Download Document

Survey
yes no Was this document useful for you?
   Thank you for your participation!

* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project

Document related concepts
no text concepts found
Transcript
ARTIKEL PENELITIAN
Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan
Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan
Respons Hemodinamik saat Intubasi
Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo
ABSTRACT
Background: Hypertension and tachycardia,
secondary during laryngoscopy and tracheal
intubation, which may lead to myocardial ischemia
due to imbalance of myocardial oxygen supply–
demand. Isosorbide dinitrate and dexmedetomidine
has been shown to blunt the hemodynamic responses
due to laryngoscopy and tracheal intubation.
Objective: The purpose of the study is to compare
the changes of ST segment and hemodynamic
response due to laryngoscopy and tracheal intubation
after administration of either isosorbide dinitrate or
dexmedetomidine.
Methods: Forty patients with ASA physical status
I and II, Mallampati score I and II were scheduled
for elective surgery under general anesthesia who
required orotracheal intubation were randomly
divided into either isosorbide dinitrate (I) group
(n=20) or dexmedetomidine (D) group (n=20). The
same protocol of anesthetic medications was used.
ST segment, heart rate, non invasive systolic and
diastolic blood pressure, mean arterial pressure, and
oxygen saturation were recorded before and after
Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
Rumah Sakit Umum daerah DR Moewardi
Jl. Kol. Sutarto No. 132, Surakarta
Korespondensi : [email protected]
72
anesthesia induction, during intubation and in the
third and fifth minutes after laryngoscopy.
Results: In both study groups, basic hemodynamic
variables were not significantly different (p > 0.05).
During intubation, the changes of ST segment were
significantly better in group D (0.44±0.41 mm to
0.52±0.42 mm, p 0.091) as compared to group I
(0.49±0.30 mm to 0.62±0.38 mm, p 0.026). Heart
rate was significantly decreased after anesthesia
induction in group D (85.55±12.41 x/ minutes to
77.25±12.13 x/ minutes, p 0.000) as compared to
group I (86.20±17.85 x/ minutes to 85.35±18.11 x/
minutes, p 0.506).
Conclusion: Preinduction infusion of isosorbide
dinitrate and dexmedetomidine both lowering blood
pressure, but mean heart rate significantly lower in
dexmedetomidine, as well as better than isosorbide
dinitrate to control the changes of ST segment. (Maj
Ked Ter Intensif. 2012; 2(2): 73 - 79)
Keywords: Laryngoscopy, tracheal intubation,
hemodynamic responses, ST segment, isosorbide
dinitrate, dexmedetomidine.
PENDAHULUAN
Laringoskopi dan intubasi trakea menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.
Mekanisme respons kardiovaskular ini berhubungan
dengan refleks simpatis yang timbul akibat
stimulasi pada laring dan trakea.1 Peningkatan kadar
norepinefrin dan epinefrin plasma yang signifikan
juga terjadi akibat respons simpatis yang timbul.2
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo
Telah dilakukan banyak penelitian untuk
mengetahui teknik maupun obat anestesi terbaik
untuk mengendalikan respons hemodinamik akibat
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.3
Isosorbid dinitrat merupakan vasodilator dari
golongan nitrat, yang digunakan sebagai anti angina.
Sementara deksmedetomidin merupakan agonis
reseptor α2 adrenergik yang memiliki efek sedasi,
analgesia, dan simpatolitik. Mekanisme pengendalian
perubahan hemodinamik yang berbeda antara kedua
obat, mendorong penulis untuk melakukan penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui perubahan yang
terjadi akibat tindakan laringoskopi intubasi pada
pemberian isosorbid dinitrat dan deksmedetomidin.
Isosorbid dinitrat telah diteliti penggunaannya
dalam menekan respons hemodinamik yang timbul
akibat laringoskopi intubasi4-6. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa isosorbid dinitrat mempunyai
efek proteksi positif terhadap respons hemodinamik.
