Download Thyroid Disorders

Survey
yes no Was this document useful for you?
   Thank you for your participation!

* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project

Document related concepts
no text concepts found
Transcript
Pharmacotherapy of
Thyroid Disorders
Rahmi Yosmar, M.Farm, Apt
THYROID
DISORDERS ?
Thyroid disorders encompass a variety of
disease states affecting thyroid hormone
production or secretion that result in
alterations in metabolic stability.
Hyperthyroidism and hypothyroidism are
the clinical and biochemical syndromes
resulting from increased and decreased
thyroid hormone production, respectively.
FISIOLOGI HORMON TIROID
 Hormon
tiroid :
tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) dibentuk pada tiroglobulin,
yaitu suatu glikoprotein besar yang disintesis
dalam sel tiroid.
 Iodida inorganik memasuki sel folikel tiroid
dan dioksidasi oleh tiroid peroksidase dan
terikat secara kovalen ke residu tirosin dari
tiroglobulin.
 Residu tiroid teriodinase → monoiodotirosin
(MIT) dan diioditirosin (DIT) bergabung
membentuk iodotironin dalam reaksi yang
dikatalisa oleh tiroid peroksidase.
 DIT dan DIT membentuk T4, sedang MIT dan
DIT membentuk T3.
 Produksi hormon tiroid diatur oleh TSH
yang disekresi pituitari anterior, yang berada
di bawah kontrol negative feedback oleh
hormon
tiroid,
bebas
di
sirkulasi
dan pengaruh positif dari hypothalamic
thyrotropin-releasing hormone (TRH).
 Produksi hormon tiroid juga diatur oleh
deiodinasi ekstratiroid T4 menjadi T3 yang
bisa dipengaruhi nutrisi, hormon non-tiroid,
obat-obatan dan penyakit.
 Hormon Triiodotironin (T3) dan Tiroksin (T4)
bertanggung jawab untuk pertumbuhan,
perkembangan, fungsi dan pemeliharaan
jaringan tubuh yang optimal
HIPERTIROID
 Pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan
diperkirakan terjadi akibat
stimulasi
abnormal
kelenjar
tiroid
oleh
immunoglobulin dalam darah
 Hipertiroid merupakan sekresi hormon tiroid
yang berlebihan, dimanifestasikan melalui
peningkatan metabolisme.
Penyebab :
 Herediter
 Toksik Adenoma
 Tumor kelenjar hipofise
 Tiroiditis sub akut
 Kanker tiroid
 Terapi hormon tiroid berlebihan
Gejala :
 Tekanan darah tinggi
 Percepatan denyut jantung
 Banyak keringat
 Sulit tidur
 Gelisah dan gemetar
 Nafsu makan bertambah
 Frekuensi BAB bertambah
 Mata bengkak,memerah dan peka terhadap
cahaya
 Mata melotot, kedipan mata berkurang
HIPOTIROID
 Hipotiroid ialah sekresi tiroid yang tidak
adekuat selama perkembangan janin dan
neonatus yang nantinya akan menghambat
pertumbuhan fisik dan mental (kretinisme),
karena penekanan aktivitas metabolik tubuh
secara umum.
 Sebagian besar pasien hipotiroid memiliki
kegagalan kelenjar tiroid (hipotiroidisme
primer).
 Penyebabnya : tiroiditis autoimun kronik
dimana sistem imun menyerang kelenjar
tiroid, hipotiroidisme iatrogenik, defisiensi
iod, kekurangan enzim, hipoplasia tiroid dan
goitrogens
Gejala :
 Denyut nadi melambat
 Tidak tahan cuaca dingin
 Lambat berbicara
 Sambelit
 Berat badan bertambah
 Kulit kering dan bersisik
 Kelopak mata menurun
 Suara serak
 Kuku rapuh
 Gangguan haid & hilangnya libido
Pemeriksaan Penunjang
a. Hipertiroidisme
 T4 Serum : Ditemukan peningkatan T4 serum pada
hipertiroid. T4 serum normal antara 4,5 dan 11,5
mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L).Kadar T4 serum
merupakan tanda yang akurat untuk menunjukkan
adanya hipertiroid.
