Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL SKENARIO A BLOK 25 Disusun Oleh : Kelompok O20 Tutor : dr. Mutiara Budi Azhar, SU., M.Med.Sc. Nadiah Alysia Pratisara Putri 04011381924207 Edo Dwi Anugrah 04011381924208 Annada Marfitasari 04011381924209 Tiara Nur Aulia 04011381924210 Melissa Tiara Cahyani 04011381924211 Felia Noor Haliza Putri 04011381924212 Mohammad Fazel Iftikhar Syahdafy 04011381924213 Aulia Wening Rafiah 04011381924214 RR. Ayyu Kisledia 04011381924215 Intan Tea Kirana 04011381924216 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2022 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Laporan Tutorial Skenario A Blok 25" dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mutiara Budi Azhar, SU., M.Med.Sc yang telah memberikan pedoman dalam melakukan tutorial, membuat makalah hasil tutorial, dan memberikan bimbingannya sebagai tutor sehingga kami bisa menyelesaikan masalah pada Skenario A yang telah diberikan. Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan mengembangkan isi dari makalah ini. Akhir kata, apabila ada kesalahan kata-kata, penulis meminta maaf dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Palembang, 27 Juli 2022 Kelompok O20 ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii BAB I : Pendahuluan................................................................................... 4 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 4 1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................ 4 1.3 Data Tutorial ...................................................................................... 4 BAB II : Pembahasan .................................................................................. 5 2.1 Skenario Kasus .................................................................................... 5 2.2 Klarifikasi Istilah................................................................................. 6 2.4 Identifikasi Masalah ........................................................................... 8 2.4 Analisis Masalah ................................................................................ 9 2.5 Keterbatasan Ilmu dan Learning Issues ........................................... 24 2.6 Sintesis .............................................................................................. 25 2.7 Kerangka Konsep .............................................................................. 65 BAB III : Penutup ...................................................................................... 66 3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 67 iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Infeksi Tropik adalah blok ke-25 semester 7 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial menelaah skenario sebagai bahan pembelajaran untuk berpikir kritis mengenai suatu kasus. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi ini, yaitu: a. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. b. Dapat berpikir kritis terhadap kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis pembelajaran diskusi kelompok. c. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial. 1.3 Data Tutorial Tutor : dr. Mutiara Budi Azhar, SU., M.Med.Sc Moderator : RR. Ayyu Kisledia Sekretaris 1 : Aulia Wening Rafiah Sekretaris 2 : Annada Marfitasari Presentan : Mohammad Fazel Iftikhar Syahdafy Waktu : 1. Senin, 25 Juli 2022 Pukul 13.00 – 15.30 WIB 2. Rabu, 27 Juli 2022 Pukul 13.00 – 15.30 WIB 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Skenario Kasus Tn. A, usia 65 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Sejak 4 hari yang lalu Tn. A mengalami demam, batuk, dan nyeri tenggorokan. Tn. A ada riwayat kontak erat dengan anaknya yang sedang menjalani isolasi mandiri karena swab antigen COVID-19 positif. Selama ini Tn. A menderita penyakit diabetes mellitus dan hipertensi tetapi makan obat tidak teratur dan jarang kontrol ke rumah sakit. 7 hari yang lalu Tn. A sudah vaksinasi menggunakan vaksin COVID-19 dosis pertama. Pemeriksaan fisik : Kesadaran: compos mentis, tekanan darah 140/100 mmHg, takhipneu (24x/menit), takhikardia (110 x/menit), hiperpireksia (41,2OC), saturasi oksigen 89 %. Pemeriksaan spesifik : Kepala : konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) Thorak : jantung dalam batas normal, paru terdengar ronkhi halus di basal kanan dan kiri Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : dalam batas normal Pemeriksaan laboratorium : Hb: 12 gr/dl, leukopenia (3.300/mm3), trombosit 210.000/mm3, limfopenia (7 %). Swab PCR positif dengan CT value 20. Kimia darah: CRP kuantitatif 50 mg/dl, D-dimer 4,78 m/dl, fibrinogen 540 mg/dl, gula darah sewaktu 286. Rontgen thorak: Pneumonia bilateral. 5 2.2 Klarifikasi Istilah No. 1. ISTILAH Vaksinasi MAKNA/PENGERTIAN SUMBER Tindakan memasukkan vaksin ke dalam CDC, 2021 tubuh untuk menghasilkan perlindungan dari penyakit tertentu. 2. C-reactive protein (CRP) Protein pentamerik yang disintesis oleh NCBI hati, yang kadarnya meningkat sebagai respons terhadap peradangan. 3. Swab antigen Swab antigen adalah tes diagnostik WHO deteksi antigen dirancang untuk secara langsung mendeteksi protein SARS-CoV-2 yang dihasilkan oleh virus yang bereplikasi disekresi saluran pernapasan. 4. Coronavirus Disease-19 (COVID-19) Penyakit menular yang disebabkan WHO oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan 5. Hiperpireksia Hiperpireksia adalah keadaan suhu Jurnal Unpad tubuh >41,10 derajat celcius. 6. Isolasi Mandiri Merupakan perawatan yang dilakukan di Jurnal UGM rumah pada pasien covid-19 yang mempunyai gejala ringan atau sedang, dan bagi seseorang yang mempunyai riwayat kontak erat dengan seseorang terkonfirm Covid-19 6 7. Diabetes Mellitus - Suatu kelompok penyakit PERKENI metabolik dengan karakteristik IDF, 2021 gula darah yang tinggi yang terjadi karena kelainan produksi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Kondisi serius, jangka panjang (atau "kronis") yang terjadi ketika peningkatan kadar glukosa darah terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi salah satu atau cukup hormon insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif 8. Hipertensi Tingginya tekanan darah arteri secara Kamus persisten/terus menerus. Kedokteran Dorland 9. CT-Value (Cycle Threshold) Nilai CT adalah jumlah siklus yang Perhimpunan dibutuhkan sampai sinyal fluoresens Dokter melewati ambang (threshold). Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia 10. Pneumonia Bilateral Radang paru-paru disertai eksudasi dan Kamus konsolidasi pada kedua paru. Kedokteran Dorland 11. D-Dimer Produk sampingan dari proses NCBI pembekuan dan pemecahan darah yang dapat diukur melalui analisis sampel darah. 