persen selama kurun waktu 2006 –
2009.
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi NegaraNegara Berkembang Asia Timur 2006
- 2009
Dunia/Kelompok
Negara-Negara
Negara Berkembang
Asia Timur
Indonesia
Malaysia
Filipina
Thailand
Vietnam
Korea
China
2006
2997
2008
2009
9,8
10,2
8,6
8,5
%Perubahan
2008/2007
- 15,7
5,5
5,9
5,4
5,1
8,2
5,0
11,1
6,3
6,3
7,3
4,8
8,5
4,9
11,4
6,0
5,5
5,9
5,0
8,0
4,6
9,4
6,4
5,9
6,1
5,4
8,5
5,0
9.2
- 4,8
-12.7
-19,1
+4,2
-5,9
-6,1
-17,5
Sumber: IMF, World Economic Outlook, April, 2009
Catatan: Data pertumbuhan di tabel ini menggunakan
data PDB berdasar perhitungan PPP(Purchasing
Power Parity).
Pertumbuhan ekonomi sebagai salah
satu tujuan yang ingin dicapai oleh Negara
dalam peningkatan kesejahteraan (welfare
state), sehingga percepatan pertumbuhan
ekonomi menjadi penting dan strategis bagi
suatu negara dalam rangka proses pembangunan, bahkan menjadi indicator keberhasilan kinerja suatu perekonomian. Namun
dengan kondisi small open economic bagi
Indonesia dan sejauh manakah dampak dari
inflasi global terhadap GDP Indonesia.
Akselerasi inflasi melalui dunia maju
dengan topik inflasi impor (imported inflation) telah menjadi bagian penting sebagai
analisis makroekonomi terbuka negara kecil.
Sejumlah pemikiran telah berkembang
diawali pendekatan Keynes-Phillips (lihat
Takayama (1969), Helliwell (1969) dan
Turnovsky dan Kaspura (1974) dan
Branson (1975)) biasanya model tersebut
bersifat jangka pendek (untuk paling sedikit
satu periode) dan diarahkan pada pengaruh
kebijakan fiskal dan moneter terhadap
besaran makroekonomi. Pada sisi lain,
pendekatan moneter dikembangkan oleh
Mundel (1971,1977), Johnston (1973),
Dornbush (1973) dan lain-lainnya, Telusuran
pendekatan moneter terlihat dari konsep
Hume (David Hume) tentang price specie
flow mechanism. Titik beda kedua model
terletak pada pemikiran perihal Neraca
Pembayaran Internasional.
Permodelan dalam prespektif keseimbangan jangka pendek biasanya beranggapan bahwa aspek perubahan teknologi diabaikan,. demikian pula dengan pertumbuhan stock kapital dan pengaruhnya pada kekayaan juga diabaikan. Demikian pula
dengan hubungan prilaku bersifat statis, walaupun juga terjadi sejumlah penyesuaian,
baik itu penyesuaian harga, kendala defisit
anggaran belanja dan maupun penyesuaian
133
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
neraca pembayaran, dimana titik ujungnya
akan mengarah pada sistem struktur
dinamik. Titik awal analisis inflasi global
pengaruhnya terlihat dari besarnya respon
ekspor dan impor terhadap kurs tukar riil
(q), dimana kaitan antara kurs tukar riil, kurs
tukar nominal (exchange rate ≈ er ), harga
domestik (P) dan harga luar negeri ( P1 )
dalam suatu permodelan sebagai berikut:
P = C ( P1 , Qer )
C1 = (∂P / ∂P1 ) > 0, C 2 = (∂P / ∂er ) > 0, C1 + C 2 = 1 .....1
Dimana C adalah homogenous tingkat
satu, sehingga kurs tukar dalam periode
sebelumnya er−1 yaitu satu, mengikuti kondisi homogenous tingkat satu bersama
dengan kondisi normalisasi P1, −1 = Q−1 = 1
bahwa P−1 = 1 , sehingga tingkat inflasi dapat ditulis kembali persamaannya sebagai
berikut ini; 1 + p = C [(1 + p1 ), (1 + q )er ]
dimana p diartikan analog dengan p1 , q .
Tingkat inflasi barang-barang yang dihasilkan domestik ditentukan oleh sejumlah
faktor, antara lain; komponen permintaan
asing dalam pasar output domestik dan
komponen biaya import, dan P1 (merupakan harga domestik yang ditentukan oleh
total permintaan baik itu permintaan terhadap komodite domestik dan maupun permintaan asing),. Konsekuensi lebih lanjut,
dengan masuknya komponen fungsi ekspor
melalui spesifikasi X ( EQ / P1 , Z ) dimana Z
mengukur pendapatan luar negeri (foreign
income) dan X 2 = (∂X / ∂Z ) > 0 dengan
demikian maka jelaslah bahwa Z memainkan
peranan penting dalam menentukan
besarnya harga domestik. Namun dengan
mengkondisikan sebagai situasi negara kecil
(small open economies) maka komponen
permintaan asing adalah komponen
eksogenous.
Persamaan model penetapan harga
dalam perekonomian terbuka, diungkapkan
bahwa persentase perubahan harga do134
mestik tergantung sebahagian pada tekanan
permintaan pasar output domestik, sebahagian lagi tergantung pada perubahan
biaya (diproksi dengan komponen upah,
Wg ) dan sebahagian lainnya dipengaruhi
oleh posisi kompetitif produsen domestik
terhadap luar negeri.
Pengaruh pertama dalam bentuk te−
kanan permintaan pasar domestik (Y − Y )
atau deviasi output aktual terhadap tingkat
full employment. Sebagaimana diungkapkan
sebelumnya bahwa dari input yang diimpor
dan beranggapan bahwa harga input
domestik tumbuh dengan tingkat yang sama dengan harga output, p1 , pengaruh bersih perubahan komponen biaya terhadap p1 diukur dengan persentase perubahan
unit biaya tenaga kerja (wages=upah).
Keberadaan perubahan produktifitas tenaga
kerja dalam hal ini sama dengan persentase
perubahan upah uang domestik (wg).
Pengaruh yang ketiga terhadap harga diungkapkan dalam bentuk ∆(Qer) /(Qer) −1
Secara umum beberapa kenaikan harga
akan meningkat dalam ruang lingkup perubahan produsen domestik untuk menaikkan
harga tanpa membahayakan posisi kompetisinya.
−
p1 = α 0 + α 1 (Y − Y ) + α 2 w + α 3 ∆(Qer ) /(Qer ) −1 .....2
α1 > 0;0 ≤ α 2 ≤ 1;L 0 ≤ α 3 ≤ 1L 0 ≤ α 1 + α 2 ≤ 1
Komponen persaman harga mempengaruhi permintaan aggregat melalui ekspor dan impor, dirumuskan sebagai berikut;
Y = H (Y , r − π , qer / P1, , µ ) + X (qer / P1 ) + Gd
.....3
0 < H 1 < 1, → H 2 < 0; → H 3 > 0; → H 4 < 0; X ' > 0
dimana Y adalah output domestik
(GDP) dalam nilai harga barang-barang
yang dihasilkan domestik; H adalah pengeluaran swasta riil domestik terhadap barangbarang yang dihasilkan domestik;, X adalah
Ekspor riil barang-barang yang dihasilkan
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
domestik dan G d adalah pengeluaran riil
pemerintah terhadap barang-barang
dihasilkan domestik; r adalah tingkat suku
bunga domestik, π adalah tingkat inflasi
domestik secara keseluruhan yang diharapkan; sehingga ( r − π ) sebagai ukuran
suku bunga riil domestik dan P1 merupakan
tingkat harga pasar barang-barang yang
dihasilkan domestik (dalam nilai mata uang
asing), er adalah nilai tukar rupiah terhadap
dollar US.
