Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
ARTIKEL PENELITIAN Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat Intubasi Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo ABSTRACT Background: Hypertension and tachycardia, secondary during laryngoscopy and tracheal intubation, which may lead to myocardial ischemia due to imbalance of myocardial oxygen supply– demand. Isosorbide dinitrate and dexmedetomidine has been shown to blunt the hemodynamic responses due to laryngoscopy and tracheal intubation. Objective: The purpose of the study is to compare the changes of ST segment and hemodynamic response due to laryngoscopy and tracheal intubation after administration of either isosorbide dinitrate or dexmedetomidine. Methods: Forty patients with ASA physical status I and II, Mallampati score I and II were scheduled for elective surgery under general anesthesia who required orotracheal intubation were randomly divided into either isosorbide dinitrate (I) group (n=20) or dexmedetomidine (D) group (n=20). The same protocol of anesthetic medications was used. ST segment, heart rate, non invasive systolic and diastolic blood pressure, mean arterial pressure, and oxygen saturation were recorded before and after Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Umum daerah DR Moewardi Jl. Kol. Sutarto No. 132, Surakarta Korespondensi : [email protected] 72 anesthesia induction, during intubation and in the third and fifth minutes after laryngoscopy. Results: In both study groups, basic hemodynamic variables were not significantly different (p > 0.05). During intubation, the changes of ST segment were significantly better in group D (0.44±0.41 mm to 0.52±0.42 mm, p 0.091) as compared to group I (0.49±0.30 mm to 0.62±0.38 mm, p 0.026). Heart rate was significantly decreased after anesthesia induction in group D (85.55±12.41 x/ minutes to 77.25±12.13 x/ minutes, p 0.000) as compared to group I (86.20±17.85 x/ minutes to 85.35±18.11 x/ minutes, p 0.506). Conclusion: Preinduction infusion of isosorbide dinitrate and dexmedetomidine both lowering blood pressure, but mean heart rate significantly lower in dexmedetomidine, as well as better than isosorbide dinitrate to control the changes of ST segment. (Maj Ked Ter Intensif. 2012; 2(2): 73 - 79) Keywords: Laryngoscopy, tracheal intubation, hemodynamic responses, ST segment, isosorbide dinitrate, dexmedetomidine. PENDAHULUAN Laringoskopi dan intubasi trakea menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme respons kardiovaskular ini berhubungan dengan refleks simpatis yang timbul akibat stimulasi pada laring dan trakea.1 Peningkatan kadar norepinefrin dan epinefrin plasma yang signifikan juga terjadi akibat respons simpatis yang timbul.2 Majalah Kedokteran Terapi Intensif Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo Telah dilakukan banyak penelitian untuk mengetahui teknik maupun obat anestesi terbaik untuk mengendalikan respons hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.3 Isosorbid dinitrat merupakan vasodilator dari golongan nitrat, yang digunakan sebagai anti angina. Sementara deksmedetomidin merupakan agonis reseptor α2 adrenergik yang memiliki efek sedasi, analgesia, dan simpatolitik. Mekanisme pengendalian perubahan hemodinamik yang berbeda antara kedua obat, mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi akibat tindakan laringoskopi intubasi pada pemberian isosorbid dinitrat dan deksmedetomidin. Isosorbid dinitrat telah diteliti penggunaannya dalam menekan respons hemodinamik yang timbul akibat laringoskopi intubasi4-6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isosorbid dinitrat mempunyai efek proteksi positif terhadap respons hemodinamik. Beberapa peneliti melakukan penelitian tentang penggunaan deksmedetomidin yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas deksmedetomidin dalam menekan respons simpatis akibat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deksmedetomidin memberikan efek proteksi positif terhadap respons simpatis berlebih akibat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, sehingga dapat menurunkan insidens iskemia miokard.2,4-9 Penelitian ini bertujuan membandingkan efektifitas pemberian isosorbid dinitrat dengan deksmedetomidin terhadap perubahan segmen ST pada EKG dan respons hemodinamik yang terjadi akibat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea. METODE Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda. Penelitian dimulai pada bulan Januari 2012 sampai Februari 2012 setelah mendapat persetujuan dari komite etik rumah sakit, dengan jumlah sampel 40 orang pasien. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kriteria inklusi adalah pasien usia 20–59 tahun dan status fisik ASA I–II, yang akan menjalani bedah elektif dengan anestesi umum dan intubasi trakea. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan faktor risiko kardiovaskuler ataupun intrakranial sebelumnya, wanita hamil atau menyusui. Kriteria pengeluaran bila tindakan laringoskopi dan intubasi trakea lebih dari 30 detik. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan randomisasi untuk dimasukkan ke dalam 2 kelompok perlakuan; kelompok isosorbid dinitrat Volume 2 Nomor 2 April 2012 (I) dan kelompok deksmedetomidin (D). Pasien dipuasakan selama 6 jam prabedah dan diberikan obat premedikasi (diazepam 2 mg per oral malam sebelum operasi). Kemudian dilakukan pemasangan infus dengan kateter intravena 18G, diberikan cairan NaCl 0,9% sejumlah 2ml/kgBB/jam puasa dalam waktu 15–30 menit sebagai pengganti puasa, dan cairan selanjutnya diberikan sejumlah 2ml/kgBB/ jam sebagai cairan rumatan. Pemasangan monitor dan pencatatan status hemodinamik (segmen ST, tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata, denyut jantung, dan saturasi O2) sebagai data awal (data ke–1). Pemberian isosorbid dinitrat 50µg/kg pada kelompok I, dan deksmedetomidin 0,5µg/kg pada kelompok D, dengan menggunakan syringe pump selama 12 menit. Pasien diberikan preoksigenasi selama 5 menit dilanjutkan dengan induksi anestesi menggunakan propofol 1mg/kgBB intravena selama 30 detik. Dilakukan pencatatan data ke–2. Pemberian vecuronium 0,08 mg/ kgBB intravena sebagai fasilitas intubasi selama 15 detik. Selama induksi, pasien diberikan sevofluran 1 vol%, 50% N2O dalam O2, dan ventilasi manual ± 12 x/ menit. Kemudian dilakukan prosedur laringoskopi direk dan intubasi endotrakeal. Dilakukan pencatatan data ke–3, sedangkan pencatatan data ke–4, dan 5, dilakukan pada menit ke–3 dan ke–5 pasca tindakan laringoskopi dan intubasi trakeal. Selama penelitian dicatat efek yang tidak diinginkan seperti reaksi alergi. Data yang didapatkan dilakukan analisa dengan program IBM SPSS Statistics19. Dilakukan pencarian nilai mean dari variabel data demografi dan kemudian dilakukan uji normalitas (uji Shapiro–Wilk) untuk mengetahui distribusi data, yang dilanjutkan dengan uji hipotesis yang sesuai dengan hasil uji normalitas dan sifat variabel. Data variabel kategorik dengan distribusi normal dilakukan uji hipotesis independent samples t–test, sedangkan data dengan distribusi tidak normal dilakukan uji hipotesis Chi–square test, jika syarat terpenuhi.11 Untuk data hasil penelitian, keseluruhan data yang diperoleh merupakan data numerik. Kemudian dilakukan uji normalitas (uji Shapiro–Wilk) untuk mengetahui distribusi data, yang dilanjutkan dengan uji hipotesis yang sesuai dengan hasil uji normalitas.10 Data dengan distribusi normal dilakukan uji hipotesis independent samples t–test, sedangkan data dengan distribusi tidak normal dilakukan Mann– Whitney test.11 Untuk mengetahui pengaruh pemberian obat 73 Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat Intubasi pada satu kelompok, dilakukan dengan uji hipotesis berpasangan. Data dengan distribusi normal dilakukan uji hipotesis dependent samples t–test, sedangkan data dengan distribusi tidak normal dilakukan Wilcoxon test.11 HASIL Karakteristik demografi berdasarkan umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, BMI, status fisik, dan nilai Mallampati, kedua kelompok penelitian adalah homogen (Tabel 1). Perubahan rerata segmen ST pascapemberian obat dan tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, kelompok D [0,44 (0,42) mm menjadi 0,52 (0,42)] memberikan hasil yang lebih baik dibanding kelompok I [0,49 (0,30) mm