Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
PRESENTASI KASUS BLOW OUT FRACTURE Pembimbing : Dr. Harun Adam, SpB, SpBP Dibuat Oleh : Mogi Mediawan (142.0221.097) FK UPN Veteran Jakarta Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Pangkat/Gol : Tn.EK : 32 Tahun : Laki-laki : Protestan : ASMIL YONARMED, Ngabang : Serda Primary Survey • A : bebas • B : spontan, aktif, RR : 22x/menit • C : hemodinamik stabil, TD : 110/70, N : 88x/menit • D : E3M6V5 ; GCS:14 SECONDARY SURVEY Anamnesis Keluhan Utama : Pasien mengalami kecelakaan 1 hari SMRS. RPS : Pasien mengalami kecelakaan 1 hari SMRS. Pasien tidak bisa mengingat bagaimana kecelakaan terjadi. Pasien sendiri merupakan rujukan dari Rumah Sakit tingkat III Kartika-Husada, Pontianak dan tiba di RSPAD untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Pasien dikatakan sempat pingsan dan muntah selama perjalanan, mata sebelah kiri tidak dapat melihat, dan mengeluh nyeri pada bahu sebelah kiri. • RPD: Riwayat penyakit Hipertensi Riwayat penyakit Diabetes Riwayat Alergi Riwayat Pembedahan : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal • RPK: Di anggota keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa. Pemeriksaan Fisik • Kepala : normocephal • Mata : • Konjungtiva anemis -/ , sklera ikterik -/ (+/ ), refleks pupil +/ • Telinga : • terdapat darah kering pada telinga kanan • Hidung : septum deviasi (+) • Tenggorok : tidak ditemukan kelainan • Leher : • KGB tidak teraba membesar, jejas (-) • Thorax • Status lokalis • Pulmo • simetris pada saat statis dan dinamis, sonor, nyeri tekan (-), retraksi sela iga (-), suara napas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/• Cor • ictus cordis tidak terlihat, ictus cordis teraba kuat angkat pada ICS V linea MCLVS, BJ I-II reguler, g (-), M(-) • Abdomen : • Buncit, BU (+) N, supel, nyeri tekan (-), timpani • Genitalia : tidak ditemukan kelainan • Extrimities: • edema (-), sianosis (-), akral hangat (+), status lokalis Status Lokalis Regio Kraniofacial • Inspeksi : • VL periorbita sinistra, tepi rata, 1x4x5cm, edema (+), ptosis palpebra sinistra. • Palpasi : • Krepitasi (+), nyeri tekan (+), maloklusi (+), diskontinuitas (+) • Okuli sinistra: • Rotated enoftalmus (+), bola mata tidak dapat terlihat Status Lokalis regio Clavicula • Look : Armsling (+), deformitas (+), swelling (+) • Feel : Nyeri tekan (+), diskontinuitas (+), CRT <2”, sensibilitas distal (+) normal • Move : ROM terbatas Status Lokalis Regio Femoralis • Look : • VE (+), deformitas (-) • Feel : • NT (-), diskontinuitas (-), krepitasi (-) • Move : • ROM bebas PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Kepala AP/Lat • Kesan : • Fraktur frontal-superior zygomaticum sinistra • Perdarahan di sinus maxillaris bilateral, ethmoidalis bilateral dan cavum nasi. • Curiga fraktur zygomaticum sinistra Pemeriksaan Penunjang CT Scan Kepala 12/06/2015 • Kesan : • Soft tissue swelling extracranial regio zygomaticum sinistra, palpebrae sinistra dan frontotemporal sinistra • Bulbus oculi sinistra terdorong ke posterior • Fraktur os zygomatikum sinistra, dinding lateral cavum orbita sinistra dan frontal sinistra • Hematosinus maxillaris bilateral, ethmoidalis bilateral, frontal bilateral, dan sphenoidalis • Perdarahan kecil subdural regio frontal sinistra • MSCT scan orbita tanpa contrast 14/6/15 • Kesan : • Fraktur multiple di os frontal. Dinding superior, lateral, inferior, • • • • • dan medial rongga orbita kiri, sphenoid wing kiri, dinding lateral sinus maksila kiri, os zygoma kiri, dan ethmoid kiri serta fraktur di dinding dasar orbita kanan, dinding lateral sinus maksila kanan dan septum nasi disertai panhematosinus Pergeseran bulbus okuli kiri ke posteromedial dengan kedudukan lensa dan kornea di sisi lateral (eksorotasi). Bulbus okuli, N. optikus, dan M rectus medial kesan intak. M. rektus lateral kesan ireguler suspek ruptur Tidak tampak benda asing pada orbita Perselubungan di air cell mastoid kanan kiri DD/mastoiditis bilateral, perdarahan intramastoid Soft tissue swelling dan emfisema subkutis regio frontoremporal kiri Tidak tampak kelainan pada bulbus okuli kanan dan intraparenkimal cerebri dan cerebelli Pemeriksaan Penunjang Foto thoraks AP • Kesan : • Cor dan Pulmo dalam batas normal • Fraktur komplit os clavicula