Y = H (Y , r − π ,
(1 + q ) E
(1 + q ) E
, µ) + X (
) + Gd
1 + p1
1 + p1
dan komponen cadangan luar negeri (net
foreign asset), dirumuskan sebagai berikut
ini;
L = NDC + NFA ..........6
dimana NDC merupakan komponen
domestik dari stok uang domestik dan NFA
adalah volume besarnya cadangan valuta
asing (foreign reserve), dari persamaan ini
dapat dirumuskan sebaai berikut ini;
L = L−1 + ∆NDC + ∆NFA ............7
......4
0 < H 1 < 1, → H 2 < 0; → H 3 > 0; → H 4 < 0; X ' > 0
tingkat harga secara keseluruhan P
merupakan harga rata-rata tingkat harga barang domestik dan barang luar negeri, ratarata proporsi absorbsi terdiri atas barangbarang yang dihasilkan domestik dan komodite impor.
Pada sisi pasar uang atau sisi moneter,
permintaan terhadap stock uang (demand
for real money balances) dapat diungkapkan bentuk rumusan persamaannya sebagai
berikut ini;
LD
= L(Y , r , π , er ) ..........5
P
persamaan tersebut mengungkapkan
bahwa permintaan uang berbanding terbalik dengan tingkat inflasi yang diharapkan.
Sebagai hal yang perlu mendapat perhatian,
bahwa permintaan uang untuk transaksi
yaitu untuk membiayai impor sebagaimana
juga terhadap barang-barang yang dihasilkan domestik, deflator yang relevan
yaitu P sebagai cerminan dari tingkat harga
domestik secara keseluruhan..
Tinjauan dari sisi penawaran uang
dalam pasar uang, dimana penawaran uang
domestik L terdiri dari dua komponen, yaitu
komponen domestik (net domestic credit)
Perubahan secara umum dari komponen domestik dari penawaran uang
∆NDC akan berkait erat dengan komponen anggaran belanja pemerintah (government budget constraint), baik itu berkait
dengan komponen impor pemerintah dan
surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah untuk pembiayaan defisit pemerintah dalam anggaran belanjaanya. Rangkaian hubungan tersebut dituliskan dalam
persamaan berikut ini;
∆NDC + ∆A = P1G d + QEG m − uP1Y ............8
G m menyatakan besarnya impor
pemerintah dan ∆A merupakan tambahan
surat berharga pemerintah yang dikeluarkan
dalam rangka membantu pembiayaan
defisit, juga dalam perumusan tersebut
ditetapkan tingkat suku bunga surat berharga
pemerintah (interest rate bonds), ini mengkondisikan bahwa memperkenankan pembayaran bunga terhadap surat berharga
pemerintah yang sudah jatuh temponya.
Untuk analisis jangka pendek maka komponen tersebut tidak menjadi permasalahan
serius, tetapi dalam model jangka panjang
maka komponen suku bunga surat berharga
menjadi hal yang penting dan tidak bisa
diabaikan..
135
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
Jika dianggap bahwa impor pemerintah Gm =0, maka spesifikan komponen domestik dari penawaran uang dapat dituliskan sebagai berikut ini;
movements) kedua nilai dinyatakan dalam
nilai mata uang domestik. Sehingga persamaan neraca pembayaran dapat dituliskan
sebagai berikut ini;
∆NDC = θP1 (Gd − uY ) − (1 − s )
 (1 + q )er 
BOP ≡ ∆NFA = (1 + p1 )X 
 − (1 + q)er.
 1 + p1 
.....12
∆NFA + γ LL 0 ≤ θ ≤ 1L 0 ≤ s ≤ 1
......9
Implikasi dari persamaan 9 akan
mengkaitkan penyesuaian untuk dan
persamaan tersebut mengungkapkan bahwa terdapat tiga faktor yang berkontribusi
terhadap perubahan komponen domestik
dari penawaran uang, yaitu; pertama pembiayaan pemerintah terhadap kondisi defisit
anggaran belanja yang dibiayai dengan mencetak uang baru ( θ ), dan komponen kedua yaitu penguasa moneter dianggap masuk intervensi dalam pasar surat berharga
secara langsung diarahkan untuk mengimbangi perubahan yang terjadi pada komponen perubahan cadangan valuta asing.
Komponen ketiga yaitu parameter menunjukan perubahan eksogenous penawaran
uang yang mencerminkan perubahan kebijakan moneter melalui operasi pasar uang
terbuka (open market operations). Sehingga rumusan keseimbangan pasar uang
ditetapkan sebagai berikut ini;
L (Y , r , π ) =
L−1 + θP1 (G D − uY ) + s∆NFA + γ
...........10
P
dalam bentuk komponen tingkat inflasi menjadi;
L(Y , r , π ) =
L−1 + θ (1 + p1 )(G D − uY ) + s∆NFA + γ
........11
1+ p
Pengembangan model tersebut, dikondisikan bahwa ∆NFA ≡ BOP dimana BOP
menunjukan besarnya nilai neraca
pembayaran internasional (balance of payment) dimana merupakan penjumlahan dari
neraca perdagangan (balance of trade) dan
pergerakan modal bersih (net capital
136

(1 + q)er 
M  Y , r − π ,
, u  + K (Y , r )
1 + p1


dimana besaran nilai parameter ditunjukan bahwa K1 ≥ 0L K 2 ≥ 0 dimana
kondisi itu menggambarkan situasi yang
terjadi dalam capital flows atau neraca modal, sementara dua komponen sebelumnya
dari persamaan 12 menggambarkan situasi
yang terjadi pada neraca perdagangan (balance of trade).
Tingkat perubahan harga yang diharapkan sebagai gambaran biaya hidup keseluruhan domestik, dengan menetapkan
satu periode sebelumnya dan sebagai π ditentukan oleh kejadian-kejadian sebelumnya seperti p−1 yang dapat diperlakukan
sebagai parameter given. Suatu analisis
jangka panjang maka kondisi yang
demikian akan bergeser, karena paremeter
π akan diperlakukan sebagai paremeter
endogenous.
Sistem yang selengkapnya dapat dirumuskan rangkaian persamaannya sebagai
berikut ini;
Y − H (Y , r − π ,
L (Y , r , π ) −
(1 + q )er
(1 + q)er
, µ) + X (
) + G d = 0 .......12.a
1 + p1
1 + p1
L−1 + θ (1 + p1 )(G D − uY ) + s∆NFA + γ
= 0 .....13
1+ p
(1 + p1 ) X  (1 + q )er  − (1 + q) EM


 1 + p1 
.......14

(1 + q)er 
 Y , r − π ,
, u  + K (Y , r ) − BOP = 0
1 + p1


−
a 0 + a1 (Y − Y ) + a 2 q + a3π − p1 = 0 ......15
C [(1 + p1 ), (1 + q) E ] − (1 + p ) = 0 .........16
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
Metode Penelitian
Data penelitian merupakan data sekunder mulai tahun 1997.4 s/d 2009.4 perihal Jumlah uang beredar, tingkat suku
bunga domestic, tingkat inflasi, tingkat inflasi
dunia, GDP, upah, kurs tukar, ekspor, impor, komponen GDP riil (total konsumsi
swasta, pembentukan modal tetap bruto,
konsumsi pemerintah, ekpor netto, dan perubahan inventori/cadangan),
Analisis dampak ekonomi krisis global terhadap ekonomi Indonesia dilakukan
secara simultan, sehingga diperlukan keterkaitan antara pasar domestic dan pasar
dunia. Analisa dampak inflasi global
terhadap output (GDP) yang menjamin
keseimbangan pasar barang dan pasar uang,
dirumuskan dalam persamaan berikut ini:
Y − H (Y , r − π ,
L(Y , r , π ) −
(1 + q )er
(1 + q )er
,µ) + X (
) + Gd = 0
1 + p1
1 + p1
L−1 + θ (1 + p1 )(G D − uY ) + s∆NFA + γ
=0
1+ p
(1 + p1 ) X  (1 + q )er  − (1 + q)EM


 1 + p1 

(1 + q )er 
 Y , r − π , 1 + p , u  + K (Y , r ) − BOP = 0

1

Sedangkan untuk mengetahui dampak
inflasi global terhadap inflasi domestik digunakan permodelan sebagai berikut;
−
a0 + a1 (Y − Y ) + a 2 p1 + a3 wg + a 4 er − p = 0
C [(1 + p1 ), (1 + q)er ] − (1 + p ) = 0
Penggunaan data runtut waktu (time
series) dalam prespektif jangka panjang
menunjukan pola non-stasionar yang diasosiasikan dengan trend atau mengalami kecenderungan, sementara itu dalam jangka
pendek cenderung menunjukan pola siklus
atau cyclical atau seasonal, sehingga berkecenderungan non-stasionar. Sehingga di-
perlukan pengujian apakah data runtut waktu menunjukan kondisi stasionar atau tidak
stasionar. Uji Stasionaritas data digunakan
uji akar-akar unit dengan Dickey-Fuller test
(DF test) dan Augmented Dickey Fuller
(ADF-Test). Uji stasionaritas data dengan
pendekatan ADF test.
