Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
Sistem Olfaktorius dan Gangguan Penghidu Dr. Effy Huriyati, SpTHT-KL PENDAHULUAN Indera penghidu n.olfaktorius Indera pengecap n.trigeminus Reseptor organ penghidu : regio olfaktorius (hidung 1/3 atas) Saraf olfaktorius lubang pd lamina kribrosa os etmoid bulbus olfaktorius (dasar fosa kranii anterior) Anatomi Sistem Olfaktorius Epitel kolumner pseudostratifikatum Mengandung reseptor olfaktoria bersilia Neuroepitelium olfaktorius Terletak pada lokasi paling superior di dalam lamina kribriformis Luas 1 cm2 pada celah olfaktoria dan berjarak 7 cm dari nostril anterior Anatomi Sistem Olfaktorius Anatomi Sistem Olfaktorius Anatomi Sistem Olfaktorius Regio Olfaktoria Septum nasi superior Konka superior Dinding hidung superiorlateral Anatomi Sistem Olfaktorius Mukosa hidung nasal Filia olfaktoria Melewati 15-20 foramina 10-20 juta badan sel dari Neuron Reseptor Olfaktoria (NRO) primer Bersinaps pada Bulbus olfaktoria Jalur yang pendek SSP Neuron dan badan sel NRO rentan untuk cedera oleh infeksi, kimia/ toksin, trauma dan proses inflamasi Anatomi Sistem Olfaktorius 1. Olfactory bulb , 2. Mitral cells, 3. Bone, 4. Nasal Epithelium , 5. Glomerulus , 6. Olfactory receptor cells Neuroepithelium : Sel mikrovillar Sel sustentakular Sel basal Sel duktus kelenjar Bowman • Unknown • Mengeluarkan molekul bau setelah persepsi dan deaktivasi toksin lingkungan • Horizontal dan globose • Sumber utama mukus pada region neuroepitelium olfaktoria dan memberikan lingkungan mikro untuk transduksi sensoris penciuman Anatomi Sistem Olfaktorius Anatomi Sistem Olfaktorius Neuron olfaktoria Penuaan penurunan mengalami regenerasi proses neurogenesis setiap 3-6 bulan, dimulai dari sel basal Neurogenesis olfaktoria merupakan keseimbangan antara apoptosis dan regenerasi Anosmia post-trauma dan post URI akibat ketidakmampuan regenerasi neuron setelah cedera Kompleksitas Jaras Olfaktoria Anatomi Sistem Olfaktorius Deteksi bau dimulai pada neuron reseptor olfaktoria (reseptor orde primer) Sinaps dengan glomerulus dan dendrit sel mitral (neuron orde sekunder ) di dalam bulbus olfaktorius Sinyal ditransmisi ke korteks olfaktoria yang terdiri dari nukleus olfaktoria anterior, tuberkulum olfaktoria, korteks piriformis, korteks entorhinal lateral, nukleus kortikal amigdala, korteks periamigdaloid Olfactory pathway Fisiologi Sistem Olfaktorius Jalur molekul bau hingga mencapai celah olfaktoria Aliran orthonasal langsung Aliran retrograde (melalui nasofaring) Fisiologi Sistem Olfaktorius 10-20% udara yang diinspirasi mencapai celah olfaktoria (1/3 superior) Saat molekul bau mencapai dinding mukosa olfaktoria, maka akan menempel pada mukosa dan larut pada mukus yang terdapat pada mukosa molekul kimia berubah menjadi potensial aksi listrik Fisiologi Sistem Olfaktorius Aktivasi reseptor olfaktoria melalui jalur second-messenger protein-G dan depolarisasi triger monofosfat adenosin siklik dan konduksi sinyal sepanjang akson dan sinyal diteruskan ke bulbus olfaktorius hingga amigdala dan korteks sensoris primer Fisiologi Sistem Olfaktorius Binding of odorants to specific G-protein coupled receptors activates an adenylate cyclase (AC) through the Gprotein α-subunit Golf. The produced cAMP binds to and opens cyclic nucleotide gated channels and calcium enters the cell. The initial depolarization caused by the opening of this unselective cation channels is than amplified by the opening of CaCCs (calcium