kiri Laboratory Result 14/6/2015 • Hematologi: • Hb : 11,3 g/dL • Ht : 32% • Eritrosit : 3,9 jta/uL • Leukosit : 13070/uL • Trombosit : 235.000/uL • MCV/MCH/MCHC : 83/29/36 • Kimia klinik : • SGOT : 26 • SGPT : 24 • Ureum : 30 • Kreatinin : 1.0 • GDS : 130 mg/dL • Na/K/Cl : 144/4.0/107 Working Diagnosis • Cedera kepala ringan • Enopthalmus, blow out fracture • Vulnus laceratum periorbita sinistra • Closed fracture sepertiga tengah os clavicula sinistra Penatalaksanaan • MEDIKAMENTOSA • IVFD RL 20 tpm • Inj Ceftriaxone 2x1 gram IV • Inj Ketorolac 3x30 mg IV • Inj Ranitidin 2x50 mg IV • Non-MEDIKAMENTOSA • Konsul spesialis bedah saraf, mata, bedah plastik, dan orthopedi Tinjauan Pustaka • Blow-out fracture pertama kali ditemukan oleh Lang pada awal tahun 1900. Nama blow-out fracture sendiri dikemukakan pertama kali oleh Smith dan Regan pada tahun 1957. Sebagian besar fraktur ini melibatkan tulang dasar orbita dan 20% melibatkan dinding orbita yang lain (Zubair & Touseef, 2005). • Blow-out fracture adalah fraktur tulang dasar orbita yang disebabkan peningkatan tiba-tiba dari tekanan intraorbital tanpa keterlibatan rima orbita. Sebagian besar blow-out fracture terjadi pada dasar orbita dan sebagian kecil terjadi pada dinding medial dengan atau tanpa disertai fraktur dasar orbita. • Blow-out fracture merupakan fraktur yang sering terjadi pada trauma wajah. Tingkat keparahan bervariasi mulai dari fraktur minimal yang kecil yaitu bergesernya salah satu dinding orbita yang tidak memerlukan tindakan bedah hingga kerusakan dinding orbita yang parah yang menyebabkan deformitas tulang dan perubahan kedudukan bola mata (Furuta dkk, 2006). • Fraktur dasar orbita blow out dapat merupakan trauma yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari kehancuran tulang wajah yang luas. Fraktur dasar orbita blow out dapat timbul bersamaan dengan fraktur lengkung zygomatik, fraktur daerah midfacial Le Fort II dan III, atau bersamaan dengan fraktur dinding medial atau orbita rim. (Cohen,2005; Williams1994) Le Fort Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur maksila, yaitu Le Fort I, II, dan III. •Fraktur Le Fort I Dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigi yang menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah palatum, dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang secara horizontal menyeberangi basis sinus maksila. Dengan demikian buttress maksilari transversal bawah akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun kranium • Fraktur Le Fort II Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal menimbulkan fraktur dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida. Karena sutura zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka keseluruhan maksila akan bergeser terhadap basis kranium • Fraktur Le Fort III Fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan ke sutura zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal. Garis fraktur seperti itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur nasal. Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh soft tissue • Diagnosis blow-out fracture ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adanya riwayat trauma tumpul pada wajah dapat digali dari anamnesa. • Standar baku emas untuk menegakkan diagnosa blowout fracture adalah CT scan kepala dimana terlihat adanya fraktur di tulang dasar orbita dan atau di dinding medial orbita. Diagnosa banding dari blow-out fracture adalah zigomaticomaxillary complex fracture dan nasoorbito-ethmoidal fracture (Joseph & Glavas, 2011; American Academy of Ophthalmology staff, 2011-2012b) Anatomi Orbita • Orbita adalah bangunan tulang yang melindungi bola mata. Bangunan ini berbentuk dasar piramida segiempat dengan ujung berada di apex orbital • Orbita dibentuk oleh batas antara rongga kranium dan wajah bawah. Tulang pembentuknya adalah : Frontal Zygoma Maxilla Ethmoid Sphenoid Palatina Lakrimal Terdapat enam otot ekstraokular yang berfungsi menggerakkan bola mata yaitu dua otot oblik dan empat otot rektus. • Nervus cranialis III (oculomotor) mempersarafi musculus levator palpebra superior, musculus rektus superior, musculus rektus inferior, musculus rektus medialis, musculus oblik inferior. Nervus cranialis IV (troklear) mempersarafi musculus oblik