Metode pengujian untuk menetapkan
data stasionar atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya distribusi MacKinnon.
Jika nilai statistisk ADF yang difokuskan pada nilai t-statistik koefisien pada ketiga
persamaan diatas secara absolut lebih besar
dari nilai kritisnya, maka data yang diamati
menunjukan stasionar dan jika sebaliknya
lebih kecil dari nilai kritisnya maka data menunjukan tidak stasionar, sehingga diperlukan differensiasi untuk mendapatkan kondisi stasionar.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Inflasi global diartikan sebagai pengukuran besaran rata-rata tingkat kenaikan
harga nasional diseluruh negara-negara di
dunia. Pemaknaan teknis konsep inflasi global dikaitkan dengan indeks rata-rata global kenaikan harga nasional di keseluruhan
negara, namun juga pemaknaan inflasi global dapat didekati dari dua hal yaitu; pemaknaan “transnasional” dan “internasional”. Pemaknaan transnasional mengungkapkan bahwa inflasi global dipengaruhi
oleh kombinasi fenomena transnasional dan
variabel ekonomi yang cenderung mendorong kenaikan harga secara umum. Sedangkan pemaknaan internasional diartikan bahwa inflasi sebagai suatu poly statis atau pemaknaan multinasional yang ditentukan oleh
struktur dan perubahan harga nasional di
keseluruhan negara.
137
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
Disisi yang lain, inflasi global dalam
pemaknaannya diartikan sebagai suatu
pengukuran rata-rata aggregate kenaikan
tingkat harga nasional di keseluruhan
negara. Prinsipnya, suatu estimasi inflasi global dapat didekati sebagai indeks rata-rata
perubahan harga nasional, cara yang sama
diungkapkan dengan CPI (consumer price
index) dihitung disetiap negara. Berbagai
metode yang digunakan untuk menghitung
inflasi global melalui consumer price inflation, dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu (a) pendekatan rata-rata sederhana
(a simple average); (b). Pendekatan ratarata tertimbang (a weighted average) dan
(c) perubahan harga aggregat.
Isu inflasi global tergulir ketika kelembagaan dunia tidak mampu mengelola krisis
keuangan internasional dan mengontrol
ketidak stabilitas moneter (monetary instability). Resiko volatilitas internasional semakin tumbuh dengan menguatnya keterlibatan berbagai agen perbankan dan lembaga perantara dalam transaksi keuangan
lintas negara. Krisis yang melanda Amerika
Serikat tahun 2008 sebagai resesi terburuk
sejak Great Depression dan dipicu dari krisis perumahan, meluas ke negara-negara
maju dan berkembang. Krisis finansial telah
memicu hancurnya keyakinan investor menyebabkan kerugian writeoff dan kebangkrutan sebesar $ 1 trilliun (global), crashnya
pasar saham global menyebabkan nilai pasar menyusut US$ 29 trilliun, Indeks MSCI
Global indeks anjlok 42%.
Harga komodite turun signifikan (CRB
Indeks -36%, Oil -54%). Hanya emas yang
menguat 5,5% (kedua terbaik setelah
Kakao 31%). Indeks USD meningkat
8,1%. Dollar AS menguat 4,5% terhadap
euro dan menguat 26% terhadap pound dan
melemah 19% terhadap yen. Suku bunga
global dipotong drastis untuk mencegah
138
potensi deflasi (trend suku bunga 67 negara
ke ZIRP (kebijakan bunga nol%) FedFund
AS 0.25%, Overnight Jepang 0.10% dan
Libor Swiss 0.50%. Serta rencana
penyelematan dan talangan global senilai
US$ 5 trillun guna mencegah ekonomi ke
dalam jurang deflasi.
Analisis dampak ekonomi krisis global terhadap ekonomi Indonesia dilakukan
dengan mengkaitkan antara pasar domestik
dan pasar dunia. Komponen pembentuk
pasar domestik terdiri atas komponen penawaran aggregat, permintaan aggregat dan
harga pada keseimbangan pasar barang dan
pasar uang, sebagai berikut;
dy =
(a p − xp + m p )
ar
dr −
dp
(1 − a y + my )
(1 − a y + m y )
+
+
(a − x p * + m p * )
(1 − a y + my )
dp * +
(ae + xe − me )
de
(1 − a y + my )
aw
1
dw +
dg ...................( 4)
(1 − a y + my )
(1 − a y + my )
Sebagai upaya menunjukan pengaruh
perubahan inflasi global yang didekati
dengan tingkat inflasi dunia terhadap PDB
Indonesia, maka digunakan ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) Model dengan idea kunci yaitu bahwa
variance u pada waktu t ( = σ 2 ) tergantung
pada besarnya error kuadrat pada waktu
(t-1) atau µ t2−1 , sehingga ARCH (p) proses
dapat dituliskan sebagai berikut;
var(µ t ) = σ t2 = α 0 + α 1 µ t2−1
+ α 2 µ t2−2 + .......... + α p µ t2− p
;
; jika tidak terjadi autokorelasi nilai
error variance, didapatkan Ho: dimana
kasus dan berada pada kondisi varian error yang homoscesticity. Adapun hasil
estimasi sebagai berikut: LogYP = 19.35 0.037LogR + 0.044LogINF - 0.051Log
INFWORLD + 0.22LOGER + 0.312LO
GWG + 0.259 LogGR.
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
Dengan menggunakan signifikansi 5%
maka estimasi model regresi memiliki varian
yang sama (homoskedastisitas). Sehingga
hasil estimasi persamaan regresi menunjukan kondisi perbaikan dibandingkan model
semula, evaluasi hasil estimasi mengungkapkan bahwa kemampuan menjelaskan model
sebesar 0.957545, artinya variabilitas
variabel YP mampu dijelaskan oleh variabel bebas dalam model sebesar 95,75 persen. Nilai sebagai kondisi yang menggambarkan kecocokan model (goodness of fit
test) dan nilai ini bermakna statistik dengan
berdasar pada pengujian F test signifikan
pada 5%. Disisi yang lain, pengujian secara
parsial (t-test) terungkap bahwa besaran
nilai output atau GDP (YP) dipengaruhi
signifikan oleh tingkat inflasi dunia
(INFWORLD), inflasi domestik (INF),
kurs tukar (ER), Upah (WG) dan
Pengeluaran Pemerintah (GR). Nilai hasil
estimasi sekaligus mencerminkan nilai
elastisitas (double log function).
