Download Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis

Survey
yes no Was this document useful for you?
   Thank you for your participation!

* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project

Document related concepts
no text concepts found
Transcript
Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis
Dr. dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)
Pendahuluan (hal. 131)
Sel kanker berasal dari sel normal yang telah mengalami perubahan menjadi sel berproliferasi
melampaui batas pertumbuhan normal dan tdak terkendali. Oleh karena itu terjadi suatu kelompok sel
yang baru yang disebut neoplasma. Penyebab sel kanker disebut karsinogen, yang bersifat fsik ( e.g.
radiasi, sinar ultraviolet, trauma), kimiawi ( e.g. hidrokarbon aromatc), atau biologik (e.g. virus
onkogenik parasit). Sel kanker mempunyai sifat yang berbeda dari sel normal yaitu perubahan perilaku
biologik dari sel normal. Pada sel normal terdapat keseimbangan antara pertumbuhan sel dan kematan
sel, sedangkan pada sel kanker pertumbuhan sel lebih besar dari pada kematan sel. Disamping itu
proliferasi yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan sel kanker dapat tumbuh terus menerus,
bersifat immortal, dan dapat membunuh tuan rumahnya. Dikenal dua jenis kematan sel, yaitu nekrosis
dan apoptosis. Kematan sel yang terprogram (apoptosis) dikelola oleh gen-gen tertentu yaitu gen
supresor (p53) menginduksi apoptosis, sedangkan gen bcl-2 menghambat apoptosis.
Perkembangan sel normal menjadi sel kanker (karsinogenesis) telah dipelajari sangat rinci secara
eksperimental, sebagi proses yang bertngkat ganda (mult stage process): inisiasi, promosi, progresi dan
koversi keganasan. Sel normal yang berkembang menjadi sel kanker mengalami tga perubahan yaitu 1)
Perubahan sifat pertumbuhan yang berbeda dari sifat pertumbuhan normal, disebut transformasi
keganasan. 2) Pertumbuhan yang berlebihan dan tdak terbatas, bersifat immortal. 3) Pertumbuhan ke
jaringan sekitarnya (invasi) dan menyebar dan tumbuh di tempat yang jauh (metastasis).
Kecepatan pertumbuhan sel kanker tdak menunjukkan pola pertumbuhan eksponental yang linier
karena proses kematan sel, melainkan membentuk kurva menurut Gompertz baik pada fase progresi
maupun pada fase latensi. Oleh karena itu, pada fase progrsi kurva Gompertz melengkung kebawah
pada waktu jumlah sel mulai padat, sedangkan pada fase latensi kurva mulai melengkung sejak
permulaan dan tdak menunjukkan pertumbuhan sel.
Pada pengobatan sebagian sel kanker peka terhadap efek penghambatan sitesis DNA dan atau protein
sehingga siklus sel dihentkan dan pembelahan sel tdak berlangsung yang juga diikut kematan sel pada
pengobatan tertentu. Skema dari urutan kejadian pada pertumbuhan sel kanker setelah pengobatan
radiasi atau kemoterapi adalah regresi yang diikut persimpangan jalan yang satu menuju penyembuhan
dan yang lain menuju pertumbuhan kembali (regrowth). Kurva pertumbuhan sel kanker dalam
pengobatan menunjukkan pola pertumbuhan eksponental yang menurun setelah dimulai pengobatan,
tetapi diikut peningkatan kurva pertumbuhan kembali (regrowth curve.) Hal ini dapat berkaitan dengan
adanya kelompok sel yang mempunyai daya tahan hidup (survival) terhadap pengobatan tertentu dan
mulai berproliferasi lagi sesuai sifat immortal yang dimiliki.
Perangai pertumbuhan sel kanker yang unik tersebut juga ditentukan oleh aktvitas gen yang dapat
mengatur perbaikan DNA. Apabila terjadi kerusakan DNA dan kemampuan penghentan siklus sel pada
jalur Check point yang melibatkan peranan gen supresor tumor dan faktor-faktor pertumbuhan terkait,
khususnya gen penghambat apoptosis. Mekanisme pertahanan secara biologik terhadap efek genotoksik
dari radiasi pengion disebut respons radioadaptf. Gen p53 mempunyai peran kunci dalam respons
radioadaptf untuk menyalurkan sel yang mengalami kerusakan untai ganda DNA kedalam jalur
perbaikan DNA.
Sel kanker dapat mengalami resistensi terhadap berbagai obat ant kanker (kemoterapetka), yang
dapat ditunjukkan pada uji efek obat terhadap pertumbuhan sel kanker in vitro. Resistensi obat ganda
tersebut dapat terjadi karena beberapa strategi sel; yaitu 1) peningkatan kemampuan mengeluarkan
obat dari sel; 2) detoksikasi obat karena peningkatan aktvitas enzim yang memetabolisasi obat; 3)
Perubahan protein int sehingga tdak menjadi sasaran yang tepat dari obat ant kanker.
Resistensi Kanker Terhadap Kemoterapi Sitostatika (hal. 145)
Modalitas pengobatan kanker selain pembedahan dan radiasi adalah pengobatan kanker secara sistemik
denan menggunakan obat ant kanker. Termasuk kedalam pengobatan sistemik kanker dengan obat
ant kanker adalah kemoterapi sitostatka, obat hormonal, obat terapi target (“targeted therapy”), obat
