Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
CONTINUING MEDICAL EDUCATION CONTINUING CONTINUING MEDICAL MEDICAL EDUCATION EDUCATION Akreditasi PB IDI–2 SKP Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel Basal Sukmawati Tansil Tan, Gabriela Reginata Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Karsinoma Sel Basal (KSB) merupakan neoplasma ganas dari sel yang tidak mengalami keratinisasi pada lapisan basal epidermis, bersifat invasif lokal, agresif, destruktif, dan jarang bermetastasis. KSB lebih sering terjadi pada lanjut usia. Etiopatogenesis KSB adalah faktor genetik, lingkungan, dan yang paling sering adalah paparan sinar ultraviolet. Secara klinis, terdapat lima tipe KSB yaitu nodular, superfisial, morpheaform, pigmented, dan fibroepitelioma Pinkus. Subtipe KSB dapat ditentukan melalui anamnesis dan manifestasi klinis, ditunjang dengan pemeriksaan histopatologi. Penatalaksanaan berdasarkan lokasi dan gambaran histopatologi. Angka kekambuhan KSB sangat rendah jika terapi yang diberikan tepat. Kata kunci: Karsinoma sel basal, tumor ganas kulit ABSTRACT Basal Cell Carcinoma (BCC) is a malignant neoplasm derived from nonkeratinizing cells originating in the basal layer of the epidermis; locally invasive, aggressive, destructive, and rarely metastasize. KSB is more common in the elderly. Etiopathogenesis associated with KSB is genetic, environmental, and most often is exposure to ultraviolet light. There are five clinical types of BCC: nodular, superficial, morpheaform, pigmented, and fibroepitelioma Pinkus. BCC subtypes can be determined from anamnesis and clinical manifestations supported by histopathological examination. Management is based on anatomic location and histopathologic features. BCC recurrence rate is very low if treated appropriately. Sukmawati Tansil Tan, Gabriela Reginata. Diagnosis and Management of Basal Cell Carcinoma. Keywords: Basal cell carcinoma, malignant skin tumors PENDAHULUAN Kanker kulit secara umum dibagi menjadi kanker kulit melanoma dan nonmelanoma. Yang termasuk kanker kulit nonmelanoma adalah karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa. Karsinoma Sel Basal (KSB) merupakan penyakit kanker kulit yang terbanyak dijumpai, berkisar 75-80% dari jumlah pasien kanker nonmelanoma. Di Amerika Serikat, angka kejadian KSB meningkat, dari 65% pada tahun 1980 menjadi 80% pada tahun 2010.1 KSB adalah tumor ganas yang bersifat invasif secara lokal, agresif, dan destruktif. Etiopatogenesis KSB adalah predisposisi genetik, lingkungan, dan paparan sinar matahari, khususnya ultraviolet B (UVB) yang merangsang terjadinya mutasi suppressor genes.2,3 Berkaitan dengan hal tersebut, Alamat korespondensi malignansi ini biasanya timbul di daerah yang terpapar sinar matahari. Biasanya, lesi KSB berupa lesi tunggal dan 80% kasus terdapat pada kepala dan leher.3 Daerah yang perlu diwaspadai adalah kantus medialis dan lateralis, lipatan nasolabial, dan di belakang telinga. DEFINISI Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel nonkeratinisasi lapisan basal epidermis.2 Karsinoma Sel Basal (KSB) disebut juga basalioma, epitelioma sel basal, ulkus rodent, ulkus Jacob, atau tumor Komprecher.4,5 EPIDEMIOLOGI Menurut data Badan Registrasi Kanker Ikatan Ahli Patologi Indonesia (1989), dari 1530 kasus kanker kulit, yang terbanyak adalah kasus KSB (39,93%).6 Diperkirakan setiap tahun sebanyak 900.000 – 1 juta pasien didiagnosis menderita KSB di Amerika Serikat.2 Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2,1:1. Laporan terakhir menunjukkan rasio laki-laki banding perempuan menjadi 3:2.7 Kasus terbanyak di dunia adalah di Australia, yang mencapai 2% populasi