7 12. Limfopenia Pengurangan jumlah limfosit yang Merriam- beredar dalam darah manusia atau hewan. Webster Dictionary 2.3 Identifikasi Masalah NO. 1. FAKTA/ KALIMAT MASALAH Tn. A, usia 65 tahun, datang Masalah dengan keluhan sesak nafas CONCERN KETERANGAN VVV Keluhan Utama VV Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien sejak 1 hari yang lalu. Sejak 4 hari yang lalu. Tn. A mengalami demam, batuk, dan nyeri tenggorokan. 2. Tn. A ada riwayat kontak erat Masalah dengan anaknya yang sedang menjalani isolasi mandiri karena swab antigen COVID-19 positif. Selama ini Tn. A menderita penyakit diabetes mellitus dan hipertensi tetapi makan obat tidak teratur dan jarang kontrol ke rumah sakit. 7 hari yang lalu Tn. A sudah vaksinasi menggunakan vaksin COVID-19 dosis pertama. 3. Pemeriksaan fisik : Kesadaran: compos Masalah mentis, tekanan darah 140/100 mmHg, takhipneu takhikardia (24x/menit), (110 x/menit), 8 V Hasil Pemeriksaan Fisik hiperpireksia (41,2OC), saturasi oksigen 89 %. 4. Pemeriksaan spesifik : Kepala Masalah V Hasil Pemeriksaan Spesifik Masalah V Hasil Pemeriksaan Laboratorium : konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) Thorak : jantung dalam batas normal paru terdengar ronkhi halus di basal kanan dan kiri Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : dalam batas normal 5. Pemeriksaan laboratorium : Hb: 12 gr/dl, leukopenia ), trombosit (3.300/mm3 210.000/mm3 , limfopenia (7 %). Swab PCR positif dengan CT value 20. Kimia darah: CRP kuantitatif 50 mg/dl, D-dimer 4,78 m/dl, fibrinogen 540 mg/dl, gula darah sewaktu 286. Rontgen thorak: Pneumonia bilateral. 2.4 Analisis Masalah 1. Tn. A, usia 65 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Sejak 4 hari yang lalu. Tn. A mengalami demam, batuk, dan nyeri tenggorokan 9 a. Apa kemungkinan penyebab keluhan sesak nafas yang dialami Tn.A? Infeksi dari virus yang memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang b. Apa saja kemungkinan penyakit yang ditandai dengan sesak nafas? Edema paru, embolisme paru, eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis, asma, hipertensi pulmoner/cor pulmonale, Acute respiratory distress syndrome (ARDS), dan pneumonitis c. Bagaimana mekanisme keluhan sesak nafas yang dialami pasien? Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNFα, IL-8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel. Infiltrasi inflamasi dan sel paru yang mati menumpuk menjadi membran hialin dan mengendap di sepanjang dinding alveoli sehingga pertukaran gas menjadi sulit dapat berakibat pada sesak nafas pada kasus. d. Apa saja kemungkinan penyebab keluhan demam, batuk, dan nyeri tenggorokan yang dialami Tn. A? 10 Virus COVID 19 2. Tn. A ada riwayat kontak erat dengan anaknya yang sedang menjalani isolasi mandiri karena swab antigen COVID-19 positif. Selama ini Tn. A menderita penyakit diabetes mellitus dan hipertensi tetapi makan obat tidak teratur dan jarang kontrol ke rumah sakit. 7 hari yang lalu Tn. A sudah vaksinasi menggunakan vaksin COVID-19 dosis pertama. a. Berapa lama masa inkubasi dari terpapar COVID-19 hingga menimbulkan gejala seperti pada kasus? Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari. b. Bagaimana cara penularan COVID-19? Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui fekal-oral. c. Bagaimana cara penanganan isolasi mandiri yang benar? 1) Selalu memakai masker dan membuang masker bekas di tempat yang ditentukan 2) Jika sakit (ada gejala demam, flu dan batuk), maka tetap di rumah. Jangan pergi bekerja, sekolah, ke pasar atau ke ruang publik untuk mencegah penularan masyarakat 3) Manfaatkan fasilitas telemedicine atau sosial media kesehatan dan hindari transportasi publik. Beritahu dokter dan perawat tentang keluhan dan gejala, serta riwayat bekerja ke daerah terjangkit atau kontak dengan pasien COVID-19 4) Selama di rumah, bisa bekerja di rumah. Gunakan kamar terpisah dari anggota keluarga lainnya, dan jaga jarak 1 meter dari anggota keluarga 5) Tentukan pengecekan suhu harian, amati batuk dan sesak nafas. Hindari pemakaian bersama peralatan makan dan mandi dan tempat tidur. 11 6) Terapkan perilaku hidup sehat dan bersih, serta konsumsi makanan bergizi, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan lakukan etika batuk dan bersin. 7) Jaga kebersihan dan kesehatan rumah dengan cairan desinfektan. Selalu berada di ruang terbuka dan berjemur di bawah sinar matahari setiap pagi (±15-30 menit) 8) Hubungi segera fasilitas pelayanan kesehatan jika sakit berlanjut seperti sesak nafas dan demam tinggi, untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. d. Bagaimana mekanisme kerja swab antigen? Berikut ini beberapa contoh prosedur untuk menilai hasil pemeriksaan swab antigen yang selanjutnya hasil akan dibaca dan diinterpretasikan. Sumber: Perhimpunana Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia. 2020) Sumber: Perhimpunana Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia. 2020) 12 Sumber: Prosedur pemeriksaan swab (Perhimpunana Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia. 2020). e. Apa kriteria seseorang mempunyai kontak erat dengan pasien positif COVID-19? Riwayat kontak yang dimaksud antara lain: 1) Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih. 2) Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain). 3) Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar. 4) Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana terlampir) Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simtomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala Pada kasus probable atau konfirmasi yang tidak bergejala (asimtomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan specimen kasus konfirmasi f. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis 13 COVID-19? Beberapa pemeriksaan digunakan untuk menunjang diagnosis COVID-19 dengan menyingkirkan diagnosis banding. Di antaranya adalah; 1) Radiologi : Foto toraks PA dan lateral, MSCT Thoraks, USG thoraks 2) Pemeriksaan specimen saluran napas atas dan bawah a) Saluran napas atas (specimen swab naso/orofaring) b) Saluran napas bawah (sputum, bulasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal) Pada kasus terkondirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel sampai didapatkan 2x hasil negative berturutturut. Pengambilan sampel evaluasi dilakukan setelah didapatkan hasil sampel sebelumnya. 