Beberapa peneliti melakukan penelitian tentang
penggunaan deksmedetomidin yang bertujuan
untuk mengetahui efektivitas deksmedetomidin
dalam menekan respons simpatis akibat tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa deksmedetomidin memberikan
efek proteksi positif terhadap respons simpatis
berlebih akibat tindakan laringoskopi dan intubasi
trakea, sehingga dapat menurunkan insidens iskemia
miokard.2,4-9
Penelitian ini bertujuan membandingkan
efektifitas pemberian isosorbid dinitrat dengan
deksmedetomidin terhadap perubahan segmen ST
pada EKG dan respons hemodinamik yang terjadi
akibat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.
METODE
Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar
ganda. Penelitian dimulai pada bulan Januari 2012
sampai Februari 2012 setelah mendapat persetujuan
dari komite etik rumah sakit, dengan jumlah sampel
40 orang pasien. Penelitian dilakukan di Instalasi
Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kriteria inklusi adalah pasien usia 20–59
tahun dan status fisik ASA I–II, yang akan menjalani
bedah elektif dengan anestesi umum dan intubasi
trakea. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan
faktor risiko kardiovaskuler ataupun intrakranial
sebelumnya, wanita hamil atau menyusui. Kriteria
pengeluaran bila tindakan laringoskopi dan intubasi
trakea lebih dari 30 detik.
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi
dilakukan randomisasi untuk dimasukkan ke dalam
2 kelompok perlakuan; kelompok isosorbid dinitrat
Volume 2 Nomor 2 April 2012
(I) dan kelompok deksmedetomidin (D). Pasien
dipuasakan selama 6 jam prabedah dan diberikan
obat premedikasi (diazepam 2 mg per oral malam
sebelum operasi). Kemudian dilakukan pemasangan
infus dengan kateter intravena 18G, diberikan cairan
NaCl 0,9% sejumlah 2ml/kgBB/jam puasa dalam
waktu 15–30 menit sebagai pengganti puasa, dan
cairan selanjutnya diberikan sejumlah 2ml/kgBB/
jam sebagai cairan rumatan.
Pemasangan monitor dan pencatatan status
hemodinamik (segmen ST, tekanan darah sistolik,
diastolik, tekanan arteri rerata, denyut jantung,
dan saturasi O2) sebagai data awal (data ke–1).
Pemberian isosorbid dinitrat 50µg/kg pada kelompok
I, dan deksmedetomidin 0,5µg/kg pada kelompok
D, dengan menggunakan syringe pump selama 12
menit. Pasien diberikan preoksigenasi selama 5 menit
dilanjutkan dengan induksi anestesi menggunakan
propofol 1mg/kgBB intravena selama 30 detik.
Dilakukan pencatatan data ke–2.
Pemberian vecuronium 0,08 mg/ kgBB intravena
sebagai fasilitas intubasi selama 15 detik. Selama
induksi, pasien diberikan sevofluran 1 vol%, 50%
N2O dalam O2, dan ventilasi manual ± 12 x/ menit.
Kemudian dilakukan prosedur laringoskopi direk
dan intubasi endotrakeal. Dilakukan pencatatan
data ke–3, sedangkan pencatatan data ke–4, dan 5,
dilakukan pada menit ke–3 dan ke–5 pasca tindakan
laringoskopi dan intubasi trakeal.
Selama penelitian dicatat efek yang tidak
diinginkan seperti reaksi alergi.
Data yang didapatkan dilakukan analisa dengan
program IBM SPSS Statistics19.