penduduknya.4 KSB sering terjadi pada lanjut usia, berkisar antara 50–80 tahun, rata-rata terjadi pada usia 65 tahun.8 Pada beberapa penelitian epidemiologi, hanya 1-3% KSB yang diderita pada usia di bawah 35 tahun,9 terutama pada pasien dengan sindrom nevoid KSB yang berpotensi menjadi KSB pada usia muda.10 ETIOPATOGENESIS Etiopatogenesis KSB berhubungan dengan faktor genetik, lingkungan, dan yang paling email: [email protected] CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015 897 CONTINUING MEDICAL EDUCATION sering dipicu oleh paparan sinar matahari,11-13 terutama sinar Ultraviolet B (UVB) yang bergelombang 290–320 nm.2 Faktor genetik yang berperan terdapat pada kromosom 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian kromosom tersebut diketahui berhubungan dengan ketidakmampuan dalam proteksi terhadap paparan sinar matahari, yang mungkin berhubungan dengan faktor risiko tambahan terhadap paparan sinar matahari yang bersifat heterozigot. Kelainan genetik yang bersifat homozigot terutama berhubungan dengan pengaturan sonic hedgehog pathway signaling, paling sering terjadi pada sindrom nevoid KSB atau sindrom Gorlin.7,14 Hedgehog pathway (HP) aktif pada perkembangan fetus dan akan berhenti bila jaringan sudah dewasa. Pada kasus-kasus karsinoma terjadi pengaktifan HP kembali, dan hal ini juga terjadi pada kasus KSB.15 yang menyandi sintesis faktor pertumbuhan (protoonkogen) atau yang menyandi sintesis faktor penghambat pertumbuhan (tumor supressor gene), maka karsinogenesis sudah berlangsung. Sinar UV yang secara kronik mengenai stem cell kulit menyebabkan photoaging, imunosupresi, dan fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan pembentukan fotoproduk yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal, maka akan terjadi mutasi protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor supressor gene. Akumulasi mutasi akibat fotokarsinogen termasuk genetic deletion menyebabkan tidak aktifnya tumor supressor gene yang menyandi pembentukan protein penghambat proliferasi sel.21 Akumulasi mutasi gen inilah yang berperan dalam memicu terjadinya KSB.22 GAMBARAN KLINIS Terdapat 5 subtipe KSB yaitu KSB nodular, superfisial, morpheaform, KSB berpigmen, dan fibroepitelioma Pinkus.2,23 Subtipe nodular (yang paling sering dijumpai) berupa papul atau nodus translusen, telangiektasia, dan rolled border. Lesi besar disertai nekrosis bagian tengah merupakan dasar terjadinya ulkus rodent. Subtipe superfisial biasanya terdapat di badan, berupa plak eritematosa dan tampak multisentris. Subtipe KSB berpigmen berupa papul translusen, hiperpigmentasi, dan dapat mengalami erosi. Subtipe morpheaform tumbuh agresif, berwarna putih atau kuning, berkilat menyerupai skar atau lesi morfea.2,23 Fibroepitelioma Pinkus biasanya terdapat di punggung bawah berupa papul merah muda yang sulit dibedakan dengan akrokordon atau skin tag.2,3 Gambar 1. KSB tipe nodul ulseratif-berpigmen Gambar 2. KSB tipe infiltratif/morfea Nodul ukuran 5x5 cm, di bawah palpebra dekstra, dengan Kelainan kulit cuping hidung sisi kiri yang meluas ke daerah pinggir lesi meninggi, berbatas tegas, tepi lesi indurasi, ujung hidung dan batang hidung. Kulit eritema, indurasi mengilap, sebagian berpigmen. Ulserasi di bagian tengah licin, sklerosis, batas tidak jelas, dengan dekstruksi cuping dengan krusta tebal. hidung. Tanpa tanda radang. Faktor lingkungan yang diketahui dapat memicu terjadinya KSB adalah hidrokarbon, arsenik, coal, tar, obat topikal methoxipsoralen, dan sinar UV.11-13 Rangsangan onkogen, kondisi imunosupresif, luka kronis, dan trauma akut juga terbukti sebagai faktor pencetus timbulnya tumor kulit, memicu pertumbuhan keratinosit