 T3 Serum : Kadar T3 serum biasanya meningkat.
Normal T3 serum adalah 70-220 mg/dl (1,15
hingga 3,10 nmol/L).
 Tes T3 Ambilan Resin : Pada hipertiroid, ambilan
T3 lebih besar dari 35% (meningkat). Normal
ambilan T3 ialah 25% hingga 35% (fraksi ambilan
relative: 0,25 hingga 0,35).
Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormon)
Pada hipertiroid ditemukan penurunan
kadar TSH serum
Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)
Tes TRH akan sangat berguna bila Tes
T3 dan T4 tidak dapat dianalisa.Pada
hipertiroidisme akan ditemukan penurunan
kadar TRH serum.
Tiroslobulin
Pemeriksaan Tiroslobulin melalui
pemeriksaan radio immunoassay.Kadar
tiroslobulin meningkat pada hipertiroid.
b. Hipotiroidisme
 T4 Serum
Penentuan T4 serum dengan tekhnik radio
immunoassay pada hipotiroid ditemukan
kadar T4 serum normal sampai rendah.
Normal kadar T4 serum diantara 4,5 dan
11,5 mg/dl (58,5 hinnga 150 nmol/L)
 T3 Serum
Kadar T3 serum biasanya dalam keadaan
normal-rendah.Normal kadar T3 serum
adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga
3,10 nmol/L)
 Tes T3 Ambilan Resin
Pada hipotiroidisme, maka hasil tesnya
kurang dari 25% (0,25)
 Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)
Pada
hiportiroidisme akan ditemukan
peningkatan kadar TRH serum.
 Tes TSH (Thyrotropin Stimulating Hormon)
Pada hipotiroid yang disebabkan oleh
keadaan kelenjar tiroid maka akan
ditemukan peningkatan kadar TSH serum.
Tujuan Terapi
 Untuk hipertiroid : menormalkan produksi
hormon tiroid; mengurangi gejala dan
konsekuensi jangka panjang; dan memberikan
terapi individual berdasar tipe dan keparahan
penyakit, usia pasien dan kelamin, adanya
kondisi non-tiroid, dan respon terhadap terapi
sebelumnya.
 Untuk hipotiroid : memulihkan metabolisme
pasien kembali kepada keadaan metabolik
normal, dengan cara mengganti hormon yang
hilang.
 Three common treatment modalities are
used in the management of hyperthyroidism:
surgery, antithyroid medications, and
radioactive iodine (RAI)
 The overall therapeutic objectives are to
eliminate the excess thyroid hormone and
minimize the symptoms and long-term
consequences of hyperthyroidism. Therapy
must be individualized based on the type and
severity of hyper-thyroidism, patient age and
gender, existence of nonthyroidal conditions, and response to previous therapy.
TERAPI
 TERAPI NON FARMAKOLOGI
 Operasi pengangkatan kelenjar tiroid : untuk
nodul, gondok ukuran besar, kurangnya
penanganan obat tiroid dan pasien yang
kontraindikasi terhadap tionamida (alergi atau
efek samping)
 Jika tiroidektomi akan dilakukan,
Propylthiouracil (PTU) atau methimazole (MMI)
biasanya diberikan selama 6 – 8 minggu, diikuti
dengan pemberian iodida (500mg/hari) selama
10 – 14 hari sebelum operasi, gunanya untuk
menurunkan vaskularitas kelenjar. Levotiroksin
dapat ditambahkan untuk mempertahankan
kondisi eutiroid sedangkan tionamida terus
diberikan.
 Propanolol telah digunakan selama beberapa
minggu sebelum operasi dan 7-10 hari setelah
operasi untuk menjaga denyut jantung <90
denyut/menit. Propanolol dikombinasi dengan
Kalium Iodida selama 10-40 hari.
 Komplikasi operasi termasuk serangan ulang
hipertiroid atau hipertiroid yang menetap (0,60,8%), hipotiroid (sampai 49%), hipoparatiroid
(sampai 4%), dan gangguan pita suara (sampai
5%). Frekuensi kemunculan hipotiroid
membutuhkan pemantauan secara periodik
untuk identifikasi dan penanganan.