3) Bronkoskopi juga memungkinkan 4) Pungsi pleura sesuai kondisi 5) Pemeriksaan kimia darah a) Darah perifer lengkap (leukosit normal/menurun, hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat) b) Analisa gas darah c) Fungsi hepar, ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal hemostatis, prokalsitonin, laktat. 6) Pemeriksaan serum Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan). g. Apa saja penyakit komorbid yang dapat memperparah kondisi pasien COVID-19? Berdasarkan situs Centers for Disease Control (CDC) tahun 2020, orang dewasa dari segala usia dengan kondisi berikut ini 14 berisiko tinggi untuk terinfeksi COVID-19 yang lebih parah (CDC,2020): 1) Kanker 2) Penyakit ginjal kronis 3) Penyakit hati 4) COPD 5) Penyakit jantung, seperti gagal jantung, penyakir jantung coroner, dan kardiomiopati 6) Immunocompromised (suatu keadaan yang menurunkan sistem imut) seperti transplantasi organ, transplantasi sum-sum tulang, HIV, penggunaan kortikosterioid, penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan penurunan sistem imun 7) Overweight dan obesitas 8) Merokok 9) Diabetes Melitus tipe 1 dan 2 10) Asma 11) Penyakit serebrovaskular 12) Fibrosis kistik (kelainan genetic yang menyebabkan lendir kental terbentuk di paru-paru dan sistem pencernaan) 13) Hipertensi 14) Kondisi dengan gangguan neurologi, seperti demensia 15) Fibrosis paru 16) Thalassemia h. Apa saja jenis pengelompokan dari vaksin COVID-19? 1) Vaksin berbasis DNA dan mRNA 2) Vaksin viral vector (non-replicting) 3) Vaksin inactivated virus 4) Vaksin protein subunit/purified antigen i. Bagaimana mekanisme vaksin COVID-19 dalam menginduksi respon imun seseorang terhadap COVID-19? 15 j. Apakah riwayat penyakit pasien (hipertensi dan DM) dapat mempengaruhi efektivitas vaksin COVID-19? Tidak, tetapi untuk pasien yang memiliki penyakit komorbid perlu diperhatikan sebelum diberikan vaksinasi agar tidak terjadi efek samping yang parah. Untuk kelompok komorbid hipertensi, vaksin dapt diberikan selama tekanan darah <180/110 mmHg dan/atau tidak ada kondisi akut seperti krisis hipertensi. Pada komorbid diabetes melitus, vaksinasi dapat diberikan selama belum ada komplikasi akut atau kondisi metabolik akut. k. Bagaimana efek samping dari vaksinasi COVID-19? 16 Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut antara lain: 1) Reaksi lokal, seperti: • Nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan • Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis. 2) Reaksi sistemik seperti: demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala. 3) Reaksi lain, seperti: • Reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem • Reaksi anafilaksis • Syncope (pingsan) 3. Pemeriksaan fisik : Kesadaran: compos mentis, tekanan darah 140/100 mmHg, takhipneu (24x/menit), takhikardia (110 x/menit), hiperpireksia (41,2OC), saturasi oksigen 89% a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pasien ini? Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Pemeriksaan Kesadaran Compos mentis Compos mentis Normal Tekanan 140/100 mmHg <120/<80 Abnormal Darah Frekuensi mmHg 24x/menit 12-20x/menit Abnormal 110x/menit 50-90x/menit Abnormal napas Frekuensi nadi 17 Suhu 41,2℃ 36,5-37,5℃ Abnormal Saturasi 89% 95-100% Abnormal Oksigen b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik? 1) Hiperpireksia Infeksi virus covid-19 → merangsang sel fagosit mononuklear (makrofag (monosit, limfosit dan endotel) menghasilkan sitokin IL-1, IL-6, TNF-α (tumor necrosis faktor α) à Sitokin berikatan dengan reseptornya di hipotalamus → mengaktivasi fosfolipase A2 → melepaskan asam arakidonat yg kemudian oleh COX-2 (enzim cyclooxygenase-2) diubah menjadi PGE2 (prostaglandin E2) → cAMP (adenosina monofosfat siklik)→ suhu tubuh ↑ 2) Takikardi Suhu tubuh ↑(demam) à kebutuhan oksigen meningkat (Peningkatan 13% konsumsi O2 setiap kenaikan 1℃à kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen à takikardi 3) Takipneu Tubuh tidak merespon terjadinya penurunan pO2 à Penumpukan CO2 di dalam darah à pH darah menjadi asam à sinyal dikirim ke otak à tubuh meningkatkan frekuensi pernapasan à Takipneu 4) Hipertensi Stage II Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. 18 Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat mengencerkannya, dan tinggi volume osmolalitasnya. cairan Untuk ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. 5) Penurunan Saturasi Oksigen Terinfeksi COVID-19 à reaksi inflamasi di paru-paru à terjadi agregasi sel imun àkerusakan jaringan dan endotel à penumpukan cairan di alveolus à pertukaran gas menjadi sulit à gas O2 sulit bedifusi à memicu terjadinya penurunan pO2 à saturasi oksigen 4. Pemeriksaan Spesifik : Kepala : konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) Thorak : jantung dalam batas normal paru terdengar ronkhi halus di basal kanan dan kiri 19 Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : dalam batas normal a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil pemeriksaan spesifik pasien ini? Pemeriksaan Spesifik Konjungtiva Kepala Konjungtiva palpebra tidak anemis Sklera ikterik (-) Sklera tidak ikterik Normal Dalam batas normal Normal Jantung dalam batas normal Thorak Paru terdengar ronkhi halus di basal kanan dan kiri Abdomen Ekstremitas b. Bagaimana Normal palpebra pucat (-) Suara napas vesikuler (tidak ada ronkhi) Datar, lemas Datar, lemas Hepar dan lien tidak Hepar dan lien tidak teraba teraba Dalam batas normal Dalam batas normal mekanisme terjadinya abnormalitas Abnormal Normal Normal Normal dari hasil pemeriksaan spesifik? Jejas Paru Down-regulation aktivitas ACE2 di paru-paru memfasilitasi infiltrasi neutrofil sebagai respon terhadap endotoksin dan menyebabkan akumulasi unopposed angiotensin II dan aktivasi lokal SRA berlebihan yang dapat memicu terjadinya jejas paru, sehingga pada pemeriksaan akan dijumpai suara ronkhi basah halus(Willim, Ketaren and Supit, 2020). 5. Pemeriksaan laboratorium : Hb: 12 gr/dl, leukopenia (3.300/mm3 ), trombosit 210.000/mm3 , limfopenia (7 %). Swab PCR positif dengan CT value 20. Kimia darah: CRP kuantitatif 50 mg/dl, D-dimer 4,78 m/dl, fibrinogen 540 mg/dl, gula darah sewaktu 286. Rontgen thorak: Pneumonia bilateral. 20 a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien ini? Pemeriksaan Hasil Laboratorium Pemeriksaan Swab PCR Positif dengan CT Nilai Normal Negatif Interpretasi Abnormal value 21 Hemoglobin 2 gr/dL 14-17 gr/dL Abnormal Leukosit 3.400/mm3 Trombosit 210.000/mm3 Limfosit 8% 5.000Abnormal 10.000/mm 3 150.000Normal 350.000/m m3 20-40% Abnormal Kimia Darah CRP 55 mg/dL D-Dimer 5,81 m/dL < 5 mg/L < 0,5 mcg/mL atau Meningkat Meningkat < 0,5 mg/L atau Fibrinogen 600 mg/dL < 500 ng/mL 200-4— Meningkat mg/dL Gula Darah 286 mg/dL < 200 mg/dL Hiperglikemia Sewaktu (GDS) Rontgen Thorax Pneumonia bilateral (+) b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan laboratorium? 