Nilai elastisitas GDP terhadap inflasi
domestik adalah positip sebesar 0.044, artinya jika inflasi domestik meningkat sebesar
10 persen maka GDP akan meningkat
sebesar 0.4 persen. Sedangkan pengaruh
inflasi global (inflasi dunia) terhadap GDP
adalah negatif 0.051, artinya jika inflasi
dunia (INFWORLD) meningkat sepuluh
persen maka GDP Indonesia akan turun
sebesar 0.51 persen, artinya kenaikan inflasi
global akan menurunkan GDP Indonesia.
Adapun pengaruh depresiasi rupiah
terhadap dollar sebesar sepuluh persen akan
mendorong meningkatnya GDP Indonesia
sebesar 2,2 persen, sedangkan kenaikan
upah domestik sebesar sepuluh persen akan
meningkatkan GDP sebesar 3,12 persen,
hal ini ditunjukan dengan nilai elastisitas GDP
terhadap perubahan upah sebesar 0.312
dan elastisitas GDP Indonesia terhadap
perubahan pengeluaran pemerintah sebesar
0.259.
Besaran inflasi domestik ditunjukan
dengan dan beradakondisi pergerakan
harga domestik ( p1 ) dimana besarannya
dipengaruhi oleh fluktuasi pendapatan
nasional, tingkat inflasi, perubahan kurs
tukar riil dan kurs tukar nominal, secara
fungsional dirumuskan sebagai berikut:,
−
a0 + a1 (Y − Y ) + a2 p1 + a3 wg + a 4 er − p = 0
komponen harga dipilahkan sebahagian merupakan komponen penyesuaian
kondisi domestik dan bahagian lain menggambarkan komponen eksternal yang dirumuskan sebagai berikut;
p = δp1 + (1 − δ )(q + e)
Hasil estimasi yang mengkaitkan antara inflasi global dengan inflasi domestik
serta sejumlah variabel berpengaruh terhadap tingkat inflasi domestik dalam suatu
permodelan regresi dengan data Indonesia
1997-2009 sebagai berikut: LOGINF = 18.00087 + 0.9474LOGER + 1.0592
LOGINFWORLD + 0.346363LOGGA
PAGD.
Hasil empiris model inflasi statis untuk
mengetahui pengaruh inflasi global
(INFWORLD) terhadap inflasi domestik
menunjukan signifikan pada α = 5% dengan nilai parameter elastisitas sebesar
1.0592, ini berarti jika terjadi kenaikan
inflasi global satu persen akan mendorong
meningkatnya inflasi domestik sebesar
1.0592 persen. Komponen parameter yang
sensitif atas gejolak eksternal yaitu nilai kurs
tukar (er-exchange rate), dari hasil empiris terungkap bahwa elastisitas pengaruh perubahan nilai kurs tukar terhadap inflasi
adalah signifikan inelastis sebesar 0.9474,
139
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
artinya ketika nilai kurs tukar rupiah terhadap dollar mengalami depresiasi 10 persen
akan mengakibat kenaikan harga 9,474
persen. Pengaruh signifikan lainnya yaitu
gap aggregate demand terhadap output
dengan nilai elastisitas sebesar 0.346. Gap
antara permintaan aggregat dengan output
(GAPAGD) telah berdampak meningkatkan tingkat inflasi, artinya semakin besar perbedaan antara permintaan aggregate dengan
ouput, maka akan menodorong kenaikan
tingkat inflasi domestik.
Model dinamis inflasi dengan pendekatan Partial Adjusment Model ditemukan hasil empiris sebagai berikut: LOGINF
= -6.0814 + 0.6742LOGER + 0.4177LO
GINFWORLD + 0.005LOGGAPAGD +
0.662LOGINF(-1).
Hasil estimasi model inflasi dinamik
mengungkapkan signifikansinya pengaruh
nilai tukar, inflasi global dan inflasi quartal
sebelumnya terhadap tingkat inflasi. Nilai
elastisitas inflasi terhadap kurs tukar 0.6742,
artinya depresiasi rupiah terhadap dollar
sebesar 10 persen akan mendorong kenaikan inflasi 6,742 persen, relatif lebih rendah pengaruhnya jika dibandingkan dengan
model statis inflasi. Sementara itu, pengaruh inflasi global terhadap inflasi domestik
dicerminkan dengan nilai elastisitas 0.4177,
artinya bila inflasi global meningkat 10
persen maka inflasi domestik akan meningkat sebesar 4,177 persen dan ini juga
lebih kecil dibandingkan dengan model statis.
Keseimbangan pasar uang dicerminka M D = L(Y , r * + e − π ,Wealth) dari kesamaan antara permintaan uang ( M S ), dengan
penawaran uang . Kondisi keseimbangan
pasar uang, dirumuskan; Permintaan
M s / P = L (Y , r * + e − π , Wealth ) uang yang terpilahkan untuk tujuan spekulasi (speculation motive), tujuan jaga-jaga (precautionary
140
motive) dan permintaan uang untuk tujuan
transaksi (transaction motive). Differensiasi model keseimbangan pasar uang dirumuskan sebagai berikut;
Pm .dM − M s .dP
= l y .dy + l r .dr + l r * .
P2
dr * +l e .de + l p .dp + l w .dw
dy =
− lr
l
l
l
.dr − r* .dr * − e .de − w .dw
ly
ly
ly
ly
l
P
M .
p
+ 2m dM − ( + 2 s )dP
ly P ly
P ly
dimana, lr < 0; ly > 0; lr * > 0; le < 0; lw > 0 ,
perumusan model estimasi ekonometrik
dapat dituliskan sebagai berikut;
dy =
β r ..dr + β r * ..dr * + β e .de
+ β w .dw + β M .dM − β P .dP + u
dimana
βr
− lr
l
M β r* = − r* .M β e
ly
ly
l
l
= − e .M β w = − w .M β M
ly
ly
lp M .
P
= 2m M β P = ( + 2 s )
ly P ly
P ly
=
Hasil estimasi empiris untuk GDP yang
menjamin keseimbangan pasar uang pada
ekonomi Indonesia selama kurun waktu
1997 – 2009 adalah sebagai berikut: LogYP
= 10.84 - 0.081LogR + 0.002 LogINF 0.104LogINFWORLD + 0.21 LOGER +
0.08LOGWG + 0.5741 Log M2B
Pengaruh inflasi global terhadap output (GDP) dalam kerangka keseimbangan
pasar uang menunjukan signifikan pada tingkat signifikansi 5% sebesar -0.104 artinya
kenaikan inflasi global sepuluh persen akan
menurunkan GDP Indonesia sebesar 1.04
persen. Demikian pula dengan perubahan
tingkat suku bunga berdampak negatif
terhadap GDP sebesar -0.081 artinya
kenaikan suku bunga sepuluh persen akan
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
menurunkan GDP Indonesia sebesar 0.8
persen. Sementara itu, pengaruh perubahan
kurs tukar terhadap GDP adalah positip,
demikian pula dengan pengaruh jumlah uang
beredar (M2B), dengan nilai elastisitas
masing-masing yaitu 0,21 dan 0.5741.
Pemaknaannya jika mata uang rupiah
mengalami depresiasi terhadap dollar
sebesar 10 persen akan mendorong peningkatan GDP Indonesia sebesar 2,1 persen. Demikian pula jika ada peningkatan
jumlah uang beredar (M2B) sebesar sepuluh persen akan mendorong peningkatan
GDP sebesar 5,741 persen. Namun pengaruh upah dan inflasi domestik terhadap
GDP dalam situasi keseimbangan pasar
uang menunjukan nilai koefisien parameter
yang tidak signifikan. meskipun berdasar
arah pengaruhnya bersifat positip terhadap
GDP, artinya kenaikan harga dan upah akan
mendorong peningkatan GDP menjadi hal
yang relevan, karena kenaikan upah akan
mendorong peningkatan daya beli dan menjadi motivasi bagi sektor usaha untuk meningkatkan produksinya lebih lanjut, sehingga akselerasinya akan mendorong peningkatan GDP.