menjadi lesi seperti KSB.16 Efek radiasi sinar ultraviolet terhadap kulit dapat bersifat akut dan kronik.17 Secara klinis, efek akut dari radiasi UV adalah sunburn inflammation, eritema, nyeri, panas, tanning sintesis melanin, imunosupresif lokal dan efek sistemik.18 Kerusakan DNA yang terjadi akibat pembentukan 6,4-photoproducts seperti cyclobutane pyrimidine dimmers, diperbaiki dengan nucleotide excision repair (NER).18 Jika DNA repair gagal dan sel yang bersangkutan tetap hidup, akan terjadi kerusakan DNA menetap, berarti telah terjadi mutasi gen yang bersangkutan. Radiasi UV-B meningkatkan apoptosis keratinosit untuk membunuh sel yang kerusakan DNA-nya gagal diperbaiki terutama pada daerah yang aktif mengalami proliferasi pada lapisan basal epidermis, sehingga kejadian mutasi oleh radiasi UV-B tidaklah mudah terjadi.19,20 Jika mutasi ini mengenai gen 898 Gambar 4. KSB tipe nodul Gambar 3. KSB tipe ulkus rodens Nodul pada tengah batang hidung, 4x4 mm, mengilap, Lesi dahi ulkus destruktif, pinggir lesi berwarna hitam, telangiektasi pada tepi lesi. Pada perabaan keras seperti mudah berdarah. mutiara. CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015 CONTINUING MEDICAL EDUCATION Lokasi anatomis lesi KSB yang paling sering adalah pada 1/3 tubuh bagian atas, di mana 75-80% terjadi pada daerah wajah. Lesi wajah yang tersering adalah hidung, daerah nasal tip dan alae. Sekitar 25% KSB berada di daerah badan, sisanya 5% berada di daerah penis, vulva, dan perianal.7 KSB bersifat sangat dekstruktif, merusak jaringan kulit, tulang rawan bahkan sampai tulang di sekitarnya dan dapat menimbulkan kecacatan.24 KSB jarang menimbulkan metastasis (hanya 0,028-0,55%), kejadian metastasis yang pernah dilaporkan adalah KSB bermetastasis ke kelenjar getah bening, paru-paru, dan tulang.7 GAMBARAN HISTOPATOLOGI Secara histopatologis KSB dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: undifferentiated BCC (Basal Cell Carcinoma) dan differentiated BCC. Undifferentiated BCC terdiri atas berbagai variasi pertumbuhan, ada yang tumbuh indolen seperti superficial BCC, nodular BCC, dan micronodular BCC, ada pula yang tumbuh agresif seperti infiltrative BCC, metatypical BCC (basosquamous carcinoma), morpheiform BCC (sclerosing BCC). Differentiated BCC seperti keratotic BCC, infundibulocystic BCC, follicular BCC, pleomorphic BCC, BCC with sweat duct differentiation, BCC with sebaceous differentiation, fibroepithelioma of Pinkus, dan recurrent BCC.25 Gambaran histopatologis KSB dapat bervariasi tergantung tipenya. Seperti pada KSB tipe superfisial, terdapat budding sel maligna dari basal epidermis yang meluas ke dermis. Lapisan sel perifer menunjukkan palisading. Dapat terjadi atrofi epidermal dan invasi dermis minimal. Dapat ditemukan infiltrat radang kronis pada dermis bagian atas.2,26 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan histopatologi dari salah satu lesi untuk menentukan subtipe KSB. Biasanya penderita KSB datang dengan keluhan bercak hitam di wajah mudah berdarah dan tidak sembuh-sembuh, atau berupa tahi lalat (andeng-andeng) yang bertambah besar dengan permukaan tidak rata, dan biasanya terdapat riwayat trauma, serta dapat disertai dengan rasa gatal atau nyeri. Basalioma harus dibedakan dengan melanoma nodular dengan penyebaran superfisial apabila berpigmen dan dengan ulkus keras yang tidak nyeri seperti pada karsinoma sel skuamosa.27 Idealnya dilakukan pemeriksaan histopatologi lesi. Pemeriksaan penunjang seperti CT scan atau MRI diperlukan jika ada kecurigaan mengenai tulang atau jaringan lainnya.7 DIAGNOSIS BANDING KSB tipe nodular didiagnosis banding dengan nevus dermal, karsinoma sel