Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia ANALISIS STABILITAS LERENG UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR DI KECAMATAN BANJARWANGI, KABUPATEN GARUT (Slope Stability Analysis for Soil and Water Conservation in Banjarwangi Sub-district Regency of Garut) Mustafril Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Abstract The terrace development for soil and water conservation often experience the failure. It usually happens by landslide, like some of agriculture farm in Sub-district Banjarwangi, regency of Garut. Considering the problem, it then requires to conduct research on the analysis of slope stability, especially for the slope that have bench terrace. The slope morphology, physics and mechanics properties determining of analysis for slope stability. This research aim to analyse the slope stability at farm made by terraces, so that expected can give an recommendation to planning soil and water conservation to safe from landslide. This research done in field and laboratory with computer simulation. Result of analysis of slope stability at traditional terrace in Mulyajaya village, Sub-district of Banjarwangi shows that sliding happen by the rain (saturated land). The simulation result of slope stability at device of Hurni terrace C3 (stone cover of terrace riser) unstable at slope 30 - 70 % (circular rotational slips), whereas sliding translation at 34 - 70 % (saturated land). C2 type (grass cover of terrace riser) for circular rotational slips unstable at slope 22 - 30 % (unsaturated to saturated land), so translational slip unstable if saturated land. Key word : terrace, landslide, slope stability 367 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia PENDAHULUAN Pembangunan teras sering mengalami kegagalan, seperti diakibatkan karena terjadinya longsor (landslide), sehingga meningkatkan erosi pada lahan pertanian, seperti yang terjadi di Desa Ngadirekso, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Carson, 1989). Longsor pada lahan terasering juga terjadi di Sub DAS Wiroko di bagian hulu DAS Solo seluas 404 ha (1,8 % dari 22.600 ha.) pada kemiringan lereng di atas 65 % (Fletcher, 1990). Longsor juga terjadi di lahan miring lainnya seperti pada beberapa desa di Kecamatan Banjarwangi, Peundeuy, dan Singajaya, Kabupaten Garut (FATETA, 2002). Penentuan parameter dimensi teras, terutama jarak vertikal (vertical interval = VI) didasarkan pada faktor kemiringan lahan (slope). Dari sekian banyak persamaan untuk menentukan VI, hanya beberapa persamaan saja yang mempertimbangkan sifat fisik dan mekanik tanah (ASAE, 1998; Suresh, 1993; Schwab et al., 1981; Hurni, 1980; Sheng, 1977). Rancangan teras tersebut belum ada yang mengacu kepada analisis stabilitas lereng. Memperhatikan permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap stabilitas lereng, terutama konservasi teras, dengan melakukan analisis faktor keamanan (Fs, safety factor). Stabilitas lereng dipengaruhi oleh sifat fisika dan mekanika tanah (Das, 1993). Suatu lereng dikatakan aman apabila mempunyai nilai faktor keamanan lebih dari 1,2. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stabilitas lereng pada lahan berteras bangku, sehingga diharapkan dapat menghasilkan tindakan konservasi tanah dan air yang aman terhadap longsor. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan suatu studi kasus terhadap lahan pertanian di kawasan perbukitan (hillside zone). Lokasi penelitian di Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat dan Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Pengukuran dan pengumpulan data • Dimensi dan kemiringan lereng; • Sifat fisik tanah: kadar air, densitas lapangan, permeabilitas, kedalaman tanah, distribusi ukuran partikel, dan konsistensi tanah; • Sifat mekanik tanah : kohesi (c) dan sudut gesek dalam (φ); • Curah hujan dan kondisi penutup lahan. 