21 terjadinya Pneumonia bilateral (-) Abnormal abnormalitas dari hasil 1) Swab PCR positif Sputum → Dicampur buffer lisis → Amplifikasi gen → Flourosensi → Swab PCR positif → Terinfeksi COVID 19 2) Hemoglobin menurun Terinfeksi COVID 19 → Bersikulasi ke Peredaran Darah → Virus Berikatan dengan Porfirin RBC → Menyerang Hb pada Rantai Beta 1 Hb → Hemolisis → Hb menurun 3) Leukosit menurun Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan sitokin (IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit → Penurunan Leukosit 4) Limfosit menurun Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan sitokin (IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit 5) CRP Meningkat Kadar CRP yang meningkat menunjukan adanya proses inflamasi selama terinfeksi COVID-19. C Reactive Protein merupakan protein fase akut yang dibentuk di hati (oleh sel hepatosit) akibat adanya proses peradangan atau infeksi. Pada proses inflamasi, sitokin pro inflamasi seperti IL1 dan TNF merangsang sel hepatosit untuk meningkatkan produksi protein fase akut seperti CRP dan serum protein amiloid A. Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan kadar CRP secara cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. Kinetik metabolism CRP sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh karena 22 itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan akut. 6) D-dimer Meningkat D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang terbentuk selama proses degradasi bekuan darah oleh fibrinolisis. Peningkatan D-dimer dalam darah merupakan penanda kecurigaan trombosis. Peningkatan D-dimer ditemukan pada trombosis vena dalam, emboli paru, trombosis arteri, DIC, kehamilan, inflamasi, kanker, penyakit liver kronis, trauma, pembedahan, dan vaskulitis. Peningkatan D-dimer sering ditemukan pada pasien COVID-19 berat dan merupakan prediktor terjadinya ARDS, kebutuhan perawatan di unit perawatan intensif, dan kematian. Trombosis dan tromboemboli yang terjadi pada COVID-19 mengikuti konsep trias Virchow. Trias Virchow merupakan dasar pemahaman tentang trombosis yang meliputi jejas endotel, stasis aliran darah, dan hiperkoagulasi. Jejas endotel pada COVID-19 dapat terjadi melalui mekanisme invasi langsung SARS-CoV-2 ke dalam sel endotel yang menyebabkan jejas sel atau sebagai akibat dari respon inflamasi oleh sitokin-sitokin proinflamasi. Stasis aliran darah dapat disebabkan oleh imobilisasi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Keadaan hiperkoagulasi diperberat oleh faktor-faktor protrombotik seperti peningkatan ULVWF, faktor VIII, fibrinogen, NETs, dan mikropartikel trombotik. 7) Fibrinogen Meningkat Peningkatan fibrinogen sering ditemukan pada COVID-19 dan berkorelasi dengan proses inflamasi dan kadar IL-6, namun pada kasus berat dapat terjadi penurunan kadar fibrinogen sebagai akibat perburukan koagulopati. 8) Hiperglikemia 23 Pada kasus ini, pasien mengalami hiperglikemia akibat riwayat penyakit diabetes mellitus yang telah lama dideritanya, selain itu didapatkan juga bahwa pasien tidak teratur dalam riwayat pengobatan dan jarang kontrol ke rumah sakit. 9) Diabetes melitus(DM) Adalah penyakit gangguan metabolik yang memengaruhi kerja insulin dalam penyerapan glukosa. Diabetes merupakan salah satu faktor risiko utama terjadi COVID-19. Penyandang diabetes rentan terhadap infeksi karena hiperglikemia, gangguan fungsi kekebalan, komplikasi vaskular dan penyakit penyerta seperti hipertensi, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskular. Akibat penurunan fungsi kekebalan tubuh penyandang diabetes menjadi salah satu faktor pencetus mudahnya terjadi COVID-19 di masa pandemi ini. 10) Rontgen Thorax: Pneumonia bilateral(+) Agregasi SARS-CoV-2 di paru-paru menyebabkan gangguan sel epitel dan endotel alveolus, bersama dengan infiltrasi sel-sel inflamasi menyebabkan munculnya sitokin-sitokin proinflamasi (IL1, IL-6, dan TNFα, dan lainnya). Hal ini menyebabkan inflamasi pada paru sehingga saat dilakukan rontgen thorax didapatkan hasil pneumonia bilateral. Rontgen thorax umumnya merupakan tes pencitraan lini pertama pada pasien yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19 karena kegunaannya, ketersediaannya, dan biayanya yang murah, meskipun kurang sensitif dibandingkan Computed Tomography (CT). Rontgen dada yang optimal mencakup proyeksi posteroanterior (PA) dan lateral dengan pasien berdiri. Pada tahap awal COVID-19, hasil rontgen menunjukkan beberapa bayangan pola kecil (multiple small patches shadow) dan perubahan interstitial, terutama di perifer paru. Seiring perkembangan penyakit, hasil rontgen pasien berkembang lebih lanjut menjadi beberapa bayangan tembus pandang/kaca 24 (multiple ground glass shadow) dan bayangan infltrasi di kedua paru. Pada kasus yang parah dapat terjadi konsolidasi paru. Pada pasien dengan COVID- 19, jarang ditemui adanya efusi pleura. 2.5 Keterbatasan Ilmu dan Learning Issue What I Don’t What I Have to How I Know Prove Learn Topik What I Know COVID-19 Definisi dan Epidemiologi, manifestasi faktor klinis Epidemiologi, risiko, faktor risiko, klasifikasi, klasifikasi, patofisiologi, patofisiologi, pathogenesis, lur pathogenesis, lur diagnosis, diagnosis, diagnosis diagnosis banding, banding, komplikasi, komplikasi, tatalaksana, tatalaksana, Jurnal, pemeriksaan pemeriksaan Textboo penunjang, penunjang, k, pencegahan, dan pencegahan, dan Artikel, prognosis. Vaksinasi Definisi Jenis E-Book prognosis. vaksin, Jenis vaksin, dan reaksi imunitas, reaksi imunitas, Internet COVID-19 efek samping efek samping vaksin, dan alur vaksin, dan alur vaksinasi di vaksinasi Indonesia. Indonesia. di Pemeriksaan Nilai Normal Mekanisme Mekanisme Fisik pemeriksaan abnormalitas abnormalitas fisik dan dan cara dan pemeriksaanya. 