menjadi 0,62 (0,38)] dengan nilai p berturut–turut, 0,091 dan 0,026. Perbedaan perubahan rerata segmen ST pada menit ke–3 dan ke–5 pasca tindakan laringoskopi dan intubasi trakea pada kedua kelompok tidak bermakna secara statistik (Gambar 1). Perbandingan perubahan rerata denyut nadi sebelum dan pascapemberian obat, kelompok D [85,55 (12,41) x/ menit menjadi 77,25 (12,13) x/ menit] memberikan hasil yang lebih baik dibanding kelompok I [86,20 (17,85) x/ menit menjadi 85,35 (18,11) x/ menit] dengan nilai p berturut–turut, 0,000 dan 0,506. Perubahan rerata denyut nadi saat tindakan laringoskopi intubasi, pada menit ke–3 dan ke–5 pascatindakan laringoskopi dan intubasi trakea pada kedua kelompok dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah yang secara statistik berbeda tetapi tidak bermakna (Gambar 2). Perbandingan perubahan rerata tekanan darah (TD) sistolik sebelum dan pascapemberian obat, kelompok D [139,50 (21,78) mmHg menjadi 123,40 (20,31) mmHg] memberikan hasil setara dengan kelompok I [136,25 (24,53) mmHg menjadi 125,80 (20,06) mmHg] dengan nilai p berturut–turut, 0,006 dan 0,004. Perubahan rerata TD sistolik saat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea dan menit ke–3 pascatindakan laringoskopi dan intubasi trakea pada kedua kelompok secara statistik berbeda tetapi tidak bermakna. Perubahan rerata TD sistolik pada menit ke–5 pascatindakan laringoskopi dan intubasi trakea, kelompok D [124,65 (21,24) mmHg menjadi 112,20 (14,85) mmHg] memberikan hasil yang lebih baik dibanding kelompok I [119,10 (19,46) mmHg menjadi 116,50 (11,46) mmHg] dengan nilai p berturut–turut, 0,012 dan 0,437 (Gambar 3). Perbandingan perubahan rerata TD diastolik sebelum dan pascapemberian obat, kelompok D [81,40 (14,74) mmHg menjadi 73,35 (11,60) mmHg] memberikan hasil yang setara dengan Tabel 1. Karakteristik demografi sampel penelitian Kelompok Perlakuan Isosorbid dinitrat Deksmedetomidin (n=20) (n=20) Variabel 1. Jenis Kelamin Perempuan 11 (55.00%) Laki–laki 9 (45.00%) 2. Status Fisik ASA I 12 (60.00%) ASA II 8 (40.00%) 3. Nilai Mallampati Mallampati I11 (55.00%) Mallampati II 9 (45.00%) 4. Umur (tahun) 37.95 (8.43) 5. Berat Badan (kg) 55.50 (48.00–71.00) 6. Tinggi Badan (cm) 161.50 (8.11) 7 .BMI (kg/ m2) 21.85 (2.22) p 11 (55.00%) 9 (45.00%) 1.000 12 (60.00%) 8 (40.00%) 1.000 11 (55.00%) 9 (45.00%) 37.95 (9.52) 56.00 (48.00–66.00) 161.35 (5.42) 21.51 (1.55) 1.000 1.000* 1.000** 0.946* 0.574* Data untuk jenis kelamin, status fisik, dan nilai mallampati disajikan dalam bentuk frekuensi (persentase), dan nilai p didapat dengan menggunakan Chi–square test. * Data untuk umur, tinggi badan, dan BMI disajikan dalam bentuk mean (SD), dan nilai p didapat dengan menggunakan independent samples–t test. ** Data untuk berat badan disajikan dalam bentuk median (minimum–maksimum), dan nilai p didapat dengan menggunakan Mann–Whitney test. 74 Majalah Kedokteran Terapi Intensif Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo Grafik 1. Perubahan mean segmen ST kedua kelompok Grafik 2. Perubahan mean denyut nadi kedua kelompok Grafik 3. Perubahan mean TD sistolik kedua kelompok Volume 2 Nomor 2 April 2012 75 Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat Intubasi Grafik 4. Perubahan mean TD diastolik kedua kelompok Grafik 5. Perubahan mean TA rerata kedua kelompok Grafik 6. Perubahan mean RPP kedua kelompok 76 Majalah Kedokteran Terapi Intensif Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo kelompok I [82,55 (13,31) mmHg menjadi 74,15 (11,47) mmHg] dengan nilai p berturut–turut, 0,005; 0,002. Perbedaan perubahan rerata TD diastolik saat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, menit ke–3 dan ke–5 pasca tindakan laringoskopi dan intubasi trakea pada kedua kelompok secara statistik tidak bermakna (Gambar 4). Perbandingan perubahan rerata TD arteri rerata sebelum dan pascapemberian obat, kelompok D [100,15 (19,56) mmHg menjadi 89,85 (15,64) mmHg] memberikan hasil yang setara dengan kelompok I [100,50 (16,68) mmHg menjadi 90,15 (13,79) mmHg] dengan nilai p berturut–turut, 0,005 dan 0,003. Perbedaan perubahan rerata TD arteri rerata saat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, menit