terapi biologik (“biological respons modifer “) dan lain-lain. Obat kemoterapi sitostatka dapat diberikan
sebagai pengobatan primer pada kanker yang sensitf terhadap kemoterapi sitostatka (misalnya
leukemia akut, limfoma malignum, meiloma multple), dapat juga sebagai pengobatan
neoajuvan/induksi pada kanker tumor padat yang bersifat “bulky tumors” (misalnya pada kanker payu
dara, kanker nasofarings), atau sebagai pengobatan ajuvan pasca pembedahan atau pasca radiasi
(misalnya pada kanker payu dara dan kanker nasofarings).
Pada pengobatan kanker secara sistemik dengan kemoterapi sitostatka , baik yang diberikan sebagai
pengobatan primer atau sebagai neoajuvan/induksi dapat dijumpai suatu keadaan sel kanker tdak
respons sempurna (“complete respons”) terhadap pengobatan. Keadaan ini dapat terjadi pada saat
pertama pasien kanker tersebut mendapat kemoterapi sitostatka. Namun, dapat juga terjadi pada
pasien kanker yang awalnya berespons sempurna, kemudian setelah menjalani beberapa siklus atau
setelah selesai menjalani seluruh siklus kemoterapi sitostatka tersebut terjadi kekambuhan (“relapse”).
Pada keadaan ini harus dipikirkan adanya resistensi kanker terhadap kemoterapi sitostatka.
Telah dilaporkan berbagai kemungkinan mekanisme terjadinya resistensi sel kanker terhadap
kemoterapi sitostatka. Yang akan diajukan mengenai “multdrug resistence” (MDR) pada kanker, dengan
tnjauan pada focus terhadap salah satu factor yaitu P-glikoprotein.
Berbagai factor penyebab terjadinya resistensi sel kanker terhadap kemoterapi sitostatika.
Barbagai factor kemungkinan yang menjadi penyebab resistensi sel kanker terhadap kemoterapi
sitostatka;
1. Faktor teknis pengobaan, dosis tdak tepat, jadwal tdak teratur lama pengobatan yang tdak
sesuai dengan rencana.
2. Factor in vivo pasien, factor intrinsik pasien:
a. Karena factor farmakologis, misalnya interaksi antar obat, dan anatomi, misalnya otak,
tests dan lain-lain.
b. Resistensi kinetc tumor; ukuran tumor terlalu besar, area tumor hiposik, dan nekrotk
perfusi obat ketempat ini buruk.
c. Mekanisme molekuler , misalnya lingkungan mikro tumor , misalnya jaringan dengan
pertahanan
d. Perubahan ekspresi gen; gen mengalami mutasi, amplifkasi dan delesi DNA
e. Resistensi terhadap obat, tumor resisten atau tdak berespon terhadap kemoterapi
sitostatka sejak awal pengobatan atau resiten primer . Resisten sekunder atau acquired
drug resistence, sel kanker pada awalnya responsive terhadap kemoterapi sitostatka, tetapi
kemudian menjadi resisten selama pengobatan.
Penyebab terjadinya resistensi kemoterapi sitostatka pada sel kanker paling banyak diungkapkan adalah
MDR. Kanker menjadi resisten terhadap beberapa obat yang berbeda karena obat-obat tersebut
memiliki mekanisme resistensi yang sama. Mekanisme paling utama adalah karena penurunan
akumulasi obat didalam sel kanker akibat adanya peningkatan keluarnya obat, deaktfasi enzim yang
berperan pada metabolisme obat kemoterapi sitostatka. Peningkatan keluarnya obat atau drug efux
dari sel kanker karena terjadi ekspresi berlebihan dari reseptor permukaan membrane sel tempat
masuknya obat kemoterapi kedalam sel. Reseptor permukaan yang berlebihan adalah reseptor protein
diantaranya “P-glycoprotein” (P-gp). P-gp merupakan singkatan dari pleiotrophic dan glycoprotein yang
merupakan protein transport pada membrane plasma. Bekerjanya memindahkan molekul obat keluar
sel kanker melewat membrane plasma dengan membutuhkan energy dari hidrolisis ATP (adenosine
triphospat). (Gambar 1)
Gambar 1 (hal 149)
Gambar 1. Model P-gp
Pada sel normal P-gp diekspresikan pada permukaan sel yaitu di epitel sel ginjal, pancreas, hat saluran
cerna, endotel kapiler, otak dan tests dan juga di sel sistem hemopoitk . Ekspresi P-gp pada sel kanker
berlebihan, karena ekspresi yang belebihan menyebabkan aliran balik keluar sel (efux) obat ant kanker
yang berasal dari produk natural, sehingga konsentrasi obat intra sel berkurang atau obat tersebut gagal
untuk mencapai target. Lihat gambar 3 dan 4. Penyebab terjadinya ekspresi berlebihan P-gp pada sel
kanker disebabkan adanya perubahan peningkatan genetc sel kanker yang mengalami mutasi. Ekspresi
berlebihan menyebabkan resistensi terhadap apoptosis.
Gambar 3 (hal. 151)
Gambar 3. Protein mult drug resistance (MDR) adalah protein transmembran, merupakan protein
transport seluler yang membutuhakn energi ATP untuk mengeluarkan (mengeksport) obat dari dalam
ke luar sel.
Gambr 4.
Gambar 4. Diagram yang menunjukkan 2 kemungkinan mekanisme efuks obat oleh P-gp, yaitu
dikeluarkan kembali (dieksport) setelah obat memasuki sitoplasma atau dari membran sebelum obat
masuk kedalam sitoplasma, dengan bantuan energi ATP.