activated chloride channel ) Fisiologi Sistem Olfaktorius Proses identifikasi bau berhubungan dengan jumlah reseptor yang tersedia untuk stimulasi Memori olfaktoria disimpan di dalam lobus temporal anterior medial pada otak Jalur Kemosensoris Tambahan Nervus kranial I (nervus olfaktorius) merupakan sistem utama dalam pengenalan bau Nervus kranial lainnya yang berhubungan dengan pembauan n. V, n. IX, n. X Peranan kemosensoris n. IX dan n. X cukup minor N. V berperan dalam modulasi informasi, pengenalan bau yang menyengat (ammonia) dan inervasi somatosensoris Jalur Kemosensoris Tambahan Nervus olfaktorius terbatas pada area 2-cm2 dari neuroepitelium olfaktorius Nervus trigeminus memiliki reseptor untuk bau yang menyengat yang terletak sepanjang kavum nasi Kebanyakan stimulan bau menstimulasi kedua sistem olfaktorius dan trigeminal Jalur Kemosensoris Tambahan Jalur Kemosensoris Tambahan Serabut saraf yang terlibat pada sensasi yang dimediasi secara trigeminal Serabut C • Sensasi tumpul dan terbakar Serabut δ • Sensasi tajam dan menyengat Jalur Kemosensoris Tambahan Substansi P Respon inflamasi lokal Inflamasi neurogenik Peptida yang melepaskan gastrik Peptida yang berhubungan dengan kalsitonin Neurokinin A Jalur Kemosensoris Tambahan Distribusi dan densitas akhir mukosa nervus trigeminal belum diketahui secara pasti Bagian anterior hidung lebih sensitif terhadap stimulus trigeminal Memungkinkan untuk deteksi awal terhadap stimulus yang berbahaya dan menginisiasi mekanisme proteksi, seperti bersin, menahan nafas dan tertutupnya glotis Jalur Kemosensoris Tambahan Organ Vomeronasal (OVN) • Struktur membranosa bilateral dengan panjang 2-10 mm, berupa lekukan pada dasar septum anterior (2 cm dari nostril pada junctio os dan kartilago septum) • Sebagai organ rudimenter karena tidak memiliki hubungan saraf ke otak (sinyal langsung ditransmisikan ke hipotalamus) • Memiliki respon elektrofisiologi lokal • Memediasi beberapa respon otonom, psikologi dan endokrin berperan dalam identifikasi bau feromon Sensasi Aliran Udara pada Mukosa Hidung Mekanisme persepsi terhadap aliran nasal belum diketahui secara pasti Vestibulum nasal memiliki konsentrasi reseptor taktil dan termal yang tinggi (tergantung pada besarnya aliran dan temperatur udara) Bagian hidung posterior memiliki konsentrasi mekanoreseptor yang tinggi Sensasi Aliran Udara pada Mukosa Hidung Meatus inferior lebih sensitif terhadap aliran udara dibandingkan meatus media dan vestibulum lebih sensitif dibandingkan bagian lain pada kavum nasi Terdapat hubungan penambahan usia terhadap penurunan sensitivitas mukosa nasal terhadap aliran udara Aspek Klinis Fungsi Olfaktoria pada Hidung • Tidak ada fungsi penciuman • Penurunan fungsi penciuman Anosmia Hiposmia Klasifikasi Gangguan Penciuman • Adanya persepsi tanpa adanya stimulus • Perubahan persepsi terhadap stimulus bau Kakosmia/ pantosmia Parosmia Aspek Klinis Fungsi Olfaktoria pada Hidung Etiologi Gangguan transpor/ konduktif • Polip, tumor, rinitis alergi, rinosinusitis kronis Gangguan sensoris • Anosmia post-URI, kerusakan neuron reseptor olfaktoria yang diinduksi oleh toksin Gangguan neural • Sekunder terhadap cedera pada bulbus olfaktoria dan jalur olfaktoria sentral • Trauma kepala, penyakit Alzheimer ETIOLOGI Hiposmia Obstruksi hidung Penyakit sistemik Obatobatan Anosmia Trauma Infeksi Tumor Degenerasi ETIOLOGI Parosmia Trauma Epilepsi KAKOSMIA Kelainan psikologik Kelainan psikiatri Diagnosis Anamnesis • Lama, hilang timbul / terus menerus, • Unilateral, bau bgm?, penyakit lain • Trauma, obat • Kelainan sensoris lain (pengecap/penglihatan) Diagnosis Pemeriksaan fisik • Rinoskopi anterior • Rinoskopi posterior Pemeriksaan penunjang • Pemeriksaan penghidu sederhana • Foto SPN • Laboratorium INTERPRETASI & TERAPI Hiposmia hilang timbul & derajat bervariasi • Rinitis vasomotor, alergi, sinusitis Zona anosmia Hiposmia karena sumbatan Rinitis medikamentosa hipo/anosmia • Polip nasi, tumor hidung, rinitis kronis spesifik reversibel Interpretasi dan Terapi Kerusakan n. olfaktorius (infeksi) Trauma kepala Tumor n.olfaktorius Lansia Tumor intrakranial Epilepsi lobus temporal Kelainan psikiatrik Berpurapura (malingering) Rinosinusitis Kronis dan Gangguan Olfaktorius Rinosinusitis kronis berperan terhadap 25% kasus gangguan penciuman Akibat kelainan konduktif (edema dan polip) yang menurunkan aliran udara nasal dan kelainan neural (inflamasi pada neuroepitelium) Mediator inflamasi memicu hipersekresi pada kelenjar respirasi dan kelenjar Bowman mengubah konsentrasi ion pada mukus olfaktorius yang mempengaruhi lingkungan mikro neuron olfaktorius dan proses transduksi olfaktoria Rinosinusitis Kronis dan Gangguan Olfaktorius Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh limfosit, makrofag dan eosinofil, khususnya sitokin merupakan zat toksik terhadap reseptor neuron olfaktorius Terdapat aktivitas caspase-3 pada biopsi mukosa pasien RSK indikator apoptosis sel olfaktorius Rinosinusitis Kronis dan Gangguan Olfaktorius Derajat gangguan penciuman tergantung tingkat keparahan rinosinusitis kronis Perbaikan penciuman pada rinosinusitis kronis dengan polip bersifat temporer dan parsial Modalitas multipel: pembedahan, antibiotik, steroid sistemik dan topikal Rinosinusitis Kronis dan Gangguan Olfaktorius Rinosinusitis kronis berperan terhadap 25% kasus gangguan penciuman Akibat kelainan konduktif (edema dan polip) yang menurunkan aliran udara nasal dan kelainan neural (inflamasi pada neuroepitelium) Mediator inflamasi memicu hipersekresi pada kelenjar respirasi dan kelenjar Bowman mengubah konsentrasi ion pada mukus olfaktorius yang mempengaruhi lingkungan mikro neuron olfaktorius dan proses transduksi olfaktoria Rinosinusitis Kronis dan Gangguan Olfaktorius Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh limfosit, makrofag dan eosinofil, khususnya sitokin merupakan zat toksik terhadap reseptor neuron olfaktorius Terdapat aktivitas caspase-3 pada biopsi mukosa pasien RSK indikator apoptosis sel olfaktorius Rinosinusitis Kronis dan Gangguan Olfaktorius Derajat gangguan penciuman tergantung tingkat keparahan rinosinusitis kronis Perbaikan penciuman pada rinosinusitis kronis dengan polip bersifat temporer dan parsial Modalitas multipel: pembedahan, antibiotik, steroid sistemik dan topikal Aspek Klinis Fungsi Sensoris Hidung Kerusakan pada ujung saraf trigeminal menyebabkan sensasi obstruksi hidung tanpa adanya peningkatan objektif resistensi nasal Stimulasi reseptor menthol dapat memperbaiki sensasi subyektif tanpa adanya penurunan resistensi nasal Distribusi pasti sensitivitas nasal terhadap stimulus mekanis dan kimia belum diketahui secara pasti Kesimpulan Kavum nasi mengandung struktur sensoris dan olfaktorius yang multipel Inervasi yang kompleks dapat mendeteksi substansi berbahaya pada udara dan menstimulasi refleks proteksi Nervus olfaktorius dan trigeminal berperan sebagai modulator kemosensoris utama pada kavum nasi