Dilakukan pencarian nilai mean dari variabel data
demografi dan kemudian dilakukan uji normalitas
(uji Shapiro–Wilk) untuk mengetahui distribusi data,
yang dilanjutkan dengan uji hipotesis yang sesuai
dengan hasil uji normalitas dan sifat variabel. Data
variabel kategorik dengan distribusi normal dilakukan
uji hipotesis independent samples t–test, sedangkan
data dengan distribusi tidak normal dilakukan uji
hipotesis Chi–square test, jika syarat terpenuhi.11
Untuk data hasil penelitian, keseluruhan data
yang diperoleh merupakan data numerik. Kemudian
dilakukan uji normalitas (uji Shapiro–Wilk) untuk
mengetahui distribusi data, yang dilanjutkan
dengan uji hipotesis yang sesuai dengan hasil uji
normalitas.10
Data dengan distribusi normal dilakukan uji
hipotesis independent samples t–test, sedangkan data
dengan distribusi tidak normal dilakukan Mann–
Whitney test.11
Untuk mengetahui pengaruh pemberian obat
73
Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat
Intubasi
pada satu kelompok, dilakukan dengan uji hipotesis
berpasangan. Data dengan distribusi normal
dilakukan uji hipotesis dependent samples t–test,
sedangkan data dengan distribusi tidak normal
dilakukan Wilcoxon test.11
HASIL
Karakteristik demografi berdasarkan umur, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan, BMI, status fisik,
dan nilai Mallampati, kedua kelompok penelitian
adalah homogen (Tabel 1).
Perubahan rerata segmen ST pascapemberian
obat dan tindakan laringoskopi dan intubasi trakea,
kelompok D [0,44 (0,42) mm menjadi 0,52 (0,42)]
memberikan hasil yang lebih baik dibanding
kelompok I [0,49 (0,30) mm menjadi 0,62 (0,38)]
dengan nilai p berturut–turut, 0,091 dan 0,026.
Perbedaan perubahan rerata segmen ST pada menit
ke–3 dan ke–5 pasca tindakan laringoskopi dan
intubasi trakea pada kedua kelompok tidak bermakna
secara statistik (Gambar 1).
Perbandingan perubahan rerata denyut nadi
sebelum dan pascapemberian obat, kelompok D
[85,55 (12,41) x/ menit menjadi 77,25 (12,13) x/
menit] memberikan hasil yang lebih baik dibanding
kelompok I [86,20 (17,85) x/ menit menjadi 85,35
(18,11) x/ menit] dengan nilai p berturut–turut, 0,000
dan 0,506.
Perubahan rerata denyut nadi saat tindakan
laringoskopi intubasi, pada menit ke–3 dan ke–5
pascatindakan laringoskopi dan intubasi trakea
pada kedua kelompok dapat mencegah terjadinya
peningkatan tekanan darah yang secara statistik
berbeda tetapi tidak bermakna (Gambar 2).
Perbandingan perubahan rerata tekanan darah
(TD) sistolik sebelum dan pascapemberian obat,
kelompok D [139,50 (21,78) mmHg menjadi 123,40
(20,31) mmHg] memberikan hasil setara dengan
kelompok I [136,25 (24,53) mmHg menjadi 125,80
(20,06) mmHg] dengan nilai p berturut–turut, 0,006
dan 0,004.
Perubahan rerata TD sistolik saat tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea dan menit ke–3
pascatindakan laringoskopi dan intubasi trakea
pada kedua kelompok secara statistik berbeda tetapi
tidak bermakna. Perubahan rerata TD sistolik pada
menit ke–5 pascatindakan laringoskopi dan intubasi
trakea, kelompok D [124,65 (21,24) mmHg menjadi
112,20 (14,85) mmHg] memberikan hasil yang lebih
baik dibanding kelompok I [119,10 (19,46) mmHg
menjadi 116,50 (11,46) mmHg] dengan nilai p
berturut–turut, 0,012 dan 0,437 (Gambar 3).
Perbandingan perubahan rerata TD diastolik
sebelum dan pascapemberian obat, kelompok
D [81,40 (14,74) mmHg menjadi 73,35 (11,60)
mmHg] memberikan hasil yang setara dengan
Tabel 1. Karakteristik demografi sampel penelitian
Kelompok Perlakuan
Isosorbid dinitrat
Deksmedetomidin
(n=20)
(n=20)
Variabel
1. Jenis Kelamin
Perempuan
11 (55.00%)
Laki–laki
9 (45.00%)
2. Status Fisik
ASA I
12 (60.00%)
ASA II
8 (40.00%)
3. Nilai Mallampati
Mallampati I11
(55.00%)
Mallampati II
9 (45.00%)
4. Umur (tahun)
37.95 (8.43)
5. Berat Badan (kg)
55.50 (48.00–71.00)
6. Tinggi Badan (cm)
161.50 (8.11)
7 .BMI (kg/ m2)
21.85 (2.22)
p
11 (55.00%)
9 (45.00%)
1.000
12 (60.00%)
8 (40.00%)
1.000
11 (55.00%)
9 (45.00%)
37.95 (9.52)
56.00 (48.00–66.00)
161.35 (5.42)
21.51 (1.55)
1.000
1.000*
1.000**
0.946*
0.574*
Data untuk jenis kelamin, status fisik, dan nilai mallampati disajikan dalam bentuk frekuensi (persentase), dan nilai p didapat dengan menggunakan Chi–square test.