Berdasarkan hasil-hasil estimasi dalam
pembahasan sebelumnya, maka berikut
akan dibahas mengenai analisis dampak
inflasi global terhadap GDP dalam kerangka keseimbangan pasar barang dan pasar
uang. Kondisi keseimbangan antara pasar
barang (comodity market) dan pasar uang
(money market) yang menghubungkan
tingkat suku bunga dan pendapatan nasional (versi Keynesian yang dikembangkan)
dapat diturunkan sebagai berikut:
(1 − a y + m y )dy =
− a t tx + a r dr − ( a p − x p + m p )dp
+ (a p* − x p* + m p * ) dp * +( a e + xe − me )de
+ a w dw + dg
l y .dy = −l r .dr − lr * .dr * −le .de
− l p .dp − l w .dw +
Pm .dM − M s .dP
P2
dengan mengkondisikan variabel dy
dan dr sebagai variabel endogen, sedangkan variabel lainnya dg,dx,dm,dM dan dP
sebagai variabel eksogen, maka dapat diturunkan hasilnya sebagaimana diungkapkan dalam appendix.
Hasil empiris yang menjamin keseimbangan pasar uang dan pasar barang dalam
suatu permodelan ekonometrika untuk model ekonomi Indonesia 1997-2009 adalah
sebagai berikut: LogYP = 9.879 - 0.014
LogINF + 0.095LogINFWORLD +
0.168LOGER + 0.102LOGWG + 0.47
LogM2B + 0.135LogGR.
Pengaruh inflasi global (INFWORLD)
terhadap GDP (YP) dalam kerangka keseimbangan pasar uang dan pasar barang
adalah signifikan pada dengan elastisitas
sebesar 0.095, artinya gejolak eksternal
kenaikan inflasi dunia sebesar 10 persen
akan meningkatkan GDP sebesar 0.95 persen. Nilai ini berbeda dengan hasil empiris
sebelumnya dan relatif lebih kecil pengaruhnya. Kondisi pengaruh inflasi global terhadap GDP secara teoritis besarnya ditentukan oleh komponen responsif permintaan
uang spekulasi dan kecenderungan perubahan respon pengeluaran terhadap perubahan inflasi global dan respon neraca perdagangan (ekspor-impor) terhadap perubahan
lr ( a − x − m )
dimana D =,
inflasi dunia. .(
D
(1 − a + m )l + l .a artinya semakin kecil nilai
D maka semakin besar dampak pengaruh
inflasi global terhadapGDP).
Dalam keseimbangan pasar barang
dan pasar uang ditemukan bahwa pengaruh
inflasi global terhadap GDP juga dipengaruhi oleh seberapa kuat respon permintaan
uang untuk spekulasi (speculative motive)
p*
y
y
r
y
p*
p*
r
141
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
dan permintaan uang untuk transaksi dan
jaga-jaga, artinya meningkatnya motive
permintaan uang tersebut akan meningkatkan nilai D. sehingga berkonsekuensi
pada penurunan pengaruh multiplier effect
nya.
Penempatan tingkat suku bunga (r)
sebagai variabel endogen yang besarnya
dipengaruhi oleh tingkat inflasi (INF), nilai
tukar rupiah terhadap dollar (er), tingkat
inflasi global (INFWORLD), tingkat upah
(WG), jumlah uang beredar (M2B) dan
pengeluaran pemerintah (GR). Adapun hasil
temuan empiris untuk ekonomi Indonesia
1997-2009 sebagai berikut: LogR = 5.472
+ 0.248LogINF + 0.015LogINF WORLD
+ 0.46LOGER - 0.563LOG WG + 0.402
LogM2B - 0.458LogGR.
Besaran tingkat suku bunga dipengaruhi signifikan oleh tingkat inflasi domestik
(0.248) dan tingkat kurs tukar rupiah terhadap dollar (0,46) serta tingkat upah (-
0,563). Hasil empiris menunjukan bahwa
jika terjadi depresiasi kurs tukar rupiah
terhadap dollar sebesar 10 persen akan
mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga
sebesar 4,6 persen. Demikian pula bila ada
peningkatan tingkat inflasi domestik 10
persen akan mendorong peningkatan tingkat
suku bunga sebesar 2, 48 persen.
Sedangkan kenaikan tingkah upah sepuluh
persen akan menurunkan tingkat suku bunga sebesar 5,63 persen. Besaran pengaruh tersebut berbanding terbalik dengan besarnya determinant D =, (1 − a y + m y )l r + l y .a r
artinya semakin kecil nilai D maka semakin
besar pengaruhnya, artinya semakin rendah
respon permintaan uang (baik untuk permintaan transaksi, jaga-jaga dan spekulasi)
makan semakin rendah nilai D, maka semakin besar nilaipengaruh perubahan kurs tukar
terhadap permintaan uang. Rangkuman
pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dapat disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rangkuman pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen
dY
dP
dR
[−[lr (ap − xp + mp) + ly (ly + M P 2 )) [−[lr (ap − xp + mp) + ly (ly + M P 2 ))
D
de
dP
*
dW
dM
dG
142
D
ar ( ae + xe − me) + (1 − a y + m y ).le
lr ( ae + xe − me) + ly.le
D
lr ( a p* − x p* − m p* )
D
ar ( a p* − x p* − m p* )
D
l r .a w + l y .l w
D
a r .a w + (1 − a y + m y ).l w
D
ly. Pm 2
P
D
lr
D
D
(1 − a y + m y ). Pm
D
ar
D
D= (1 − a y + m y )l r + l y .a r >0
P2
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
Cukup kompetitif suatu negara dalam
pasar impor dan harga impor dalam posisi
given serta harga ekspor ditentukan dalam
pasar output domestik dan sama dengan
harga barang yang dihasilkan domestik yang
tidak diperdagangkan (non-traded goods),
dengan demikian inflasi impor akan
berakibat pada meningkatnya harga komodite impor.
Secara empiris permodelan ekspor Indonesia terhadap gejolak eksternal selama
kurun waktu 1997.1 – 2009.4 dapat diungkapkan sejumlah temuan hasil yang dirumuskan hasil estimasinya sebagai berikut:
log( XPR ) = -10.39751 + 0.242351
log(ER) +1.217646 log(YP) -0.015527
log(INFWORLD ) .
Berdasarkan atas hasil empiris ekspor
tersebut, terungkap bahwa besaran ekspor
dipengaruhi signifikan positip oleh nilai kurs
tukar rupiah terhadap dollar sebesar
0,242351, artinya depresiasi rupiah terhadap dollar sebesar 10 persen akan mendorong meningkatkan ekspor sebesar
2,42351. Demikian pula dengan pengaruh
GDP terhadap nilai ekspor menunjukan signifikan dengan elastisitas yang elastis positip
sebesar 1,217646, persentase kenaikan
ekspor relatif lebih besar dibandingkan
dengan persentase kenaikan GDP, artinya
bila GDP meningkat satu persen, maka ekspor akan meningkat sebesar 2,4351 persen.
Adapun variabel inflasi global memiliki nilai
pengaruh negatif dan tidak signifikan.