superior. Nervus cranialis VI (abducent) mempersarafi musculus rektus lateralis. (Moore & Agur, 2002; Ilyas, 2009) Pada umumnya musculus rectus inferior terjepit sangat kuat diantara celah fraktur. Pergerakan vertikal bola mata sangat terbatas dan hasil CT scan menunjukkan musculus rektus inferior terletak di sinus maksilaris. Tindakan operasi harus segera dilakukan untuk melepaskan otot yang yang terjebak. Hasil akhir pergerakan bola mata semakin baik bila semakin cepat dilakukan operasi karena dapat mengurangi fibrosis otot (Bansagi & Meyer, 2000 ; American Academy of Ophthalmology staff, 2011-2012b; John, 2012). A**Pasien usia 13 tahun mengalami trauma tumpul pada mata kiri. Mata kiri tidak dapat digerakkan ke atas. B**CT scan potongan coronal menunjukkan fraktur kecil pada dasar orbita dan musculus rektus inferior prolaps menuju sinus maksilaris. C**Reposisi musculus rektus inferior. D**Dua bulan post operasi (American Academy of Ophthalmology staff, 2011-2012b) EPIDEMIOLOGI • Blow-out fracture sering terjadi pada orang dewasa terutama dewasa muda. Laki–laki lebih sering terkena daripada perempuan. Blow-out fracture pada wanita dewasa sering terjadi karena kekerasan. • Blow-out fracture jarang terjadi pada anak-anak, dimana angka kejadian fraktur daerah wajah pada anak - anak hanya sebesar 5% dari seluruh kasus (dewasa dan anakanak) dan 10% nya terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Anak laki–laki lebih sering mengalami fraktur daerah wajah dengan ratio 1,5 : 1 (laki-laki : wanita), hal ini disebabkan karena anak laki-laki lebih sering terlibat kekerasan dan kecelakaan olahraga (Chaudhry, 2010; John, 2012) ETIOLOGI • Blow-out fracture dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan olahraga, terjatuh atau karena kekerasan. Trauma maksilofasial sering terjadi pada mereka yang tidak mengenakan sabuk pengaman saat mengendarai mobil, terutama terjadi pada negara berkembang (Joseph & Glavas, 2011). PATOFISIOLOGI • Teori Buckling Teori ini menyatakan suatu konduksi dimana jika suatu benturan langsung mengenai rima orbita, maka akan ditransfer menuju tulang yang paling lemah dan tipis, khususnya dasar orbita dan menyebabkan fraktur di daerah ini. Benturan pada rima orbita menyebabkan fraktur yang besar dari dinding dasar dan dinding medial orbita. Fraktur ini sering menyebabkan herniasi dari isi orbita (Zubair & Touseef, 2005; Chaudhry, 2010). PATOFISIOLOGI • Teori Hydraulic / Retropulsion Dikemukakan oleh Pfeiffer pada tahun 1943. Teori ini menyatakan pukulan yang diterima bola mata ditransmisikan menuju dinding orbita sehingga menyebabkan fraktur. Waterhouse juga mempelajari teori ini lebih mendalam dimana terjadi fraktur kecil pada anterior dan mid medial tulang dasar orbita akibat benturan pada bola mata. Herniasi dari isi orbita juga sering terjadi (Long & Tan, 2002; Zubair & Touseef, 2005; Chaudhry, 2010; Silva dkk, 2011; Thiagarajan & Ulaganathan, 2012). GEJALA KLINIS • Penderita blow-out fracture sering mengeluh nyeri intraokular, mati rasa pada area tertentu di wajah, tidak mampu menggerakkan bola mata, melihat ganda bahkan kebutaan. • Tanda klinis dari blow-out fracture murni adalah edema, hematoma, enophtalmus, restriksi gerakan bola mata, anasthesia infraorbital, trauma nervus cranialis dan emphysema dari orbita dan palpebra (Zubair & Touseef, 2005; Kahana dkk, 2008; American Academy of Ophthalmology staff, 2011-2012b). PEMERIKSAAN PENUNJANG • CT scan kepala dilakukan dengan irisan kecil (2-3 mm) dengan fokus pada dasar orbita dan optik canal. Ukuran dan bentuk fraktur yang terlihat tidak hanya untuk menentukan diagnosa klinis namun juga menentukan rencana operasi. • Penyebab proptosis dapat terlihat dari CT scan apakah karena perdarahan orbita yang memerlukan penanganan segera atau karena empisema orbita. CT scan dapat mendeteksi musculus rektus yang terjepit dengan melihat pergeseran otot ke daerah fraktur dengan atau tanpa pergeseran tulang (Joseph & Glavas, 2011). CT scan potongan koronal pada pasien anak-anak menunjukkan soft tissue yang terjepit dan distorsi muskulus rektus inferior pada fraktur tipe trapdoor pada medial dasar orbita (Banzagi & Meyer, 2000) CT scan pasien dewasa dengan > 50% fraktur tulang dasar orbita dan herniasi soft tissue (Parbhu dkk, 2008) THANK YOU