* Data untuk umur, tinggi badan, dan BMI disajikan dalam bentuk mean (SD), dan nilai p didapat dengan menggunakan independent
samples–t test.
** Data untuk berat badan disajikan dalam bentuk median (minimum–maksimum), dan nilai p didapat dengan menggunakan Mann–Whitney
test.
74
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo
Grafik 1. Perubahan mean segmen ST kedua kelompok
Grafik 2. Perubahan mean denyut nadi kedua kelompok
Grafik 3. Perubahan mean TD sistolik kedua kelompok
Volume 2 Nomor 2 April 2012
75
Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat
Intubasi
Grafik 4. Perubahan mean TD diastolik kedua kelompok
Grafik 5. Perubahan mean TA rerata kedua kelompok
Grafik 6. Perubahan mean RPP kedua kelompok
76
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo
kelompok I [82,55 (13,31) mmHg menjadi 74,15
(11,47) mmHg] dengan nilai p berturut–turut, 0,005;
0,002. Perbedaan perubahan rerata TD diastolik saat
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, menit ke–3
dan ke–5 pasca tindakan laringoskopi dan intubasi
trakea pada kedua kelompok secara statistik tidak
bermakna (Gambar 4).
Perbandingan perubahan rerata TD arteri rerata
sebelum dan pascapemberian obat, kelompok D
[100,15 (19,56) mmHg menjadi 89,85 (15,64)
mmHg] memberikan hasil yang setara dengan
kelompok I [100,50 (16,68) mmHg menjadi 90,15
(13,79) mmHg] dengan nilai p berturut–turut, 0,005
dan 0,003. Perbedaan perubahan rerata TD arteri
rerata saat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea,
menit ke–3 dan ke–5 pascatindakan laringoskopi dan
intubasi trakea pada kedua kelompok secara statistik
tidak bermakna (Gambar 5).
Perbandingan perubahan rerata RPP sebelum
dan pascapemberian obat, kelompok D [11944,40
(2496,22) menjadi 9492,50 (1871,33)] memberikan
hasil setara dengan kelompok I [11611,15 (2565,25)
menjadi 10638,20 (2265,43)] dengan nilai p berturut–
turut, 0,000 dan 0,046. Perbedaan perubahan rerata
RPP saat tindakan laringoskopi dan intubasi trakea
dan menit ke–3 tindakan laringoskopi dan intubasi
trakea pada kedua kelompok secara statistik tidak
bermakna.
Perubahan rerata RPP pada menit ke–5 pasca
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, kelompok
D [9902,75 (2325,42) menjadi 8645,00 (1519,16)]
memberikan hasil yang lebih baik dibanding
kelompok I [10214,55 (2250,50) menjadi 9852,00
(2097,17)] dengan nilai p berturut–turut, 0,003 dan
0,232 (Gambar 6).
Perubahan rerata saturasi O2 kedua kelompok,
baik kelompok deksmedetomidin maupun isosorbid
dinitrat, setara dalam hal menghasilkan saturasi yang
aman bagi pasien. Pada ke–40 sampel penelitian
tidak ditemukan timbulnya efek samping akibat
pemberian obat.
PEMBAHASAN
Tindakan laringoskopi dan intubasi trakea
menyebabkan stimulasi sistem saraf simpatis berupa
hipertensi, takikardi, dan peningkatan kebutuhan
oksigen. Upaya pencegahan stimulasi saraf simpatis
ini akan menguntungkan bagi pasien.