Adapun fungsi empiris hasil estimasi
impor untuk Indonesia pada kurun waktu
1997.1-2009.4 adalah sebagai berikut:
log(IMPR ) = -5.121175 + 0.070276 +
log(ER ) 1.101506 log(YP) - 0.037339.
log(INFWORLD ) Hasil empiris fungsi Impor
Indonesia 1997.1-2009.4 mengungkapkan
bahwa variabel kurs tukar rupiah terhadap
dollar dan inflasi dunia tidak berpengaruh
siginifikan pada tingkat keyakinan , hanya
variabel GDP (log YP) yang berpengaruh
signifikan positip sebesar 1.101506, sehingga kenaikan GDP satu persen akan mendorong peningkatan impor sebesar. 101506
persen. Jika hasil ini dikombinasikan
dengan hasil dari ekspor, maka kenaikan
GDP berakibat pada peningkatan ekspor
relatif lebih besar dibandingkan impor,
sehingga alhasil akan menciptakan surplus
neraca perdagangan.
Dalam permodelan Cagan bentuk semi logaritma diungkapkan suatu analisa
pembiayaan inflasi dengan mengkaitkan antara kebutuhan akan uang dengan tingkat
inflasi yang diharapkan. Keterkaitan antara
uang dan tingkat inflasi yang diharapkan dapat dirumuskan dalam hubungan sebagai
berikut; m = exp(−απ e ) ⇒ α > 0 dimana m
merupakan stok uang riil riil m = M / P ,
dimana M merupakan stock uang (base
money stock) dan P adalah tingkat harga.
Tingkat inflasi yang diharapkan (π e ) . Sebetulnya pemerintah dapat membiayai defisit
anggaran belanja melalui pengeluaran surat
berharga pemerintah dan bisa pul membiayai
defisit anggarannya d melalui program seignorage (yaitu mencetak uang), hubungan
defisit anggaran (d) dengan jumlah uang be.
redar dapat dituliskan; d = M / P = µm dimana µ merupakan tingkat pertumbuhan
.•
beredar ( µ = M / M ), sehingga komuang beredar
ponen defisit anggaran jika dikatikan dengan ekspektasi inflasi dapat dirumuskan;
d = µ exp(−απ e ),ini berarti bahwa kondisi defisit anggaran fiskal berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan stock uang keseimbangan dan tingkat inflasi keseimbangan. Bagaimanapun kecenderungan permintaan uang berbanding terbalik dengan tingkat inflasi yang diharapkan. Kecenderungan
“seignorage Laffer Curve” berimplikasi
143
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
bahwa terdapat dua kondisi tingkat inflasi
steady state yang terjadi pada suatu tingkat
seignorage tertentu. Kondisi defisit anggaran belanja pemerintah yang didanai melalui penciptaan uang dan berkait dengan ekspektasi inflasi, secarapermodelan dituliskan;
log d = log µ − απ e . Data Indonesia menunjukkan bahwa besarnya rasio defisit anggaran
dari tahun ke tahun selma kurun waktu
2005-2009 cenderung meningkat defisitnya.
•
Jika dmp = d = M / P dan growthM 2 B = M / M = µ ,
inf = π e , hasil regresi atas hubungan antara
pertumbuhan stock uang riil, stock uang dan
inflasi dihasilkan sebagai berikut:
log d = log µ − απ e
•
Berdasarkan temuan empiris tersebut
terungkap bahwa pertumbuhan uang nominal berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan uang riil, nilai elastisitas ditunjukan sebesar 0.7891 yang bermakna bahwa kenaikan stok uang nominal sebesar satu persen akan mendorong peningkatan stock
uang riil sebesar 0.7891 persen. Sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan stock uang
riil, artinya tanda positip itu tidak bermakna
statistik, dimana secara teoritis seharusnya
memiliki arah atau tandah negatif.
log( M 2 B ) = 28.66859 + 0.789151
log(YP) + 0.00346 log(r ) - 0.301937
log(ER )
Hasil estimasi atas permintaan uang,
terungkap bahwa kurs tukar (log ER) berpengaruh signifikan negatif terhadap permintaan uang (log M2B) sebesar -0.301937,
hal ini bermakna bahwa depresiasi rupiah
terhadap dollar sebesar 10 persen akan
menurunkan permintaan uang/permintaan
rupiah sebesar 3,01937 persen. Sedangkan
kenaikan GDP berpengaruh signifikan
positip terhadap permintaan uang sebesar
144
0.789151, artinya kenaikan GDP sepuluh
persen akan meningkatkan permintaan rupiah sebesar 7,89151.
Penutup
Pengaruh inflasi global terhadap Gross
Domestic Produk Indonesia berdasar pendekatan ARCH dan keseimbangan pasar
barang (kurve IS) adalah negatif signifikan
sebesar -0.051, sedangkan bila berbasis
pada keseimbangan pasar uang (kurve LM)
adalah signifikan negatif -0.104. Kondisi
yang demikian bermakna bahwa bila terjadi
kenaikan inflasi global 10 % akan berakibat
menurunkan GDP sebesar 0,51 persen untuk keseimbangan pasar barang dan 1,04
persen untuk keseimbangan pasar uang.
Namun jika berbasis pada keseimbangan
pasar uang dan pasar barang, maka pengaruh inflasi global terhadap GDP adalah positip sebesar 0.095 artinya gejolak eksternal kenaikan inflasi dunia sebesar 10 persen akan meningkatkan GDP sebesar 0.95
persen Faktor lainnya yang mempengaruhi
GDP adalah tingkat inflasi domestik sebesar
0.044, nilai kurs tukar rupiah terhadap dollar sebesar 0,22, tingkat upah yang ditunjukan dengan nilai elastisitas GDP terhadap
perubahan upah sebesar 0.312 dan
elastisitas GDP terhadap perubahan pengeluaran pemerintah sebesar 0.259.
Pengaruh inflasi global terhadap inflasi
domestik dalam model inflasi statis adalah
signifikan sebesar 1.0592, namun pengaruhnya relatif lebih kecit ketika menggunakan model inflasi dinamis yaitu sebesar
0.4177. Adapun komponen lainnya yang
mempengaruhi inflasi domestik yaitu variabel kurs tukar yang inelastis sebesar 0.9474
(dalam model statis) dan 0.6742 (dalam
model dinamis. Pengaruh signifikan lainnya
yaitu gap aggregate demand terhadap out-
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
put dengan nilai elastisitas sebesar 0.346.
Gap antara permintaan aggregat dengan output (GAPAGD) telah berdampak meningkatkan tingkat inflasi.
Besaran tingkat suku bunga dipengaruhi signifikan oleh tingkat inflasi domestik
(0.248) dan tingkat kurs tukar rupiah terhadap dollar (0,46) serta tingkat upah (0,563). Hasil empiris menunjukan bahwa
jika terjadi depresiasi kurs tukar rupiah terhadap dollar sebesar 10 persen akan mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga
sebesar 4,6 persen. Demikian pula bila ada
peningkatan tingkat inflasi domestik 10
persen akan mendorong peningkatan tingkat suku bunga sebesar 2,48 persen. Sedangkan kenaikan tingkah upah sepuluh
persen akan menurunkan tingkat suku bunga sebesar 5,63 persen.
Besaran ekspor dipengaruhi signifikan
positip oleh nilai kurs tukar sebesar 0,242
351. Selain itu, ekspor juga. dipengaruhi
GDP sebesar 1,217646. Sementara fungsi
Impor Indonesia 1997.1-2009.4 mengungkapkan bahwa variabel kurs tukar rupiah
terhadap dollar dan inflasi dunia tidak
berpengaruh siginifikan, hanya variabel GDP
yang berpengaruh signifikan terhadap impor
positip sebesar 1.101506,
Hasil estimasi atas permintaan uang,
terungkap bahwa kurs tukar berpengaruh
signifikan negatif terhadap permintaan uang
sebesar -0.301937, hal ini bermakna bahwa depresiasi rupiah terhadap dollar sebesar 10 persen akan menurunkan permintaan uang/permintaan rupiah sebesar 3,019
37 persen. Sedangkan kenaikan GDP berpengaruh signifikan positip terhadap permintaan uang sebesar 0.789151, artinya kenaikan GDP sepuluh persen akan meningkatkan permintaan rupiah sebesar 7,89151.