Farmakoterapi
Hipertiroid
 Obat antitiroid :
1. Tionamid
2. Iodida
3. Adrenergik bloker
4. Radioaktif Iodin (RAI)
 Operasi
Hipotiroid
1. Levotiroksin (T4)
2. Liotironin (T3)
Terapi Farmakologi
(Antithyroid Pharmacotherapy/ Hipertiroid)
1. Thioureas (Thionamides)
Propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI)
mem-block sintesis hormon tiroid dengan inhibisi
sistem enzim peroksidase dari kelenjar tiroid,
sehingga mencegah oksidasi iodida dan
selanjutnya bergabung membentuk iodotirosin
dan akhirnya iodotironin (‘organifikasi’), dan
dengan inhibisi penggabungan MIT dan DIT
membentuk T4 dan T3. PTU (tapi bukan MMI) juga
meng-inhibit perubahan perifer dari T4 menjadi T3.
 Dosis awal termasuk PTU 300-600 mg sehari
(biasanya dalam tiga sampai empat dosis
terbagi) atau MMI 30-60 mg sehari dalam tiga
dosis terbagi. Terdapat bukti bahwa kedua obat
bisa diberikan dalam dosis harian tunggal.
 Dosis pemeliharaan harian adalah PTU 50-300
mg dan MMI 5-30 mg
 Terapi obat antitiroid sebaiknya dilanjutkan
sampai 12-24 bulan untuk memicu remisi jangka
panjang.
 Pasien sebaiknya diawasi tiap 6-12 bulan setelah
remisi. Jika terjadi serangan ulang, terapi
alternatif dengan radioactive iodine (RAI) disukai
sebagai rangkaian obat antitiroid kedua, karena
terapi lanjutan biasanya jarang memicu remisi.
2. Iodida
 Iodida menghalangi pelepasan hormon
tiroid, inhibit biosintesis hormon tiroid
dengan menghalangi penggunaan iodida
intratiroid, dan menurunkan ukuran dan
vaskularitas kelenjar.
 Perbaikan simtom terjadi dalam 2-7 hari sejak
memulai terapi, dan konsentrasi serum
T3 dan T4 bisa berkurang selama beberapa
minggu.
 Iodida sering digunakan sebagai terapi
tambahan untuk menyiapkan pasien dengan
penyakit Grave sebelum menjalani operasi,
untuk menginhibisi pelepasan hormon tiroid
dan dengan cepat mencapai keadaan euthyroid
(= kelenjar tiroid berfungsi normal) pada pasien
yang sangat tirotoksik dengan dekompensasi
kardia, atau untuk meng-inhibit pelepasan
hormon tiroid setelah terapi RAI.
 Kalium iodida tersedia sebagai larutan jenuh
atau larutan Lugol, mengandung 6,3 mg iodida
per tetes.
 Iodin tidak boleh digunakan untuk terapi
hipertiroidisme jangka panjang karena efek
antitiroidnya akan cenderung menghilang.
 Efek samping : reaksi hipersensitivitas (kulit
kemerahan, drug fever, rhinitis [inflamasi
membran mukosa hidung], pembengkakan
kelenjar ludah, ‘iodisme’ (rasa logam, mulut
dan tenggorokan terbakar, nyeri pada gigi
dan gusi, terkadang gangguan perut dan
diare.
3. Adrenergik bloker
β blocker digunakan secara luas untuk
mengurangi gejala tirotoksik seperti palpitasi,
cemas, tremor, dan tidak tahan panas. Agen ini
tidak mempunyai efek pada tirotoksikosis
perifer dan metabolisme protein dan tidak
mengurangi TSAb (Thyroid Stimulating
Antibody). Propanolol dan nadolol secara
parsial menghalangi perubahan T4 menjadi T3,
tapi kontribusinya kecil terhadap terapi
keseluruhan.
 Β blocker biasanya digunakan sebagai terapi
tambahan dengan obat antitiroid, RAI, atau
idodida dalam penanganan penyakit Grave atau
toxic nodule; pada persiapan untuk operasi
kelenjar tiroid. β blocker adalah terapi primer
hanya untuk tiroiditis dan hipertiroid yang
diinduksi iodin.