ke–3 dan ke–5 pascatindakan laringoskopi dan intubasi trakea pada kedua kelompok secara statistik tidak bermakna (Gambar 5). Perbandingan perubahan rerata RPP sebelum dan pascapemberian obat, kelompok D [11944,40 (2496,22) menjadi 9492,50 (1871,33)] memberikan hasil setara dengan kelompok I [11611,15 (2565,25) menjadi 10638,20 (2265,43)] dengan nilai p berturut– turut, 0,000 dan 0,046. Perbedaan perubahan rerata RPP saat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea dan menit ke–3 tindakan laringoskopi dan intubasi trakea pada kedua kelompok secara statistik tidak bermakna. Perubahan rerata RPP pada menit ke–5 pasca tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, kelompok D [9902,75 (2325,42) menjadi 8645,00 (1519,16)] memberikan hasil yang lebih baik dibanding kelompok I [10214,55 (2250,50) menjadi 9852,00 (2097,17)] dengan nilai p berturut–turut, 0,003 dan 0,232 (Gambar 6). Perubahan rerata saturasi O2 kedua kelompok, baik kelompok deksmedetomidin maupun isosorbid dinitrat, setara dalam hal menghasilkan saturasi yang aman bagi pasien. Pada ke–40 sampel penelitian tidak ditemukan timbulnya efek samping akibat pemberian obat. PEMBAHASAN Tindakan laringoskopi dan intubasi trakea menyebabkan stimulasi sistem saraf simpatis berupa hipertensi, takikardi, dan peningkatan kebutuhan oksigen. Upaya pencegahan stimulasi saraf simpatis ini akan menguntungkan bagi pasien. Pada beberapa penelitian sebelumnya, isosorbid dinitrat dapat menekan respons peningkatan tekanan darah, perubahan hemodinamik dan, metabolisme miokard, serta denyut jantung akibat tindakan laringoskopi intubasi.12,13,14 Deksmedetomidin dapat Volume 2 Nomor 2 April 2012 menekan pelepasan norepinefrin dan epinefrin plasma melalui mekanisme aktivasi reseptor α2 adrenergik presinaps yang akan menghambat pelepasan neurotransmiter di ujung saraf. Hal ini menyebabkan penurunan kadar norepinefrin plasma sehingga hemodinamik dan respons endokrin lebih stabil.4,15 Penelitian ini menunjukkan bahwa deksmedetomidin lebih efektif dan aman bagi pasien dalam menekan terjadinya perubahan segmen ST, dan menurunkan denyut nadi. Pada semua waktu penilaian variabel tekanan darah, RPP, dan saturasi O2 kedua kelompok menunjukkan perbaikan dari nilai awal. Isosorbid dinitrat telah lama digunakan sebagai anti angina maupun vasodilator koroner. Hal ini akan menyebabkan peningkatan suplai O2 miokard. Mekanisme ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan O2 miokard yang meningkat akibat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.16 Deksmedetomidin merupakan obat golongan agonis reseptor α2 adrenergik yang relatif masih baru, bekerja secara sentral, mempunyai efek analgesia dan sedasi, serta menyebabkan penurunan tekanan darah, denyut jantung. dan efek sedatif. Tindakan laringoskopi dan intubasi trakea dapat meningkatkan kebutuhan O2 miokard sehingga pemberian deksmedetomidin bisa mengatasi efek yg tidak diiginkan tersebut.6 Penurunan denyut jantung akibat pemberian deksmedetomidin akan memberikan waktu yang lebih panjang pada waktu pengisian sirkulasi koroner saat diastolik. Hal ini menyebabkan volume darah yang memasuki sirkulasi koroner meningkat sehingga dapat memperbaiki suplai O2 miokard. Saat dilakukan intubasi terjadi peningkatan segmen ST baik pada pemberian isosorbid dinitrat maupun deksmedetomidin. Peningkatan segmen ST pada pemberian isosorbid dinitrat lebih tinggi dibandingkan pada pemberian deksmedetomidin (Gambar 1). Baik isosorbid dinitrat maupun deksmedetomidin mampu menurunkan tekanan darah dan RPP, serta memperbaiki saturasi O2. Kedua hal tersebut di atas sesuai dengan penjelasan bahwa isosorbid dinitrat akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah dan memperbaiki suplai O2 miokard melalui mekanisme vasodilator koroner. Deksmedetomidin akan menyebabkan penurunan denyut jantung dan tekanan darah. Kedua obat tersebut disimpulkan dapat mencegah terjadinya peningkatan respons hemodinamik akibat tindakan laringoskopi intubasi, sedangkan untuk menekan terjadinya perubahan segmen ST, deksmedetomidin 77 Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat Intubasi lebih