DAFTAR PUSTAKA
Agenor, Pierre., Richard and Montiel., Peter
J. 1999. Development Macroeconomic. Princeton University Press.
New Jersey. USA.
AghevI, B Bijan.1976,”A Model of the Monetary Sector for Indonesia 19681973", Buletin of Indonesian Economic Studies, vol.12/3,pp.50-60.
Aghev I,B Bijan. 1977. “Money,Price and
The Balance of Payment: Indonesia,1968-1973”, Journal of Development Studies., vol.13/2. pp.35-37.
AghevI,B Bijan. 1977 “An Econometric Model of Monetary Sector for Indonesia”.
Journal of Development Studies.
vol.14/2.
AghevI, B Bijan and Khan,Mohsin. 1977.
“Inflationary Finance and The Dynamics of Inflation: Indonesia 1951-1972”.
The American Economid Review
(AER). vol 67. no.3. Juni 1977.
AghevI, B Bijan and Khan Mohsin.1978.
“Government Deficits and The Inflationary Process in Developing Countries”.
IMF Staff Papers.
Ahtiala,Pekka. 1994.” A Synthesis of the
Keynesian and Monetarist Approaches to the Short-run Theory of the Balance of Payments”. Journal of Economic Integration 9(4). December
1994. 471-488.
Boamah, DO. 1988. “Short term Forecasting of Wages, Employment and Output in Barbados, Economic Modelingin-the OECD Countries”. H Motamen (ed). Chapman &Hall. London.
541. 545. 559
145
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
Branson,W.H,1975. “Monetarist and Keynesian Model of The Transmission of
Inflation”. American Economic Review. Paper and Proceeding. 65. 11519
Dolado,J.J, and T.Jenkinson. 1987. “
Cointegration: A Survey of Recent
Development”. University of Oxford
AppIed Economics Discussion papers.No.39.
Choudry, Nurun N. 1978. “ Integration of
Fiscal and Monetary Sectors in Econometric Models: A Survey of Theoritical Issues and Emperical Findings”.
International Monetary Funds Staff
Papers. pp.395-439.
Doti, James L, and Adibi, Esmail. 1988.
Econometric Analysis an AppIcation
Approach. Prentice Hall. Englewood
ClIfs. New Jersey.
Chirst, Carl F. 1969. “Econometric Model
and Methods”. John Wiley & Sons.Inc. New york-London-Sydney.
Davidson,Russel., and Mackinnon, James G.
1993. Estimation and Inference in
Econometrics. Oxford University
Press.
Engle, Robert F, and Granger,W J. 1987. “
Cointegration and Error Correction:
representation Estimation, and Theory”.
Econometrica. vol 55. No.2 March.
251-276.
Enders, Walter. 1989. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Son.
New York.
Dornbush,R. 1973. “Devaluation, Money and
NonTraded Goods”. American Economic Review. 63,871-80.
Ford, JL. 1990. Current Issues in Open
Economy Macroeconomics, Paradoxs, poIcies and Problem. Edward
Elgar PubIshing. England-USA.
Dent, Warrant., and Gweke,John. 1980. On
Specification in Simultaneous Equation Model. Evaluation of Econometric Model. Academic Press inc.Indiana.
Gotz Uebe. 1995. World of Economic Models, A catalogue of typical specifications of economic models. Avebury.
Athenacum. Press. ltd.
Dickey,DA,WR.Bell, and R.B.MilE. 1986. “
Unit Roots In Time Series Model: test
and impIcations”. The American Statistician. 40.pp.12-27.
Grangger, CWJ,and Newbold, Paul. 1977.
Forecasting Economic Time Series.
Academic Press. New York. San Francisco-London.
Dickey, DA,and Fuller, WA.1979. “ Distribution of The Estimator for Autoregression Time Series with a unit Root”.
Journal of The American Statistical
Association. 74. pp.427-431.
Greene, WilIam H. 1997. Econometric
Analysis. third edition. Prentice Hall
Inc, New Jersey.
Dickey, DA and FulE, WA. 1981. “ lykelyhood Ratio statistic for Autoregressive
Time Series with a Unit Root”. Econometrica. 49.pg.1057-1072.
146
Gujarati, Damodar. 1995. Basics Econometrics. Third Edition, McGraw-Hill Book
Co. Singgapore.
Hans, Genberg, and Alexander, K Swoboda.
1989. “ PoIcy and Current Account
Determination Under Floating Ex-
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
change Rates”. International Monetary
Fund Staff papers.
Harvey, Andrew. 1990. The Econometric
Analysis of Time Series. second edition. PhiIp Allan. New-York Toronto
Sydney Tokyo.
Hausman, J,A. 1978. “ Specification test in
Econometrics”. Econometric. number
6.Vol. 46. November. pg.1251.
Havrislesky, Thomas M, and Boorman, John
T. 1976. “ Current Issues in Monetary
Theory and PoIcy”. AHM PubIshing
Corporation. ArIngton Heights. IlInois.
Helliwel,J,E. 1969. “Monetary and Fiscal
Policies for an Open Economy”. Oxford Economic Papers. 21,33-55
Hendry, F,David. 1995. The Advanced Dynamic Econometrics. Oxford University Press. New-York.
Hendry, DF,and JF, Richard. 1983. “The
Econometric Analysis of Economic
Time Series”. International Statistical Review 51. PP.111-163.
Hendry, Dafid F, and Schwartz, Anna J. 1991.
“ An Econometric Analysis of UK Demand in MonetaryTrends in The United
States and The United Kingdom”.
American Economic Review. vol 81.
no.1. march.
Harris, Richard. 1995. Cointegration Analysis in Econometric Modelling.
Prentice Hall. New York.
Hoover Kevin D. 1992. “The New Classical
Macroeconomics”. The International
Library of Critical Writing in Economics 19.
IMF. 2009. “World Economic Outlook”.
2009.
Michael, IntriIgator. 1996. Econometric
Models, Techniques and AppIcations, second edition, Prentice-Hall International, inc. New-Jersey- Amerika
Serikat.
Johnson H.G. 1973. “The Monetary approach
to Balance of Payment Theory”. in
Conolly M.B and A.K Swoboda. International Trade and Money. George
Allen and Unwim. London. 206-24
Khan, Mohsin S., and Malcom, D Knight.
1981. “ StabiIzation Program in Developing Countries A formal Framework”. International Monetary
Funds Staff Papers. Vol.20. no.1.
King Et all. 1988. “Business Cycle wirh Endogenous Growth”. in David Romer
1996 “Advanced Macroeconomics”. McGraw Hill International Edition
Kmenta, Jan. 1991. “ Elements of Econometric. second edition
Koutsyianis A. 1977. Theory of Econometric. Second edition. Prentice Hall.
Englewood CIffs, Jew-Jersey.
Koopmans, T. 1965. On the Concept of
Optimal Growth, in Econometric
Approach to Development Planning.
Chicago: Rand McNall.
Kydland, Finn E., and Edward C. Prescott.
1982. “Time to Bulid and Aggregate
Fluctuations”. Econometrica. November. Vol. 50.
Ipschitz, LesIe. 1978. “Exchange Rate
PoIcies For Developing Countries:
Some SimpleAdjusments for Intervention”. IMF Staff papers.
Ipschitz, LesIe. 1984. “Domestic Credit and
147
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
Exchange Rates in Developing Countries, some poIcy experiments with
Korean data”. IMF Staff papers,
vol.31. no.41. december.
Lucas, Robert, E. 1976. “Econometric Policy
Evaluation: A Critique”. in Carnegie
Rochester Conference Series on Public Policy. Vol. 1.
Maddala GS. 1992. Introduction to Econometrics. Second edition. Maxwell
Macmillan International PubIshing
Company. Newyork.