skuamosa, tumor adneksa kulit, dermatofibroma, sikatrik, dan keratosis seboroik. Untuk KSB berpigmen, diagnosis bandingnya adalah melanoma nodular, melanoma dengan penyebaran superfisial, lentigo maligna, blue nevus, compound nevus, dan tumor adneksa kulit.2 Diagnosis banding KSB superfisial adalah penyakit Bowen, penyakit Paget, melanoma dengan penyebaran superfisial, psoriasis, dan eksema. Sedangkan tipe morpheaform, lesinya menyerupai morphea, sikatrik, dan trikoepitelioma. Fibroepitelioma Pinkus didiagnosis banding dengan skin tag, fibroma, dan papillomatous dermal nevus.2 PENATALAKSANAAN Pemilihan tatalaksana KSB dipertimbangkan berdasarkan lokasi anatomis dan gambaran histopatologi.2 Secara garis besar, terapi KSB dikelompokkan menjadi teknik bedah dan non-bedah.3 Tujuan dari penatalaksanaan KSB adalah menghilangkan total lesi KSB, menjaga jaringan normal, fungsi jaringan, serta mendapatkan hasil optimal secara kosmetik. Pada tumor risiko rendah, dapat dilakukan beberapa teknik operasi seperti cryosurgery, kuretase, atau Photodynamic Therapy (PDT). Sedangkan bedah eksisi dengan penegakkan diagnosis secara histologis intraoperatif atau post-operatif dapat digunakan pada KSB risiko rendah dan risiko tinggi. Jika KSB menginvasi hingga tulang atau jaringan lain, dibutuhkan penatalaksanaan multidisipliner.2,3,26 Tatalaksana bedah dapat dilakukan dengan bedah eksisi atau Mohs Micrographic Surgery (MMS). Untuk KSB primer, jika pertumbuhan tumor tidak agresif, dan lokasinya berada di badan atau ekstremitas, eksisi merupakan teknik terapi dengan tingkat rekurensi yang rendah. Untuk lesi KSB dengan pertumbuhan agresif atau terdapat di lokasi-lokasi seperti lipatan nasolabial, sekitar mata, belakang telinga, skalp, atau lesi berulang, teknik MMS merupakan pilihan.27 MMS menawarkan analisis histologik paling unggul dengan mengkombinasikan reseksi berdasarkan stadium melalui penentuan batas lesi tepi tumor. Dengan demikian, hasil preservasi jaringan normal menjadi maksimal dibandingkan dengan bedah eksisi standar.2,3 PROGNOSIS Prognosis penderita KSB umumnya baik. Angka kekambuhan KSB hanya 1% jika diterapi dengan tepat.2 Pasien harus tetap di-follow up untuk kekambuhan atau lesi KSB baru. Edukasi penderita penting agar melakukan pemeriksaan kulit periodik dan menghindari segala faktor risiko. Perlindungan terhadap paparan sinar matahari dianjurkan untuk setiap pasien dengan riwayat KSB. SIMPULAN Karsinoma sel basal merupakan tumor kulit ganas yang berasal dari sel nonkeratinisasi lapisan basal epidermis. Patogenesisnya berhubungan dengan faktor genetik, lingkungan, dan paparan sinar matahari. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan histopatologi. Pengobatan KSB bertujuan untuk kesembuhan dengan hasil kosmetik yang baik. Dengan terapi yang tepat, prognosisnya baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Panda S. Nonmelanoma skin cancer in India: Current scenario. Indian J Dermatol. 2010; 55(4): 373-8. 2. Carucci JA, Leffel DJ. Basal cell carcinoma. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Glicherst BA, Paller AS, Leffel LJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc 3. Telfer NR, Colver GB, Morton CA. Guidelines for the management of basal cell carcinoma. Br J Dermatol. 2008; 159: 35-48. Graw-Hill; 2008. p.1036-42. CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015 899 CONTINUING MEDICAL EDUCATION 4. Rubin AI, Chen EH, Ratner D. Basal cell carcinoma. N Engl J Med. 2005; 353: 2262-9. 5. Rata IG. Tumor kulit. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p.229-1. 6. Tjarta A. Spektrum kanker kulit di Indonesia. MDVI. 1995; 3(22): 100-6. 