superior dibanding kelompok isosorbid dinitrat. Data menit ke–3 dan ke–5 pascatindakan laringoskopi dan intubasi trakea memiliki banyak faktor bias atau perancu sehingga memiliki nilai yang kurang representatif untuk penelitian, dimana terdapat waktu untuk memberikan anestesi yang dalam kepada pasien untuk menormalkan tanda– tanda vital dan respons hemodinamik yang terjadi. Dari analisis dan uji statistik yang telah dilakukan, signifikansi perubahan pada segmen ST elektrokardiografi dan respons hemodinamik akibat tindakan laringoskopi intubasi sesuai dengan hipotesis bahwa deksmedetomidin lebih baik dalam menekan perubahan yang terjadi dibandingkan dengan isosorbid dinitrat. Kardiovaskular yang stabil akan memudahkan tercapainya keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 miokard, sehingga proses iskemia (perubahan pada segmen ST) dapat dicegah. Penurunan tekanan darah dan denyut nadi pada pemberian deksmedetomidin terjadi lebih cepat disebabkan karena simpatolitik yang bekerja secara sentral. KESIMPULAN Pada penelitian dapat disimpulkan bahwa pada kedua kelompok menunjukkan efek positif proteksi miokard lebih superior dan lebih aman bagi pasien pada pemberian deksmedetomidin sebelum induksi dibanding pemberian isosorbid dinitrat. DAFTAR PUSTAKA 1. Morocco M, Reichman EF. Airway management in the emergency department. Ann Emergency Med. 2003; 31: 37– 48. 2. Menda F, Koner O, Sayin M, Ture H, Imer P, Aykac B. Dexmedetomidine as an adjunct to anesthetic induction to attenuate hemodynamic response to endotracheal intubation in patients undergoing fast–track CABG. Ann Cardiac Anaesthesia. 2010; 131: 16–21. 3. Aghdaii N, Azarfarin R, Yazdanian F, Faritus SZ. Cardiovascular responses to orotracheal intubation in patients undergoing coronary artery bypass grafting surgery. MEJ. Anesth. 2010 ; 20(6): 833–37. 4. Hatano Y, Imai R, Komatsu K, Mori K. Intravenous administration of isosorbide dinitrate attenuates the pressor response to laryngoscopy and intubation. Acta Anaesthesiol Scand. 1989;33(3):214–18. 78 5. Davis ME, Jones CJH, Feneck RO, Walesby RK. The effects of intravenous nitroglycerin and isosorbide dinitrate on hemodynamics and myocardial metabolism. J Cardiothoracic Anesth. 1989; 3(6): 712–19. 6. Bijoria K, Wig J, Bajaj A, Sapru RP. Isosorbide dinitrate spray: attenuation of cardiovascular responses to laryngoscopy and intubation. Anaesthesia. 1992; 47(6): 523–26. 7. Willigers HM, Prinzen FW, Roekaerts PM, Lange S, Durieux ME. Dexmedetomidine decreases perioperative myocardial lactate release in dogs. Anesth Analg. 2003; 96: 657–64. 8. Ozkose Z, Demir FS, Pampal K, Yardim S. Hemodynamic and anesthetic advantages of dexmedetomidine, an α2 agonists for surgery in prone position. Tohoku J. Exp. Med. 2006; 210: 153–60. 9. Kaymak C, Basar H, Doganci N, Sert O, Apan A. The effects of perioperative low–moderate doses of dexmedetomidine infusion on hemodynamics and neuroendocrine parameters. Turk. J. Med. Sci. 2008; 381: 65–71. 10. Bekker A, Sturaitis M, Bloom M, Moric M, Golfinos J, Parker E, et al. The effect of dexmedetomidine on perioperative hemodynamics in patient undergoing craniotomy. Neurosurgical Anesthesiology. 2008; 107(4): 1340–347. 11. Klamt JG, Vicente WVA, Garcia LV, Ferreira CA. Hemodynamics effects of the combination of dexmedetomidine–fentanyl versus midazolam–fentanyl in children undergoing cardiac surgery with cardiopulmonary bypass. Rev Bras Anestesiol. 2010; 60(4): 350–56. 12. Suparto, Flores OC, Layusa CAA. A randomized controlled trial on the effectiveness of dexmedetomidine versus fentanyl in attenuating the sympathetic response to direct laryngoscopy and endotracheal intubation. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(3): 126–31. 13. Sarwono J. IBM SPSS statistics 19. Elex Media Komputindo Gramedia. Jakarta. 2011. 14. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan edisi ke–4. Salemba Medika. Jakarta. 2009 15. Yazbek KVG, Aouad MM. Perioperative uses of dexmedetomidine. MEJ. Anesth. 2006; 18(6): 1043–55. 16. Conachie I. Anesthesia for the high risk patient 2nd edition. Cambridge University Press. USA. 2009 Majalah Kedokteran Terapi Intensif