Pada beberapa penelitian sebelumnya, isosorbid
dinitrat dapat menekan respons peningkatan tekanan
darah, perubahan hemodinamik dan, metabolisme
miokard, serta denyut jantung akibat tindakan
laringoskopi intubasi.12,13,14 Deksmedetomidin dapat
Volume 2 Nomor 2 April 2012
menekan pelepasan norepinefrin dan epinefrin
plasma melalui mekanisme aktivasi reseptor α2
adrenergik presinaps yang akan menghambat
pelepasan neurotransmiter di ujung saraf. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar norepinefrin plasma
sehingga hemodinamik dan respons endokrin lebih
stabil.4,15
Penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
deksmedetomidin lebih efektif dan aman bagi pasien
dalam menekan terjadinya perubahan segmen ST,
dan menurunkan denyut nadi. Pada semua waktu
penilaian variabel tekanan darah, RPP, dan saturasi
O2 kedua kelompok menunjukkan perbaikan dari
nilai awal.
Isosorbid dinitrat telah lama digunakan sebagai
anti angina maupun vasodilator koroner. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan suplai O2 miokard.
Mekanisme ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan O2 miokard yang meningkat akibat
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.16
Deksmedetomidin merupakan obat golongan
agonis reseptor α2 adrenergik yang relatif masih
baru, bekerja secara sentral, mempunyai efek
analgesia dan sedasi, serta menyebabkan penurunan
tekanan darah, denyut jantung. dan efek sedatif.
Tindakan laringoskopi dan intubasi trakea dapat
meningkatkan kebutuhan O2 miokard sehingga
pemberian deksmedetomidin bisa mengatasi efek yg
tidak diiginkan tersebut.6
Penurunan denyut jantung akibat pemberian
deksmedetomidin akan memberikan waktu yang lebih
panjang pada waktu pengisian sirkulasi koroner saat
diastolik. Hal ini menyebabkan volume darah yang
memasuki sirkulasi koroner meningkat sehingga
dapat memperbaiki suplai O2 miokard.
Saat dilakukan intubasi terjadi peningkatan
segmen ST baik pada pemberian isosorbid dinitrat
maupun deksmedetomidin. Peningkatan segmen
ST pada pemberian isosorbid dinitrat lebih tinggi
dibandingkan pada pemberian deksmedetomidin
(Gambar 1). Baik isosorbid dinitrat maupun
deksmedetomidin mampu menurunkan tekanan
darah dan RPP, serta memperbaiki saturasi O2.
Kedua hal tersebut di atas sesuai dengan penjelasan
bahwa isosorbid dinitrat akan menyebabkan
terjadinya penurunan tekanan darah dan memperbaiki
suplai O2 miokard melalui mekanisme vasodilator
koroner. Deksmedetomidin akan menyebabkan
penurunan denyut jantung dan tekanan darah. Kedua
obat tersebut disimpulkan dapat mencegah terjadinya
peningkatan respons hemodinamik akibat tindakan
laringoskopi intubasi, sedangkan untuk menekan
terjadinya perubahan segmen ST, deksmedetomidin
77
Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat
Intubasi
lebih superior dibanding kelompok isosorbid
dinitrat.
Data menit ke–3 dan ke–5 pascatindakan
laringoskopi dan intubasi trakea memiliki banyak
faktor bias atau perancu sehingga memiliki nilai
yang kurang representatif untuk penelitian, dimana
terdapat waktu untuk memberikan anestesi yang
dalam kepada pasien untuk menormalkan tanda–
tanda vital dan respons hemodinamik yang terjadi.
Dari analisis dan uji statistik yang telah
dilakukan, signifikansi perubahan pada segmen
ST elektrokardiografi dan respons hemodinamik
akibat tindakan laringoskopi intubasi sesuai dengan
hipotesis bahwa deksmedetomidin lebih baik dalam
menekan perubahan yang terjadi dibandingkan
dengan isosorbid dinitrat.