Mage, Stepen P. 1976. “ The Emperical Evidence on The Monetary Approach to
The Balance of Payments and Exchange rates”. American Economic
Association. Vol.66.No.2. pp.163170.
Malcom, D Knight., and CIfford, R Wymer.
1978. “ A Macroeconomic Model of
The United Kingdom. Economic
ModeIng.
Mathieson, Donald J. 1976. “ The Impact of
Monetary and Fiscal PoIcy Under
Flexible Exchange Rates and Alternative Expectation Structures”. IMF Staff
Papers.pg 536-568.
Meade JE. 1956 The Balance of Payment.
Fourth edition. oxford University Press.
New York.
M.K Niazi. 1984.” Economic Growth in
South Asia”. Boston University. Ph.D
Dissertation, 69,77, 110-114
Montiel, Peter. 1984. “ Credit and Fiscal
PoIcies in AGlobal Monetarist Model
of The Balance of Payments”. International Monetary Fund. Staff Papers. vol.31. no.4 December 1984.
148
Montiel, Peter. 1985. “ A MonetaryAnalysis
of A Small Open Economy With A
Keynesian Structure”. International
Monetary Fund. Staff Papers. vol.32.
no.2 June 1985.
Montiel, Peter. 1986. “Long Run EquiIbrium
inAKeynesian Model ofASmall Open
Economy”. IMF Staff Paper march
1986.
Montiel, Peter and Haque UN. 1993. “ Dynamic Responses to Policy and Exogenous Shocks in an Emperical Development Country Model with Rational
Expectations”. Economic ModeIng.
McCallum, Bennet, T. 2002. “Recent Development in Monetary Policy Analysis:
The Role of Theory and Evidence”.
Economic Quartely Federal Reserve
Bank of Richmond. Vol. 88. No. 1.
Mundell,R.A. 1971. “Monetary theory:
Inflation,Interest and Growth in the
World Economy”. Goodyear Publishing Co. California
Mundell,R.A. 1977. “Monetary theory:
Inflation,Interest and Growth in the
World Economy”. Goodyear Publishing Co. California
Nadeem Ulhaque, Kajal Lahiri, Peter Montiel.
1993. “ Estimation of Macroeconomic
Model with Rational Expectation and
Capital Control for Developing Countries”. Journal of Development for
Developing Countries.
Otani, Ichiro. 1975. “ Inflation in An Open
Economy: A Case Study of The
PhiIpines”. IMF staff papers.
Pantula. 1989. “Testing for Unit Roots in Time
Series Data”. Econometric Theory. 5.
pp.256-271.
Model, Statis dan Dinamika Dampak Inflasi Global... (Aris Soelistyo)
Park,YC., and Otani,Ichiro. 1976. “ A Monetary Model ofThe Korean Economy”.
IMF Staff Papers.
Pekka, Ahtiala. 1994. “A Synthesis of The
Keynesian and Monetarist Approaches
to Short run Theory of The Balance of
Payments”. Journal of Economic Integration. 9(4). December 1994.
Peter, Montiel., and Nadeem,Ul Haque.
1990. “Dynamic Responses to PoIcy
and Exogenous Shocks inAn Emperical
Developing Country Model with rational Expectations”. Economic ModeIng
april.
Peter, Montiel.,1985,”A Monetary Analysis
of A Small Open Economy with a
Keynesian Structures “, International
Monetary Fund Staff papers, Vol.32,
no.2 Juni 1985.
Pyndyck, Robert S., and Rubinfield, Daniel
L. 1991. Econometric Model and
Economic Forecast. International
Edition. Mc-Graw-Hill,Inc. third edition.
Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics. Mc-Graw Hill International
Edition.
Soelistyo,Aris. 2003. “Model Makro
ekonomi: Suatu Modifikasi Model
Keynesian Untuk Ekonomi Indonesia”.
Disertation, Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran. Bandung.
tidak dipubIkasikan
Soelistyo,Aris. 2004. “Efektifitas Kebijakan
Fiskal dan Moneter pada Sistem Kurs
Tukar Mengambang, Studi Kasus
Ekonomi Indonesia 1978.1-2003.4”.
Hasil Penelitian DPP UMM. 2004.
Soelistyo,Aris. 2004. “Model Moneter
Ekonomi Indonesia 1978-2003 (A
Monetary Model of the Indonesian
Economy)”. Hasil Penelitian DPP
UMM. 2004.
Soelistyo,Aris. 2005. “Kontrol Moneter dan
Analisa Penawaran Uang di Indonesia
(Monetary Control and Analysis of
Money Supply in Indonesia”. Hasil
Penelitian DPP UMM. 2005.
Soelistyo,Aris. 2005. “Niehans Paradox:
Efektifitas Kebijakan Makroekonomi
di Indonesia”. Hasil Penelitian DPP
UMM. 2005.
Soelistyo,Aris. 2005. “Niehans Paradox:
Efektifitas Kebijakan Makroekonomi
di Indonesia”. Hasil Penelitian DPP
UMM. 2005.
Soelistyo,Aris. 2006. “Suatu Synthesa
Monetaris-Strukturalis Terhadap
Fenomena Inflasi di Indonesia 19802004”. Hasil Penelitian DPP UMM.
2005.
Soelistyo,Aris. 2006 “Uang dan Pertumbuhan Ekonomi: Suatu Synthesa
Keynesian-Wicksel Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 19802004”. Hasil Penelitian DPP UMM.
2005.
Soelistyo,Aris. 2008. “Dekonstruksi Model
Keynes-Monetaris dan New Classical
Macroecoomic terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan Neraca Pembayaran Indonesia”, Hasil Penelitian Hibah
Fundamental Tahun Anggaran
2008, Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
149
Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 131-150
Soelistyo,Aris. 2009. “Penguatan Ketahanan
Pangan dan Penanggulangan Kemiskinan melaluiPenguatan sektorAgribisnis
di Propinsi Jawa Timur”. Hasil Penelitian Hibah Pasca Sarjana Tahun
Anggaran 2009. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Soelistyo,Aris. 2010. “Konstruksi Model
Ekonomi Bias Inflasi dan Pengangguran (Suatu Synthesa KeynesMonetaris dan Real Business Cycle
Model) untuk Ekonomi Indonesia”.
Hasil Penelitian Hibah Fundamental Tahun Anggaran 2010. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Takayama,A. 1969. “The effect of Fiscal and
Monetery Policies Uncer Flexible and
Fixed exchange rate”. Canadian
Journal of Economics. 2.(1969).
190-209
Tokarick, Stephen. 1995. “External Shock,
The real Exchange Rate and Tax
PoIcy”. IMF staff Papers.vol.42.
No.1. march 1995.
Turnovsky,Stephen J. 1974. “ On the Role
of Inflationary Expectation in a ShortRun Macroeconomic Model”. Economic Journal. 84.317-37.
Turnovsky,Stephen J. 1981. Macroeconomic Analysis and StabiIzation PoIcy.
Cambridge University Press. USA.
World, Bank. 1996. “ Reinvigorating Growth
in Developing Countries Lessons from
Adjustment PoIcies in Eight Economics”. IMF. JuI.
Romer, David. 2006. Advanced Macroeconomics. McGgraw-Hill Companies.
New York
150
Solow, Robert. 1956. “A Contribution to the
Theory of Economic Growth”. Quarterty Journal of Aconomics. Pebruari
Vol. 70.
Vinals, Jose dan Javier Valles. 1999. “On the
Real Effect of Monetery Policy: A
Central Banker’s View”. Oesterreichsche Nationalbank Working Paper
No. 38. Juli. pp. 8-41.
Walsh, Carl. E. 1998. Monetary Theory and
Policy. MIT Press, Cambridge.
Yellen, Janet L. 1984. “Efficiency Wage Model of Unemployment”. American
Economic Review 74 (May);200205