Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
PEMANASAN GLOBAL DAN DAMPAKNYA PADA AMFIBI DI DUNIA Luthfia Nuraini Rahman Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB Anggota Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB 2009 Pemanasan global (Global Warming) merupakan salah satu isu lingkungan yang akhirakhir ini telah menjadi isu yang banyak dibicarakan di berbagai belahan dunia. Istilah pemanasan global digunakan untuk menggambarkan terjadinya peningkatan suhu udara rata-rata permukaan bumi dan lautan pada decade terakhir dan peningkatan suhu tersebut masih akan terus berlangsung. Suhu udara rata-rata permukaan bumi meningkat 0.74 ± 0.18 °C dalam 100 tahun terakhir. Sedangkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi bahwa suhu global cenderung meningkat sebesar 1.1 sampai 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100. Proses pemanasan global di permukaan bumi merupakan sebuah proses alami yang dapat dan memang akan terjadi dengan sendirinya. Namun, meningkatnya kegiatan manusia terutama pada bidang industri, mengakibatkan terjadinya percepatan pada proses tersebut. Penyebab utama pemanasan global ini adalah tingginya level greenhouse gases, terutama karbondioksida (CO2) dan metan (CH4) atmosfer akibat aktifitas manusia, seperti tingginya laju pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan fungsi lahan terutama deforestasi. Pemanasan global telah terbukti memiliki dampak yang sangat luas baik pada kesehatan dan kesejahteraan manusia maupun pada flora-fauna di bumi. Banyak literature yang menyebutkan bahwa pemanasan global ikut bertanggung jawab atas terjadinya berbagai bencana alam di belahan bumi ini, seperti gelombang panas (El-Nino), badai-badai tropis, banjir besar, ataupun kekeringan berkepanjangan. Pemanasan global juga telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola perbungaan dan pembuahan tumbuhan (fenologi). Ilmuwan telah meyakini bahwa meningkatnya suhu bumi akan mempercepat hilangnya spesies-spesies satwa dari permukaan bumi. Pemanasan global pada skala global dan regional diprediksi akan merubah distribusi spesies, sejarah hidup spesies, komposisi komunitas, dan juga fungsi ekosistem. Dampak-dampak tersebut mengenai semua satwa mulai dari mamalia, burung, reptil dan bahkan amfibi. Dampak Pemanasan Global Pada Amfibi Dampak pemanasan global pada amfibi dapat dilihat dari dua perspektif utama, yaitu pada peningkatan suhu udara dan peningkatan radiasi sinar ultraviolet-B (UV-B). Amfibi merupakan satwa eksotermal yang seluruh aspek kehidupannya sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan termasuk cuaca dan iklim (Corn 2005). Suhu udara merupakan factor penting yang menentukan kehidupan larva amfibi (berudu) yang hidup secara akuatik. Ultsch et.al (1999) menyatakan bahwa perubahan suhu mengakibatkan waktu yang dibutuhkan amfibi untuk melakukan metamorphosis menjadi lebih lama. Hal ini berarti bahwa daya hidup individu berudu menjadi lebih kritis karena harus menghadapi habitat yang kering atau musim dingin. Peningkatan suhu udara juga merubah tingkat pertumbuhan berudu, ukuran tubuh selama metamorphosis, mekanisme pertukaran gas, tingkat metabolisme tubuh, dan banyak parameter fisiologi lainnya pada satwa eksotermal. Penelitian di lapangan maupun laboratorium menunjukkan bahwa ambien sinar UV-B dapat menyebabkan kematian atau perubahan bentuk tubuh pada beberapa spesies amfibi. Peningkatan radiasi sinar UV-B di permukaan bumi juga menyebabkan penurunan populasi dan kelimpahan individu amfibi di alam. Hingga saat ini, penelitian mengenai dampak peningkatan radiasi sinar UV-B terhadap amfibi terlihat juga pada perubahan waktu berbiak beberapa spesies amfibi (Blaustein et al., 2003a; Carey & Alexander, 2003). 1. Perubahan Waktu Berbiak Amfibi Pemanasan global telah mengakibatkan adanya perubahan pada waktu berbiak beberapa jenis amfibi. Siklus berbiak tersebut terjadi lebih cepat (Corn 2005). Beberapa fakta menunjukkan bahwa Katak Biasa (Rana temporaria) di Finlandia kawin 2-13 hari lebih cepat antara tahun 1980-an sampai 1984-an, tergantung pada ketinggian tempatnya. Di Polandia, Rana temporaria dan Kodok Biasa (Bufo bufo) masuk ke kolam bertelur 8-9 hari lebih cepat antara tahun 1978 dan 2002, tergantung suhu udara pada musim semi (Tryjanowski et al., 2003). Perubahan yang paling signifikan terjadi di Inggris, yaitu dua jenis katak kawin 2-3 minggu lebih cepat dan tiga spesies salamander sampai ke tempat bertelur 5-7 minggu lebih cepat pada tahun 1990-1994 dibandingkan dengan tahun 1978-1982 (Beebee 1997). 