Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
Sejauh Apa Robot Bisa Berkembang Ditulis oleh Agdiosa Manyan 107 Robot telah menjadi suatu elemen wajib di saat kita membicarakan tentang masa depan. Semua kemungkinan yang ada dengan kehadiran robot menjadi impian setiap orang saat ini. Mulai dari membantu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan di rumah hingga merancang dan membangun sebuah roketsecara otomatis. Namun di balik semua optimisme tersebut, tersimpan ketakutan bahwa robot akan mengambil alih dunia seperti dalam film Terminator atau I, Robot. Sebenarnya, sejauh manakah kita dengan teknologi robot? Apa mungkin mereka dapat mengambil alih dunia manusia? Opini antara ilmuwan dan insinyur terbagi dalam hal ini. Beberapa setuju dan ada juga beberapa yang berpikir bahwa tidak mungkin robot akan pernah menyamai manusia. Otak manusia adalah organ paling rumit yang pernah ada. Hingga saat ini, masih ada banyak hal mengenai otak yang belum dapat dipahami oleh manusia. Untuk memahami kerumitan otak ini, Michio Kaku, fisikawan terkemuka dan juga futurist, membagi dua faktor utama yang membuat kecerdasan buatan atau artificial intelligence sulit mengejar otak manusia, yaitu pattern recognition dan juga common sense. Pengenalan pola atau pattern recognition dapat didefinisikan seperti ini: robot dapat memahami dan melihat pola tapi tidak memahami arti di baliknya. Di saat kita melihat sebuah kursi, robot melihat sekumpulan garis lurus dan melengkung dalam bidang tiga dimensi. Robot tidak mampu paham itu adalah sebuah kursi dimana manusia dapat melakukan proses melihat dan memahami dalam sepersekian detik. Selain itu, manusia juga mengenali objek-objek sekitar kursi tersebut dengan waktu yang serupa. Robot memahami syntax (struktur dan pola) namun tidak memahami semantic (makna dan arti). Seperti mesin penjawab otomatis yang meminta kita untuk menekan angka dalam merespon, mesin dapat memahami angka 1 dan memberikan respon, namun mereka tidak dapat memahami maksud yang ada di dalam kalimat tersebut. Bisa dibayangkan seperti anda disuruh membaca sebuah kalimat dalam bahasa asing yang tidak anda pahami. Anda bisa membacanya ataupun menghapalnya, namun anda tidak mengerti maksud dibaliknya. Hal yang kedua adalah akal sehat atau common sense. Contoh dari akal sehat ini adalah pernyataan-pernyataan seperti berikut: kakak lebih tua daripada adik, malam itu gelap, tongkat bisa mendorong tapi tidak bisa menarik, dan api itu panas. Hal-hal ini tidak dapat diekspresikan ke dalam persamaan matematika sehingga sulit bagi robot untuk bisa mengetahui hal ini. Manusia mengetahui hal ini dari pengalaman yang mereka alami sendiri, melalui pembelajaran dan melalui penarikan kesimpulan dari akal sehat kita. Kita bisa 108 saja memasukkan informasi-informasi ini ke dalam robot, namun trilyunan data akan diperlukan dan selalu ada hal baru yang ditemukan setiap harinya. Kembali lagi, disaat mereka mengetahui hal ini mereka tidak akan memahami maksudnya. Menurut Rodney Brooks, direktur Artificial Intelligence Laboratory MIT, ada dua pendekatan utama dalam mengatasi dua masalah ini. Kedua hal ituadalah top down approach dan bottom up approach. Sederhananya, top down approach adalah dimana anda memasukkan semua informasi yang dibutuhkan ke dalam robot dari awal seperti TARS dalam film Interstellar (2014), sedangkan bottom up approach adalah dimana robot mempelajari semua secara mandiri dari awal seperti Chappie dalam film Chappie (2015). Top down approach memiliki kendala dimana kita benarbenar harus memikirkan dengan matang informasi apa saja yang ingin kita masukkan, merangkum semua ilmu pengetahuan yang ada tentu saja sulit, belum lagi memetakan pola dan common sense yang ada. Bottom up approach juga sulit untuk diimplementasikan karena kita masih belum dapat memahami pola pembelajaran yang ada di dalam manusia. Untuk perbandingan, robot-robot tercanggih yang kita miliki sekarang hanya memiliki kecerdasan setingkat serangga. belajar dari pengalaman, kita menyentuh serangga, kita tersandung, kita memproses semua informasi ini secara tidak sadar menjadi sebuah pengetahuan. Saat dewasa, kita belajar melalui instruksi dari guru dan dosen dalam memahami sesuatu. Gabungan dari kedua pendekatan tersebut bisa jadimetode paling efektif dalam mengembangkan kecerdasan buatan. Bila kembali lagi pada pertanyaan pertama, sejauh apakah robot bisa berkembang? Saya selalu memilih optimis dan yakin bahwasuatu hari nanti robot akan dapat berdiri di samping kita sebagai sesuatu yang setara dengan manusia. Namun hal itu mungkin masih akan terjadi dalam seratus tahun ke depan. Terdapat terlalu banyak tantangan dengan teknologi yang kita miliki saat ini. Tentunya para pengembang robot akan menyiapkan tindakan pencegahan atau pembatasan disaat robot menjadi terlalu pintar. Bayangkan dunia dimana semua pekerjaan-pekerjaan rumah tangga membosankan dapat digantikan robot atau semua kalkulasi rumit dapat dilakukan dalam hitungan detik. Masa depan tentu akan lebih menyenangkan dengan semua kepraktisan tersebut. But hey, what we call as a science fiction today might be a science fact tomorrow, right? Pendekatan terbaik adalah menggunakan gabungan dua pendekatan tersebut seperti layaknya manusia. Pada saat kita kecil, kita Agdiosa Manyan baru saja menyelesaikan program studi teknik mesin di Queensland University of Technology Universitas Indonesia.