 Dosis propanolol yang dibutuhkan untuk
mengurangi gejala adrenergik bervariasi, tapi
dosis awal 20-40 mg 4 x sehari efektif untuk
kebanyakan pasien (denyut jantung <90
denyutan per menit). Pasien lebih muda atau
dalam kondisi lebih toksik bisa membutuhkan
sampai 240-480 mg/hari).
 β blocker dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung kongestif, kecuali kelainan
itu disebabkan takikardia. Efek samping lain
termasuk mual, muntah, cemas,
insomnia,bradikardi, dan gangguan hematologi.
 Simpatolitik yang bekerja sentral (seperti,
clonidin) dan antagonis Ca channel
blocker (seperti, diltiazem) bisa berguna untuk
mengontrol simtom ketika dikontraindikasikan
untuk β blocker.
4. Radioaktif Iodin (RAI)
Natrium iodida 131 (131I) adalah larutan oral
yang terkonsentrasi di tiroid dan mengganggu
sintesis hormon dengan penggabungan hormon
tiroid dan tiroglobulin. Setelah periode
beberapa minggu, folikel yang telah diambil RAI
dan folikel disekitarnya mengalami nekrosis
selular dan fibrosis jaringan interstitial.
RAI adalah senyawa pilihan untuk penyakit
Grave, nodul autonom toksik, dan gondok
multinodular toksik. Kehamilan merupakan
kontraindikasi absolut untuk penggunaan RAI.
 Pasien dengan penyakit kardiak dan pasien lansia
biasanya diterapi dengan thionamide sebelum
RAI ablation (ablation = pengangkatan jaringan)
karena hormon tiroid akan meningkat setelah
pemberian RAI karena pelepasan dari hormon
tiroid.
 Tujuan terapi : untuk menghancurkan sel –sel
tiroid yang sangat reaktif
 Dosis tunggal 4000 – 8000 rad menghasilkan
kondisi euthyroid pada 60 % pasien selama 6
bulan atau kurang.
 Dosis kedua RAI diberikan selama 6 bulan setelah
penanganan RAI pertama, jika pasien tetap
hipertiroid
 Efek samping :
 jangka pendek : disfagia daan tiroidal sedang
 Jangka panjang : resiko karsinoma tiroid,
leukemia atau gangguan kongenital
 Obat-obat antitioid sebaiknya tidak rutin
diberikan setelah RAI, karena penggunaannya
dihubungkan dengan tingginya kejadian
serangan hipertiroid setelah perawatan atau
hipertiroid yang menetap.
 Jika iodida diberikan, sebaiknya diberikan 3-7
hari setelah RAI untuk mencegah interaksi
dengan asupan RAI di kelenjar tiroid.
Farmakoterapi Hipotiroid
 Levotiroksin (T4) adalah obat pilihan untuk
penggantian hormon tiroid dan terapi supresif karena
stabil secara kimia, relatif murah, bebas antigen, dan
mempunyai potensi yang seragam; tetapi, semua
sediaan tiroid komersial yang ada bisa digunakan.
 Penggantian sediaan levotiroksin sebaiknya
dilakukan dengan hati-hati kecuali telah dicapai
bioekivalensi.
 Karena T3 adalah bentuk aktif biologis, pemberian
levotiroksin menghasilkan penumpukan hormon
tiroid yang siap diubah menjadi T3.
 Kolestiramin, kalsium karbonat, sucralfat,
aluminium hidroksida, ferrous sulfate,
sediaan kedelai, dan suplemen fiber bisa
mengganggu absorpsi levotiroksin dari
saluran cerna.
 Obat yang meningkatkan kliren T4
noniodinasi termasuk rifampin,
carbamazepin, dan mungkin fenitoin.
 Amiodarone bisa menghalangi konversi T4
menjadi T3
 Liotironin (T3) : merupakan garam natrium
dari T3 dan kurang terikat dengan protein,
liotironin bekerja lebih cepat dari pada T4.
 Penggunaan utama T3 : pada koma hipotiroid
Terima Kasih