2. Perubahan Populasi Amfibi Perubahan iklim diduga merupakan penyebab penurunan poluasi amfibi di alam. Setengah dari 50 spesies amfibi hilang dari Monteverde, Costa Rica pada tahun 1990 (Pounds et al. 1997). Penurunan populasi Kodok Emas (Bufo periglenes) mulai terlihat pada tahun 1987 dan populasi jenis ini menghilang (punah) pada tahun 1989 (Crump et al., 1992). Perubahan iklim, salah satunya melalui gejala El-Nino, telah mematikan sebagian besar telur dan berudu katak dengan mengeringkan kolam tempat bertelur. Individu dewasa mengalami stress secara fisiologi, penurunan kekebalan tubuh yang mengakibatkan timbulnya serangan penyakit, dan kontaminasi zat tertentu pada tubuh katak. 3. Perubahan Penyebaran Populasi amfibi Pemanasan global menyebabkan setidaknya dua spesies kodok di Costa Rica terancam punah pada akhir abad ini. Sedangkan 30 spesies amfibi lainnya berpindah ke tempat yang lebih tinggi untuk mendapatkan habitat dengan suhu udara lebih rendah. Di Madagaskar, berdasarkan perbandingan hasil penelitian tahun 1993 dan 2003, dua spesies amfibi tidak ditemukan lagi di habitatnya pada penelitian yang dilakukan oleh Christopher Raxworthy pada tahun 2003. Dari 30 spesies yang diteliti, sebagian besar telah berpindah ke habitat lebih tinggi sebagai akibat dari meningkatnya suhu di habitat lama yang lebih rendah. Jika keadaan ini terus berlangsung, maka diprediksi antara tahun 2050 sampai 2100 spesies tersebut akan punah karena sudah tidak ada lagi habitat yang lebih tinggi yang dapat menunjang kehidupan spesies-spesies tersebut. Prediksi tersebut didasarkan pada penelitian yang menggunakan perubahan suhu di 0 0 bawah 2 C. Jika perubahan suhu yang terjadi di atas 2 C, maka akan terjadi percepatan proses kepunahan spesies. Keadaan ini juga akan menjadi sangat membahayakan keanekaragaman hayati lainnya di muka bumi. Dampak Pemanasan Global Pada Amfibi di Masa Depan Pada masa yang akan datang, jika pemanasan global terus berlangsung, maka dampaknya akan menjadi sangat serius terhadap kelimpahan dan penyebaran populasi amfibi di muka bumi. Donelly dan Crump (1998) menyebutkan bahwa amfibi di daerah tropis akan mengalami penurunan tingkat keberhasilan reproduksi, kekurangan pakan, dan akan mengalami kekacauan pada periode dan perilaku berbiaknya. Dampak tersebut paling nyata terlihat pada spesies-spesies endemik dan spesies-spesies yang mempunyai habitat spesifik dan terisolasi. Bencana alam besar seperti banjir air bah, hujan es dan badai, yang semakin sering terjadi akibat pemanasan global ini juga akan berimplikasi besar pada populasi amfibi. Hal tersebut diakibatkan karena populasi yang ada tidak mampu menghadapi dan bertahan dari bencana alam. Peningkatan intensitas terjadinya bencana alam besar akan membuat populasi amfibi kesulitan untuk bertahan hidup sehingga angka kematian populasi karena bencana alam menjadi tinggi (Corn 2005). Bahan Bacaan Beebee, T. J. C., 1997. Changes In Dewpond Numbers And Amphibian Diversity Over 20 Years On Chalk Downland In Sussex, England. Biological Conservation, 81: 215– 219. Blaustein, A. R., Hatch, A. C., Belden, L. K., Scheessele, E. & Kiesecker, J. M., 2003a. Global Change: Challenges Facing Amphibians. In: Amphibian Conservation: 187–198 (R. D. Semlitsch, Ed.). Smithsonian Books, Washington, D.C. Carey, C. & Alexander, M. A., 2003. Climate Change And Amphibian Declines: Is There A Link? Diversity and Distributions, 9: 111–121. Corn, P. S., 2005. Climate Change And Amphibians. Animal Biodiversity and Conservation, 28.1: 59–67. Crump, M. L., Hensley, F. R. & Clark, K. L., 1992. Apparent Decline Of The Golden Toad: Underground Or Extinct? Copeia, 1992: 413–420. Donnelly, M. A. & Crump, M. L., 1998. Potential Effects Of Climate Change On Two Neotropical Amphibian Assemblages. Climatic Change, 39: 541–561 Pounds, J. A., Fogden, M. P., Savage, J. M. & Gorman, G. C., 1997. Tests Of Null Models For Amphibian Declines On A Tropical Mountain. Conservation Biology, 11: 1307–1322 Tryjanowski, P., Mariusz, R. & Sparks, T., 2003. Changes In Spawning Dates Of Common Frogs And Common Toads In Western Poland In 1978–2002. Annales Zoologica Fennici, 40: 459–464. Ultsch, G. R., Bradford, D. F. & Freda, J., 1999. Physiology: Coping With The Environment. In: Tadpoles: The Biology Of Anuran Larvae: 189–214 (R. W. McDiarmid & R. Altig, Eds.). Univ. of Chicago Press, Chicago.