25 cara pemeriksaanya. interpretasiny a Pemeriksaan Nilai Normal Mekanisme Mekanisme Spesifik pemeriksaan abnormalitas abnormalitas spesifik dan dan cara dan interpretasiny pemeriksaanya. cara pemeriksaanya. a Pemeriksaan Nilai Normal Mekanisme Mekanisme Laboratorium pemeriksaan abnormalitas abnormalitas laboratorium dan dan cara dan pemeriksaanya. cara pemeriksaanya. interpretasiny a 2.6 Sintesis 1. COVID-19 A. Definisi Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru yang disebut sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV2; sebelumnya disebut 2019-nCoV), yang pertama kali diidentifikasi di tengah merebaknya kasus penyakit pernapasan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok (CDC,2021). Menurut WHO, COVID-19 adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus baru Coronavirus dan dapat menyebar dari orang ke orang melalui tetesan bersin dan batuk. Virus ini memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan flu biasa tetapi berbahaya dan jika tidak dilaporkan lebih awal dan dikelola oleh tenaga kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang parah pada manusia dan dapat menyebabkan kematian. B. Klasifikasi Klasifikasi berdasarkan gejala pasien-pasien COVID-19 26 Banyak sekali gejala yang ditemukan pada pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 atau bahkan tanpa gejala. Gejala Covid-19 yang ditemukan pada pasien dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis. Berikut ini adalag klasifikasi gejala Covid-19 berdasarkan tingkat keparahan pada pasien terkonfirmasi positif: 1) Pasien Tanpa Gejala atau Asimtomatik Pasien terkonfirmasi positif oleh tes PCR, namun pasien tetap sehat dan tidak terdapat gejala apapun 2) Gejala Ringan Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala ringan seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, pilek, bersin dan pasien tidak ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia (SpO2 > 95% dengan udara ruangan). Pada beberapa kasus kadang tidak disertai demam, tetapi disertai dengan mual, muntah, nyeri perut, diare, kesemutan, hilang penciuman dan pengecapan maupun tanda gejala lainnya. 3) Gejala Sedang Pasien derajat sedang memiliki tanda dan gejala pneumonia tidak berat, yaitu demam, batuk, sesak, dengan SpO2 ≥93% udara ruangan. Pada pasien anak, derajat sedang adalah pasien mengeluh batuk atau sulit bernafas dengan napas cepat dan/atau terdapatnya tarikan dinding dada. Kriteria napas cepat pada anak usia <2 bulan adalah ≥60 kali/menit; usia 2‒11 bulan ≥ 50 kali/menit; usia 1‒5 tahun ≥40 kali/menit; dan usia >5 tahun ≥30 kali/menit. 4) Gejala Berat Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala pnemonia berat seperti kesulitan ketika manarik napas yang menyebabkan hidung kembang kempis (di luar kondisi normal), otot-otot dada mengalami kesulitan bergerak ketika manarik napas, penurunan kadar oksigen dalam darah dan terdapat 27 perubahan warna menjadi biru atau keabuan pada kuku, bibir, atau di sekitar mata. Selain itu, terdapat gejala bahaya seperti kejang, penurunan kesadaran, tidak dapat minum, dan atau gejala lainnya. 5) Gejala Kritis Pasien kritis telah mengalami acute respiratory distress syndrome (ARDS), sepsis, dan syok sepsis. Kondisi ini membutuhkan alat penunjang hidup, termasuk ventilasi mekanik atau terapi vasopressor. Klasifikasi di atas dapat digunakan juga untuk memastikan perawatan yang sesuai dengan keadaan pasien. Pasien dengan tanpa gejala dan gejala ringan cukup isolasi mandiri dan pasien dengan pasien dengan gejala sedang, berat dan kritis memerlukan perawatan. C. Epidemiologi (Jalur Transmisi) Gambar 2.1 Gambaran epidemiologis COVID-19 (Dikutip dari: KEMENKES RI, 2021) 28 Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 maret 2020, kasus meningkat dan menyebar secara cepat di seluruh wilayah Indonesia. dI Indonesia sampai tanggal 26 Juli 2022 berdasarkan our world in data didapatkan kasus terkonfirmasi 6.178.873, kasus aktif 43.422, sembuh 5.978.522, dan meninggal dunia 156.926. D. Faktor Risiko Berdasarkan situs Centers for Disease Control (CDC) tahun 2020, orang dewasa dari segala usia dengan kondisi berikut ini berisiko tinggi untuk terinfeksi COVID-19 yang lebih parah (CDC,2020): 17) Kanker 18) Penyakit ginjal kronis 19) Penyakit hati 20) COPD 21) Penyakit jantung, seperti gagal jantung, penyakir jantung coroner, dan kardiomiopati 22) Immunocompromised (suatu keadaan yang menurunkan sistem imut) seperti transplantasi organ, transplantasi sum-sum tulang, HIV, penggunaan kortikosterioid, penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan penurunan sistem imun 23) Overweight dan obesitas 24) Merokok 25) Diabetes Melitus tipe 1 dan 2 26) Asma 27) Penyakit serebrovaskular 28) Fibrosis kistik (kelainan genetic yang menyebabkan lendir kental terbentuk di paru-paru dan sistem pencernaan) 29) Hipertensi 30) Kondisi dengan gangguan neurologi, seperti demensia 31) Fibrosis paru 32) Thalassemia 29 E. Manifestasi Klinis Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, kelelahan, myalgia (pegal-pegal), hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), syok septik, asidosis metabolic yang sulit dikoreksi dan beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan Sebagian kecil dalam kondisi krintis bahkan meninggal. Orang lanjut usia dan dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker memiliki risiko lebih besar mengalami keparahan. F. Patofisiologi dan Patogenesis Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius. Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti paru-paru, jantung, sistem renal dan traktus gastrointestinal. Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), yaitu reseptor membran ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada priming protein S ke protease selular, yaitu Transmembran Protease Serin 2 (TMPRSS2). Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki struktur tiga dimensi yang hampir identik pada domain receptorbinding. Protein S pada SARSCoV memiliki afinitas ikatan yang 30 kuat dengan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) pada manusia. Setelah virus masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus yang baru terbentuk masuk kedalam Retikulum Endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam Retikulum Endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru. (Susilo et al. 2020). Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2 memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) pada manusia dibandingkan dengan SARS-CoV. Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) dan pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS), sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas. Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-Ilike receptors, NOD-like receptors, dan Tolllike receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi produksi interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel CD8+, sel Natural Killer (NK), dan makrofag. Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV, dicirikan dengan replikasi virus yang 31 cepat dan produksi IFN yang terlambat, terutama oleh sel dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres penyakit. (Nur Indah Fritriani 2020) Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNFα, IL-8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel. Infiltrasi inflamasi dan sel paru yang mati menumpuk menjadi membran hialin dan mengendap di sepanjang dinding alveoli sehingga pertukaran gas menjadi sulit dapat berakibat pada terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS) dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.(Nur Indah Fritriani 2020) Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui fekal-oral. Penelitian oleh Xiao dkk. (2020) menunjukkan bahwa dari 73 pasien yang dirawat karena COVID-19, terdapat 53,42% pasien yang diteliti positif RNA SARS- CoV2 pada fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien tersebut tetap terkonfirmasi 32 positif RNA SARS- CoV-2 pada fesesnya meskipun pada sampel pernafasan sudah menunjukkan hasil negatif. Lebih lanjut, penelitian juga membuktikan bahwa terdapat ekspresi Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) yang berlimpah pada sel glandular gaster, duodenum, dan epitel rektum, serta ditemukan protein nukleokapsid virus pada epitel gaster, duodenum, dan rektum. Hal ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui fekal-oral. G. Alur Diagnosis Kriteria diagnosis kasus COVID-19 adalah hasil positif tes asam nukleat SARS CoV-2 melalui fluoresensi real time (RT-PCR). Pada umumnya gejala yang dapat ditemukan yaitu, 3 gejala utama : demam, batuk kering dan sulit bernafas atau sesak (Yuliana, 2020). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, kriteria diagnostik pasien COVID-19 yang berlaku adalah sebagai berikut (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020) : 1) Kasus suspek Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut: a) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**. b) Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19. c) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada 33 penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan. Catatan: • Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini dikenal kembali dengan istilah kasus suspek * ISPA, yaitu demam (≥ 38°C) atau riwayat demam; dan disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan, seperti: batuk/sesak napas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat. **Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang melaporkan adanya kasus konfirmasi yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang melaporkan kasus tersebut. Negara transmisi lokal merupakan negara yang termasuk dalam klasifikasi kasus kluster dan transmisi komunitas, dapat dilihat melalui situs ***Definisi ISPA berat/pneumonia berat adalah: • Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 kali/menit, kesulitan pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) < 90% pada udara kamar. • Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari berikut ini: - Sianosis sentral atau SpO2 < 90%. - Kesulitan pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang berat). - Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang. • Tanda lain dari pneumonia, yaitu: tarikan dinding dada, takipnea: < 2 bulan, ≥ 60 kali/menit; 2–11 bulan, ≥ 50 kali/menit; 1–5 tahun, ≥ 40 kali/menit; >5 tahun, ≥ 30 kali/menit. 2) Kasus probable 34 Kasus suspek dengan ISPA berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR (Menkes RI, 2020). ***ARDS: • Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu. • Pencitraan dada (CT scan thorax, atau ultrasonografi paru): opasitas bilateral, efusi pleura yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau nodul. • Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal jantung atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko. • Kriteria ARDS pada dewasa: - ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg dengan PEEP atau Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) ≥ 5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi. - ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg dengan PEEP ≥ 5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi. - ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥ 5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi.Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan ARDS (termasuk pasien yang tidak diventilasi). 3) Kasus konfirmasi Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RTPCR.Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2: a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik). b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik). 35 4) Kontak erat Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain: 1. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih. 2. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain). 3. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar. 4. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana terlampir) Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simtomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala Pada kasus probable atau konfirmasi yang tidak bergejala (asimtomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan specimen kasus konfirmasi 5) Pelaku perjalanan Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir 6) Discarded Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut: a) Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturutturut dengan selang waktu > 24 jam. 36 b) Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari. 7) Selesai isolasi Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut: a) Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow-up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi. b) Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow-up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan. c) Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik) yang mendapatkan hasil pemeriksaan follow-up RT-PCR 1 kali negatif, dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan 8) Kematian Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus konfirmasi/probable COVID-19 yang meninggal. H. Diagnosis banding Manifestasi ringan yang disebabkan oleh COVID-19 harus dibedakan dengan infeksi pernafasan yang disebabkan oleh virus lain. Novel Coronavirus Pneumonia (NCP) harus dibedakan dengan virus pneumonia yang disebabkan oleh virus influenza, adenovirus atau respiratory syncytial virus, dan mycoplasma pneumonia. Terutama untuk kasus-kasus suspek, deteksi rapid antigen, tes