7. Bader RS, Santacroce L, Diomede L, Kennedy AS. Basal cell carcinoma [Internet]. 2014 October [cited 2015 Feb 22]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/276624- 8. Tiftikcioglu YO, Karaaslan O, Aksoy HM, Aksoy B, Kocer U. Basal cell carcinoma in Turkey. J Dermatol. 2006; 33(2): 91-5. 9. Bergman A, Contard P, Spencer J. Multiple basal cell carcinoma in a young adult treated with imiquimod 5%: A case report and literature review [Internet]. 2005 January. [cited 2015 Feb overview 22] Available from: http://jddonline.com/articles/dermatology/S1545961605P0095X/1 10. Barankin B, Goldenberg G. Nevoid basal cell carcinoma syndrome [Internet]. 2015 January [cited 2015 Feb 22]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/nevoid-basal-cellcarcinoma-syndrome 11. Tilli CM, Steensel MA, Krekels GA, Neumann HA, Ramaekers FC. Molecular aetiology and pathogenesis of basal cell carcinoma. British Journal of Dermatology. 2005; 152: 1108-24. 12. Cohen PR, Schulze KE, Nelson BR. Basal cell carcinoma with mixed histology: A possible pathogenesis for recurrent skin cancer. Dermatol Surg. 2006; 32(4): 542-51. 13. Arbiser JL. Translating cyclooxygenase signaling in patch heterozygote mice into a randomized clinical trial in basal cell carcinoma. Canser Prev Res. 2010; 3: 4-7. 14. Muzio L. Nevoid basal cell carcinoma syndrome (Gorlin syndrome). Orphanet J Rare Dis. 2008; 3: 32. 15. Rubin LL, de Sauvage FJ. Targeting the hedgehog pathway in cancer. Nat Rev Drug Discov. 2006; 5: 1026-33. 16. Tang JY, Xiao TZ, Oda Y, Chang KS, Shpall E, Wu A, et al. Vitamin D3 inhibits hedgehog signaling and proliferation in murine basal cell carcinomas. Cancer Prev Res (Phila). 2011; 4(5): 744-51. doi: 10.1158/1940-6207.CAPR-10-0285 17. Kasper M, Jaks V, Are A, Bergström A, Schwäger A, Svärd J, et.al. Wounding enhances epidermal tumorigenesis by recruiting hair follicle keratinocytes. Proc Natl Acad Sci U S A. 2011; 108(10): 4099-104. doi: 10.1073/pnas.1014489108 18. Matsumura Y, Ananthaswamy HN. Molecular mechanisms of photocarcinogenesis. Front Biosci. 2002; 7: 765-83. 19. Rass K, Reichrath J. UV damage and DNA repair in malignant melanoma and nonmelanoma skin cancer. 2008; 624: 162-78. 20. Qin JZ, Chaturvedi V, Denning MF, Bacon P, Panella J, Choubey D, et al. Regulation of apoptosis by p53 in UV-irradiated human epidermis, psoriatic plaques and senescent keratinocytes. Oncogene 2002; 21(19): 2991-3002. 21. Dallaglio KA, Marconi A, Pincelli C. Survivin: A dual player in healthy and diseased skin. Journal of Investigative Dermatology 2012; 132: 18-27. 22. Gruijl FR, Kranen HJ, Mullenders LH. UV-induced DNA damage, repair, mutations and oncogenic pathways in skin cancer. J Photochem Photobiol B. 2001; 63(1-3): 19-27. 23. Mimeault M, Batra SK. Recent advances on skin-resident stem/progenitor cell functions in skin regeneration, aging and cancers and novel anti-aging and cancer therapies. 2010. J Cell Mol Med. 2010; 14(1-2): 116-34. 24. Wong CSM, Strange RC, Lear JT. Basal cell carcinoma. BMJ. 2003; 327: 794-8. 25. Puri T, Gunabushanam G, Sharma R, Kumar S, Julka PK. Extensive bone metastases from basal cell carcinoma of the eye. Singapore Med. 2006; 47(9): 811-3. 26. Crowson AN. Basal cell carcinoma: Biology, morphology and clinical implications. Modern Pathology. 2006; 19: 127-47. 27. Lang PG, Maize JC. Basal cell carcinoma. In: Pigel DS, Friedman RJ, Dzubow LM, Reintgen DS, Bystryn JC, Marks R, editors. Cancer of the skin. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p.101-32. 28. Wolff K, Johnson RA, Dick S. Basal cell carcinoma. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p.287-94. 900 CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015