Kardiovaskular yang stabil akan memudahkan
tercapainya keseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 miokard, sehingga proses iskemia
(perubahan pada segmen ST) dapat dicegah.
Penurunan tekanan darah dan denyut nadi pada
pemberian deksmedetomidin terjadi lebih cepat
disebabkan karena simpatolitik yang bekerja secara
sentral.
KESIMPULAN
Pada penelitian dapat disimpulkan bahwa pada
kedua kelompok menunjukkan efek positif proteksi
miokard lebih superior dan lebih aman bagi pasien
pada pemberian deksmedetomidin sebelum induksi
dibanding pemberian isosorbid dinitrat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Morocco M, Reichman EF. Airway management
in the emergency department. Ann Emergency
Med. 2003; 31: 37– 48.
2. Menda F, Koner O, Sayin M, Ture H, Imer P,
Aykac B. Dexmedetomidine as an adjunct to
anesthetic induction to attenuate hemodynamic
response to endotracheal intubation in patients
undergoing fast–track CABG. Ann Cardiac Anaesthesia. 2010; 131: 16–21.
3. Aghdaii N, Azarfarin R, Yazdanian F, Faritus SZ.
Cardiovascular responses to orotracheal intubation in patients undergoing coronary artery bypass grafting surgery. MEJ. Anesth. 2010 ; 20(6):
833–37.
4. Hatano Y, Imai R, Komatsu K, Mori K. Intravenous administration of isosorbide dinitrate
attenuates the pressor response to laryngoscopy and intubation. Acta Anaesthesiol Scand.
1989;33(3):214–18.
78
5. Davis ME, Jones CJH, Feneck RO, Walesby RK.
The effects of intravenous nitroglycerin and isosorbide dinitrate on hemodynamics and myocardial metabolism. J Cardiothoracic Anesth. 1989;
3(6): 712–19.
6. Bijoria K, Wig J, Bajaj A, Sapru RP. Isosorbide
dinitrate spray: attenuation of cardiovascular responses to laryngoscopy and intubation. Anaesthesia. 1992; 47(6): 523–26.
7. Willigers HM, Prinzen FW, Roekaerts PM,
Lange S, Durieux ME. Dexmedetomidine decreases perioperative myocardial lactate release
in dogs. Anesth Analg. 2003; 96: 657–64.
8. Ozkose Z, Demir FS, Pampal K, Yardim S. Hemodynamic and anesthetic advantages of dexmedetomidine, an α2 agonists for surgery in
prone position. Tohoku J. Exp. Med. 2006; 210:
153–60.
9. Kaymak C, Basar H, Doganci N, Sert O, Apan A.
The effects of perioperative low–moderate doses
of dexmedetomidine infusion on hemodynamics
and neuroendocrine parameters. Turk. J. Med.
Sci. 2008; 381: 65–71.
10. Bekker A, Sturaitis M, Bloom M, Moric M,
Golfinos J, Parker E, et al. The effect of dexmedetomidine on perioperative hemodynamics in
patient undergoing craniotomy. Neurosurgical
Anesthesiology. 2008; 107(4): 1340–347.
11. Klamt JG, Vicente WVA, Garcia LV, Ferreira
CA. Hemodynamics effects of the combination of dexmedetomidine–fentanyl versus midazolam–fentanyl in children undergoing cardiac
surgery with cardiopulmonary bypass. Rev Bras
Anestesiol. 2010; 60(4): 350–56.
12. Suparto, Flores OC, Layusa CAA. A randomized controlled trial on the effectiveness of dexmedetomidine versus fentanyl in attenuating the
sympathetic response to direct laryngoscopy and
endotracheal intubation. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(3): 126–31.
13. Sarwono J. IBM SPSS statistics 19. Elex Media
Komputindo Gramedia. Jakarta. 2011.
14. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan edisi ke–4. Salemba Medika. Jakarta.
2009
15. Yazbek KVG, Aouad MM. Perioperative uses
of dexmedetomidine. MEJ. Anesth. 2006; 18(6):
1043–55.
16. Conachie I. Anesthesia for the high risk patient
2nd edition. Cambridge University Press. USA.
2009
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Related documents