2. Pembuatan program komputer untuk simulasi • Simulasi perancangan teras menurut Hurni; • Simulasi analisis stabilitas lereng untuk longsor rotasi (circular rotational slips) dan translasi (translational slips). 3. Perancangan teras metode Hurni (1980) Perencanaan teras bangku metode Hurni didasarkan kepada prediksi erosi dengan persamaan USLE. Teras bangku Hurni terdiri dari tiga tipe utama, yaitu: (a) saluran tanpa teras (C1), (b) teras dengan tampingan rumput (C2), dan (c) teras dengan tampingan batu (C3). Untuk menentukan tipe teras yang tepat diperlukan data berikut, yaitu : kemiringan lahan (S), faktor LS yang ditentukan dengan persamaan USLE, dan kedalaman tanah.(D). Untuk menentukan tipe teras digunakan nomogram Hurni (Lampiran 1) yang telah ditransfer ke dalam bentuk program komputer. Besarnya nilai LS dihitung dengan persamaan berikut: 368 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia LS = T ………………………………………………. RKCP (1) dimana : T = jumlah erosi maksimum yang diperkenankan (ton/thn) R = erosivitas hujan (m.ton/ha) K = erodibilitas tanah (ton/ha/tahun) C = faktor pengelolaan tanaman P = faktor praktek konservasi yang diterapkan. 4. Analisis stabilitas lereng Untuk menentukan faktor keamanan lereng pada longsor, rotasi dilakukan dengan trial and error sehingga didapat nilai Fs yang kecil sebagai dasar penentuan stabilitas lereng. Untuk melakukan proses trial and error ini dapat dilakukan dengan membuat suatu program komputer. Faktor keamanan (Fs) dihitung berdasarkan Gambar 1. Kondisi tanah tidak jenuh, Fs sesuai dengan persamaan (2), sedangkan kondisi tanah jenuh sesuai persamaan (3) (Das, 1993). Fs = ∑ c' l + W cosα tan φ ' ………………………………… ∑W sin α (2) Fs = ∑ c' l + (W cosα - ul ) tan φ ' ∑W sin α (3) …………………………. dimana : W = berat total irisan tanah (kgf/m3) l = panjang segmen beban W (m) u = tekanan air pori (kgf/m2) φ’ = sudut geser dalam efektif (o) c’ = kohesi efektif (kgf/m2) 369 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia O Permukaan air tanah n 2 1 Wn hw α Gambar 1. Diagram gaya analisis stabilitas lereng untuk kelongsoran rotasi Analisis longsor translasi terhadap lereng kondisi tanah tidak jenuh menurut persamaan (4), sedangkan kondisi tanah jenuh menurut persamaan (5)(Das, 1993). Bentuk longsor translasi ditampilkan pada Gambar 2. Fs = Fs = tan φ ' ……………………………… tan β (4) c' γ ' tan φ ' + ……………………… 2 γ sat H cos β . tan β γ sat tan β (5) c' γH cos β . tan β 2 + Dimana : H = Kedalaman tanah efektif (m) β = Kemiringan lereng (o) γ’ = γ - γw (kgf/m3) γw = berat volume air (kgf/m3) γsat = berat volume tanah jenuh air (kgf/m3) Kedalaman muka air tanah di lereng kondisi tanah jenuh didekati dengan metode Dupuit (Verruijt, 1970), yaitu : 2 ( 2 h 2 = H1 − H1 − H 2 2 ) Lx ……………………………………… (6) 370 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia Dimana : h = kedalaman muka air tanah pada titik yang ditinjau (m) H1 = kedalaman muka air tanah di bagian hulu (m) H2 = kedalaman muka air tanah di bagian hilir (m) x = jarak titik yang ditinjau dari hulu (m) L = panjang aliran yang ditinjau (m) L Permukaan air tanah sama dengan permukaan tanah Arah rembesan Na W Tr Lapisan tanah keras H Ta β R Nr Gambar 2. Diagram gaya analisis stabilitas lereng untuk kelongsoran translasi 371 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Mekanika dan Fisika Tanah Analisis longsor diperlukan data berat isi tanah (γ), kohesi efektif (c’), dan sudut gesek dalam efektif (φ’). Nilai c’ dan φ’ didapat dengan melakukan pengukuran tekanan air pori (u) dengan uji triaksial dan selanjutnya dibuat diagram Mohr-Coulomb (Das, 1993). Hasil uji triaksial disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji traksial untuk sampel tanah di lokasi longsor Kampung Rinyem Lokasi Kondisi Lereng atas Lereng tengah Lereng bawah Rata-rata Undisturb compact Undisturb compact Undisturb compact Undisturb 3 compact γ (kgf/m ) 13974 17670 14886 16788 13483 16749 14114 17069 c’ (kgf/m2) 2500 14000 350 2250 1500 5400 1450 7217 17,87 15,90 24,57 35,83 18,33 33,71 20,26 28,48 o φ’ ( ) Berdasarkan klasifikasi Unified pada lahan sawah berteras bangku di lokasi studi merupakan pasir berliat (SC = clayey sand). Hasil uji proctor berat kering tanah maksimum 1,403 t/m3 pada kadar air optimum 28,48 %. Sifat fisika tanah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. No. Hasil pemeriksaan dan pengujian sifat fisika tanah Lereng atas Sifat fisika tanah 1. Kadar air, w (%) 2. Spesifik gravity, Gs Und. Comp. 44,81 Lereng tengah Und. 28,14 51,02 2,701 Comp. 30,72 Lereng bawah Und. 47,63 2,749 Comp. 29,42 Rata-rata Und. 47,82 2,615 Comp. 29,43 2,69 Volume fase tanah (%) a. Volume udara, Vu 3. 14,40 5,64 6,60 4,96 14,72 5,87 11,91 5,49 b. Volume air, Va 52,23 46,88 65,11 51,60 51,82 45,67 56,39 48,05 c. Volume padat, Vs 33,37 47,48 28,29 43,44 33,45 48,46 31,70 46,46 Porositas, n (%) 66,63 52,52 71,71 56,56 66,55 51,54 68,30 53,54 Kejenuhan, S (%) 78,33 89,30 90,80 91,25 77,91 88,59 82,35 89,71 1,997 1,106 2,535 1,302 1,989 1,064 2,174 1,157 14,832 1,577 1,192 0,230 1,642 0,249 5,889 0,685 Angka pori, e 4. Permeabilitas (mm/jam) Konsistensi tanah 5. a. Batas cair, LL (%) 35,54 36,36 36,96 36,29 b. Batas plastis, PL (%) 32,40 36,16 36,88 35,15 3,14 0,20 0,08 1,14 27,87 30,10 28,52 28,83 c. Indek plastisitas, IP (%) Uji pemadatan standar (proctor test) 6. a. wopt (%) 3 b. γmaks.(t/m ) 1,443 1,373 1,394 1,403 7. Kedalaman tanah, D(m) 0,9 0,9 0,9 0,9 8. Kemiringan lahan, S (%) 25 (landai) 48 (curam) 27 (landai) Klasifikasi tanah menurut United State Departement of Agriculture (USDA) (Das, 1993) 9. Fraksi pasir (%) 26,380 45,260 32,602 34,747 Fraksi debu (%) 55,952 42,971 52,786 50,570 Fraksi liat (%) 17,668 11,769 14,612 14,683 Tekstur tanah liat berdebu liat liat berdebu liat berdebu Klasifikasi tanah menurut Unified (Das, 1993) Tekstur tanah Pasir berliat (SC) Pasir berliat (SC) Pasir berliat (SC) Pasir berliat (SC) Keterangan : Und. = tidak terganggu; Comp. = dipadatkan 372 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia Perencanaan teras metode Hurni Hasil simulasi perhitungan VI untuk berbagai kemiringan berdasarkan data erosivitas 1370 m.t/ha, erodibilitas 0,47 t/ha/th, lahan sawah beririgasi, faktor LS 0,95, dan kedalaman tanah 0,9 m disajikan pada Tabel 3. Kemiringan lahan 2 – 22 % terpilih teras tipe C1 (saluran tanpa teras), 22 – 30 % teras tipe C2 (tampingan rumput), dan 30 – 71 % teras tipe C3 (tampingan batu). Tabel 3. S (%) 2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 Hasil perhitungan VI teras Hurni untuk berbagai kemiringan lahan VI 2,26 2,37 1,88 1,90 1,93 HI 10,26 9,13 6,26 5,59 5,07 Tipe C1 C1 C1 C1 C2 C2 C3 C3 C3 S (%) 42 46 50 54 58 62 66 70 71 VI 1,95 1,98 2,01 2,05 2,08 2,12 2,16 2,20 2,21 HI 4,65 4,31 4,02 3,79 3,59 3,42 3,27 3,14 3,11 Tipe C3 C3 C3 C3 C3 C3 C3 C3 C3 Analisis Stabilitas Lereng a. Analisis stabilitas lereng aktual Longsor aktual yang terjadi merupakan kombinasi longsor rotasi dan longsor translasi. Hasil analisis stabilitas lereng teras aktual menunjukkan bahwa lereng mengalami longsor bila tanah jenuh akibat air hujan. Hasil perhitungan Fs tertera pada Tabel 4 serta tampilan programnya disajikan pada Gambar 3. Tabel 4. Hasil perhitungan faktor keamanan lereng (Fs) di lokasi longsor Kondisi tanah sampel Tidak terganggu (undisturb) Dipadatkan (compaction) Faktor keamanan (Fs) Tidak jenuh Jenuh 0,306 1.222 0,977 2,091 Gambar 3. Tampilan program analisis stabilitas lereng pada kondisi longsor aktual 373 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia Hasil analisis pada Tabel 4 terlihat bahwa lereng tersebut tidak stabil pada saat terjadi hujan. Hujan menyebabkan tinggi muka air tanah dan berat isi tanah meningkat serta kohesi tanah menurun. b. Simulasi analisis stabilitas lereng untuk longsor translasi Hasil simulasi analisis stabilitas lereng untuk longsor translasi pada kemiringan lahan tertentu dan kedalaman tanah 0,9 m tertera pada Tabel 5. Untuk kondisi tanah tidak terganggu (undisturb) lereng mulai tidak stabil pada kemiringan lahan 42 % - 102 (tidak jenuh) dan 22 – 102 % (jenuh). Sedangkan untuk kondisi tanah dipadatkan, semua kemiringan lahan menunjukkan stabilitas lereng aman. Tabel 5. Hasil analisis stabilitas lereng untuk translasi S (%) c. Tidak terganggu (undisturb) Tidak jenuh Jenuh Dipadatkan (compaction) Tidak jenuh S (%) Jenuh Tidak terganggu (undisturb) Tidak jenuh Jenuh Dipadatkan (compaction) Tidak jenuh Jenuh 2 24,07 11,73 50,43 34,71 54 0,96 0,49 2,13 1,54 4 8,07 3,93 16,91 11,65 58 0,90 0,47 2,02 1,47 10 4,84 2,37 10,17 7,01 62 0,85 0,45 1,92 1,41 14 3,47 1,70 7,29 5,04 66 0,81 0,43 1,84 1,36 18 2,71 1,33 5,71 3,95 70 0,77 0,41 1,74 1,32 22 2,22 1,09 4,71 3,27 74 0,74 0,40 1,72 1,28 26 1,89 0,93 4,02 2,80 78 0,71 0,39 1,66 1,25 30 1,65 0,82 3,52 2,46 82 0,68 0,39 1,62 1,23 34 1,46 0,73 3,14 2,21 86 0,66 0,37 1,58 1,20 38 1,32 0,66 2,84 2,01 90 0,64 0,36 1,55 1,19 42 1,20 0,61 2,61 1,85 94 0,62 0,35 1,52 1,17 46 1,10 0,56 2,42 1,73 98 0,61 0,35 1,49 1,16 50 1,02 0,52 2,26 1,62 102 0,59 0,34 1,47 1,15 Analisis stabilitas lereng pada lahan rancangan teras Hurni Hasil simulasi analisis stabilitas lereng untuk rancangan teras Hurni disajikan pada Tabel 6. Simulasi menunjukkan bahwa terjadinya penurunan stabilitas lereng terhadap peningkatan kemiringan lereng. Teras tipe C3 untuk longsor rotasi mulai tidak stabil pada kemiringan lahan 30 % - 70 %, sedangkan untuk longsor translasi pada kemiringan lahan 34 – 70 % (tanah jenuh). Untuk tipe C2 pada longsor rotasi mulai tidak stabil pada kemiringan lahan 22 – 30 % (tanah tidak jenuh dan jenuh), demikian juga untuk longsor translasi (tanah jenuh). 374 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia Tabel 6. Hasil simulasi stabilitas lereng pada lahan rancangan teras Hurni Kondisi tanah Undisturb Gs H (m) 2,690 0,9 Angka pori, e (t/m3) 1,439 '= 5221 c (kgf/m2) sat- w (kgf/m3) 14114 2,174 sat (kgf/m3) 15027 1450 o ( ) 20,258 Faktor keamanan lereng (Fs) untuk lahan berteras bangku Longsor Rotasi Slope (%) Tidak jenuh Translasi Jenuh Tidak Jenuh Tipe Teras Jenuh Teras*) tradisional 2 *) 6 8,07 3,93 C1 10 4,84 2,37 C1 14 3,47 1,70 C1 18 2,71 1,33 C1 22 0,942 0,312 2,21 1,09 C2 Longsor 26 0,938 0,300 1,88 0,93 C2 Longsor 30 1,641 1,031 2,18 1,26 C3 Longsor 34 1,656 1,042 2,00 1,18 C3 38 1,675 1,058 1,86 1,12 C3 42 1,662 1,056 1,75 1,06 C3 46 1,681 1,072 1,66 1,03 C3 Longsor 50 1,700 1,088 1,59 1,00 C3 Longsor 54 1,711 1,101 1,53 0,97 C3 58 1,730 1,117 1,49 0,95 C3 62 1,760 1,136 1,45 0,95 C3 66 1,777 1,151 1,42 0,92 C3 70 1,806 1,172 1,39 0,92 C3 Hasil pengamatan dilapangan Prosedur simulasi perancangan teras dan analisis stabilitas lereng dalam bentuk tampilan program komputer disajikan pada Lampiran 2. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil pemeriksaan sifat fisika dan mekanik tanah rata-rata di Desa Mulyajaya, untuk analisis stabilitas lereng adalah berat isi 14114 kgf/m3, kohesi efektif 1450 kgf/m2 dan sudut geser dalam efektif 20,26o. 2. Hasil analisis stabilitas lereng di lokasi longsor Desa Mulyajaya menunjukkan bahwa lereng menjadi tidak stabil pada kondisi tanah jenuh air dengan nilai Fs 0,306, sedangkan tanah tidak jenuh lereng tetap stabil Fs 1,222. 3. Hasil simulasi stabilitas lereng pada rancangan teras Hurni tipe C3 (tampingan batu) tidak stabil pada kemiringan lahan 30 – 70 % (longsor rotasi), sedangkan longsor translasi 34 – 70 % (tanah 375 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia jenuh). Tipe C2 (tampingan rumput) untuk longsor rotasi tidak stabil pada kemiringan lahan 22 – 30 % (tanah tidak jenuh dan jenuh), demikian juga dengan longsor translasi lereng tidak stabil jika tanah jenuh. Saran Penelitian selanjutnya disarankan membuat model teras untuk dapat menentukan persamaan matematis perancangan teras yang stabil terhadap longsor. Data penelitian ini didapat dari kegiatan kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian IPB dengan BAPPEKA Kabupaten Garut 2002. DAFTAR PUSTAKA ASAE. 1998. Standard Engineering Practice Data. “Ed ke – 45”, ASAE. St. Joseph. USA. Carson, B. 1989. Soil Conservation Strategies for Upland Areas of Indonesia. Columbia. East-West Environment and Policy Institut Occasional paper No. 9. British. Canada. Das, B.M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Diterjemahkan : Endah NM, Surya IBM. Jakarta.: Erlangga. Jakarta. FATETA, 2002. Laporan Akhir Indentifikasi Penyusunan Rencana Tindak Penanggulangan Daerah Rawan Bencana di Kabupaten Garut. IPB. Bogor. Fletcher, J. R. 1990. Land Resource Survey of The Wiroko Subwatershed Upper Solo Watershed. Central Java. Indonesia. (Published Jointly by DSIR Land Resource. New Zealand. Department of Scientific and Industrial Research and the Directories General. Reforestation and land Rehabilitation. Ministry of Forestry Indonesia). DSIR Land Resource Scientific Report 12. 157 ps. Hurni, 1980. A Nomograph for Design of Labour-Intensive Soil Conservation Measure in Rain Field Cultivations. Di dalam : Morgan RPC, editor. Soil Conservation Problem and Prospect. John Wiley and Son, Inc. New York p. 109-200. Schwab, G.O, R.K. Frevert, T.W. Edminster, K.K. Barnes. 1981. Soil and Water Engineering. John Wiley and Sons. New York Sheng, T.C. 1977. Protection of Cultivated Slopes. Terracing Step Slopes in Humid Region. FAO. Conservation Guide. Guidelines for Watershed Management Forest Conservation and Wildlife Branch. FAO-UN, Forestry Department, Forest Resources Division. Rome. Suresh, R. 1993. Soil and Water Conservation Engineering. Standard Publisher Distributors. Jakarta. Verruijt, A. 1970. Theory of Groundwater Flow. MacMillan. London. 376 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia Lampiran 1. Nomogram Hurni Pemilihan tipe teras berdasarkan nilai S (%), LS, dan D (m) Sumber : Hurni (1980) 377 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia Lampiran 2. a. Tampilan perancangan teras Hurni dan analisis stabilitas lereng dengan simulasi program komputer Tampilan perancangan teras Hurni b. Tampilan perancangan sketsa teras Hurni 378 Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia Lampiran 2. Lanjutan c. Tampilan analisis stabilitas lereng untuk longsor rotasi pada teras Hurni d. Tampilan analisis stabilitas lereng untuk longsor translasi pada teras Hurni 379