asam nukleat PCR berulang dan metode lainnya harus dilakukan untuk menguji patogen pernafasan yang umum. 37 Selain itu, harus dibedakan dari penyakit non-infeksius seperti vaskulitis, dermatomiositis, dan organizing pneumonia. Pasien COVID-19 dapat datang dengan manifestasi klinis yang beragam sehingga diagnosis bandingnya meliputi gejala pada saluran napas dan di luar saluran napas. Diagnosis banding penyakit infeksi saluran napas dengan mikroorganisme penyebab lain: 1) Adenovirus 2) Coronavirus lainnya 3) Chlamydia pneumonia 4) Influenza (28% pasien COVID-19 mengalami influenza) 5) Human metapneumovirus (HmPV) 6) Human rhinovirus/enterovirus 7) Legionella pneumophilia 8) Mycoplasma pneumonia 9) Parainfluenza 10) Pneumocystis jirovecii (in immunocompromised hosts) 11) Respiratory syncytial virus (RSV) 12) Rhinovirus (common cold) 13) Infectious mononucleosis 14) Acute HIV Pneumonia primer karena virus atau bakteri seperti 1) Streptococcus pneumonia 2) Haemophilus influenzae pneumonia 3) Moraxella catarrhalis pneumonia Keadaan akut pada paru seperti 1) Edema paru 2) Embolisme paru 3) Eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis 4) Asma 5) Hipertensi pulmoner/cor pulmonale 6) Acute respiratory distress syndrome (ARDS) 7) Pneumonitis 38 I. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada seseorang yang menderita COVID-19, baik pasien biasa maupun wanita hamil di antaranya meliputi respiratory distress, disseminated intravascular coagulopathy (DIC), gagal ginjal, pneumonia, kelahiran prematur, dan sepsis. J. Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan digunakan untuk menunjang diagnosis COVID-19 dengan menyingkirkan diagnosis banding. Di antaranya adalah; 1) Radiologi : Foto toraks PA dan lateral, MSCT Thoraks, USG thoraks 2) Pemeriksaan specimen saluran napas atas dan bawah a) Saluran napas atas (specimen swab naso/orofaring) b) Saluran napas bawah (sputum, bulasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal) Pada kasus terkondirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel sampai didapatkan 2x hasil negative berturutturut. Pengambilan sampel evaluasi dilakukan setelah didapatkan hasil sampel sebelumnya. 3) Bronkoskopi juga memungkinkan 4) Pungsi pleura sesuai kondisi 5) Pemeriksaan kimia darah a) Darah perifer lengkap (leukosit normal/menurun, hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat) b) Analisa gas darah c) Fungsi hepar, ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal hemostatis, prokalsitonin, laktat. 39 6) Pemeriksaan serum Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan). K. Tatalaksana Tatalaksana untuk pasien coronavirus disease 2019 dibagi menjadi tatalaksana orang tanpa gejala (OTG), orang dengan gejala ringan, sedang, dan berat, adapun penjelasan dari ketiganya sebagai berikut: a. Orang Tanpa Gejala (OTG) - Untuk orang tanpa gejala, isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan dipantau oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) melalui telepon. - Jika terdapat penyakit penyerta (komorbid), lanjutkan mengonsumsi obat – obatan yang telah rutin dikonsumsi. - Jika obat rutin pasien adalah Angiotensin Reseptor Blocker dan Ace inhibitor, harap berkonsultasi pada dokter spesialis dalam dan dokter spesialis jantung. - Dianjurkan meminum vitamin C, B, E, dan Zink selama 14 hari. Berbagai pilihan vitamin C yang dapat dipilih yaitu vitamin C tablet isap (500mg per 12 jam oral selama 30 hari), dan vitamin C tablet non acid (500mg per 6-8 jam oral untuk 14 hari). b. Orang dengan Gejala Ringan Untuk pasien dengan gejala ringan, melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan ditangani serta dikontrol oleh FKTP (puskesmas) selama 14 hari sebagai pasien rawat jalan. Untuk pilihan terapi yang dapat digunakan pada orang gejala ringan yaitu: - Minum multivitamin berupa vitmin C,B,E, dan Zink. - Vitamin C tablet isap 500 mg per 12 jam oral selama 30 hari - Klorokuin fosfat 500mg per 12 jam oral untuk lima hari / 40 Hidroksiklorokuin (sediaan 200mg) 400mg per 24 jam per oral dalam 5 hari - Azitromisin 500mg per 24 jam per oral untuk 5 hari alternatif menggunakan levofloxacin 750mg per 24 jam selama 5 hari - Simptomatik bila demam beri paracetamol - Antivirus berupa oseltamivir 75 mg per 12 jam pe oral atau favipiravir 600 mg per 12 jam per oral dalam waktu 5 hari. c. Orang dengan Gejala Sedang Harus dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid19 dan diisolasi selama 14 hari. Untuk pilihan terapi yang dapat digunakan pada orang gejala sedang yaitu: Konsumsi vitamin C 200-400 mg per 8 jam (100 cc NaCl 0,9%) habis 1 jam (drip intravena). - Klorokuin fosfat 500 mg per 12 jam oral selama 5-7 hari / - Hidroksiklorokuin (sediaan 200 mg) sebanyak 400 mg per 12 jam per oral dilanjutkan 400 mg per 24 jam per oral dalam 57 hari. - Azitromisin 500 mg per 24 jam per intravena atau peroral dalam 5-7 hari alternatif menggunakan levofloxacin 750 mg per 24 jam per intrravena atau peroral dalam waktu 5-7 hari. d. Simtomatis bila demam beri paracetamol - Antivirus berupa oseltamivir 75 mg per 12 jam oral atau favipiravir (sedian 200 mg) dengan loading dose 1600 mg per 12 jam per oral pada hari pertama dan dilanjutkan 2x600 mg pada hari ke 2-5. d. Orang dengan Gejala Berat - Harus isolasi diri di rumah sakit rujukan serta dirawat secara kohorting (ruang isolasi). - Untuk pilihan terapi yang digunakan pada orang dengan gejala berat adalah: 41 - Klorokuin fosfat 500 mg per 12 jam per oral pada hari ke 13 selanjutnya 250 mg per 12 jam per oral pada hari ke 4-10 atau hidroksiklorokuin 400 mg per 24 jam per oral dalam 5 hari dan control EKG setiap 3 hari sekali - Azitromisin 500 mg per 24 jam dalam 5 hari atau levofloxacin 750 mg per 24 jam per iv dalam 5 hari - Jika terjadi sepsis, pemberian antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinisnya serta fokus pada infeksi dan faktor risiko pasien - Antivirus menggunakan oseltamivir 75 mg per 12 jam per oral atau favipiravir (sediaan 200 mg ) dengan loading dose 1600 mg per 12 jam per oral pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2 x 600 mg pada hari ke 2-5 - Konsumsi vitamin C dosis 200-400 mg per 8 jam (100 cc NaCl 0,9%) dan habis dalam waktu 1 jam (drip intravena) - Vitamin B1 1 ampul per 24 jam per iv g. Hydroxycortison 100 mg per 24 jam per iv pada 3 hari pertama - Meneruskan obat-obatan penyakit penyerta (komorbid) dan obat komplikasi (jika terjadi komplikasi). L. Pencegahan COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu pengetahuan terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci pencegahan meliputi pemutusan rantai penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar. a. Vaksin Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin guna membuat imunitas dan mencegah transmisi. b. Deteksi dini dan Isolasi Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah berkontak dengan pasien yang positif COVID-19 harus 42 segera berobat ke fasilitas kesehatan. WHO juga sudah membuat instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19 sebagai panduan rekomendasi tindakan lanjutan. Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian seluruh aktivitas yang berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi SARS-CoV-2 dan isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan mencari bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat, usaha mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa pada acara besar (social distancing). c. Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID19 adalah melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu meter. Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan. Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada lima waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh lingkungan pasien. Air sering disebut sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan dengan air saja tidak cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan virus RNA dengan selubung lipid bilayer. 43 Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa hidrofobik seperti lemak atau minyak. Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-71% dapat mengurangi infektivitas virus. Oleh karena itu, membersihkan tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun dan air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak kotor sedangkan sabun dipilih ketika tangan tampak kotor. Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai ketika bersin atau batuk untuk menghindari penyebaran droplet. d. Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah berhenti merokok dan konsumsi alkohol, memperbaiki kualitas tidur, serta konsumsi suplemen. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko infeksi saluran napas atas dan bawah. Merokok menurunkan fungsi proteksi epitel saluran napas, makrofag alveolus, sel dendritik, sel NK, dan sistem imun adaptif. Merokok juga dapat meningkatkan virulensi mikroba dan resistensi antibiotika. Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia komunitas.139 ARDS juga berhubungan dengan konsumsi alkohol yang berat. Konsumsi alkohol dapat menurunkan fungsi neutrofil, limfosit, silia saluran napas, dan makrofag alveolus. M. Prognosis 44 Berdasarkan kasus-kasus yang ditangani baru-baru ini, kebanyakan pasien memiliki prognosis yang baik. Sedangkan untuk kaum lanjut usia dan orang dengan penyakit kronis, umumnya memiliki prognosis buruk. Sementara kasus pada anak-anak umumnya memiliki gejala yang relatif ringan. Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam 2. Vaksinasi COVID-19 A. Definisi Vaksinasi adalah pemberian Vaksin dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan. Vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah Covid-19. Vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) agar masyarakat menjadi lebih produktif dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Pelayanan vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau milik masyarakat/swasta yang memenuhi persyaratan, meliputi: • Puskesmas, Puskesmas Pembantu • Klinik • Rumah Sakit dan/atau • Unit Pelayanan Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) B. Jenis vaksin COVID-19 45 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/12758/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia, jenis vaksin COVID-19 yang dapat digunakan di Indonesia beserta dosis sesuai rekomendasi adalah: 1. Sinovac : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara intramuskular, vaksin inaktiv yang berfungsi untuk memperkuat respons sistem kekebalan. 2. AstraZeneca : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara intramuskular, vaksin vektor adenovirus non-replikasi COVID19 yang berfungsi untuk meghasilkan respons imun dan menyimpan informasi tersebut di sel imun memori. 3. Sinopharm : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara intramuskular, vaksin menstimulasi produksi inaktiv yang antibodi berfungsi sehingga untuk tubuh siap memberikan respons terhadap infeksi SARS-CoV-2 hidup. 4. Moderna : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara intramuskular, vaksin berbasis RNA duta (mRNA) yang berfungsi untuk menstimulasi produksi protein S-antigen SARS=CoV-2 sehingga tubuh dapat dapat menghasilkan respons kekebalan dan menyimpan informasi tersebut di sel imun memori. 5. Pfizer : Jumlah dosis 1 (0,5 ml per dosis) secara intramuskular, vaksin berbasis RNA duta (mRNA) yang berfungsi untuk menstimulasi produksi protein S-antigen SARS=CoV-2 untuk menstimulasi respons kekebalan 6. Jenis vaksin lainnya: Novavax, Sputnik-V, Janssen, Convidencia, dan Zifivax. C. Reaksi imunitas pada COVID-19 Tubuh memiliki banyak cara untuk melindungi diri terhadap patogen (organisme yang menyebabkan penyakit). Kulit, mukosa, 46 dan silia (rambut halus yang mengeluarkan partikel dari paru-paru) menjadi penghalang fisik untuk mencegah patogen memasuki tubuh. Saat patogen menginfeksi tubuh, pertahanan tubuh kita (sistem imun), terpicu dan patogen tersebut diserang serta dihancurkan atau diatasi. Patogen adalah bakteri, virus, parasit, atau fungi yang dapat menyebabkan penyakit di dalam tubuh. Masing-masing patogen terdiri dari beberapa bagian yang biasanya hanya ada pada jenis patogen tersebut dan penyakit yang diakibatkannya. Bagian patogen yang menyebabkan pembentukan antibodi disebut antigen. Antibodi yang dihasilkan untuk merespons antigen dari patogen merupakan bagian penting dalam sistem imun. Antibodi dapat dipandang sebagai prajurit dalam sistem pertahanan tubuh. Setiap antibodi dalam tubuh dilatih untuk mengenali satu antigen tertentu. Saat tubuh manusia terpapar suatu antigen untuk pertama kalinya, sistem imun membutuhkan waktu untuk merespons dan memproduksi antibodi khusus untuk antigen tersebut. Dalam rentang waktu ini, orang tersebut rentan jatuh sakit. Setelah antibodi spesifik untuk antigen tersebut diproduksi, antibodi ini bekerja sama dengan bagian sistem imun lainnya untuk menghancurkan patogen dan menghentikan penyakit. Antibodi terhadap suatu patogen biasanya tidak memberikan perlindungan terhadap patogen lain kecuali jika kedua patogen tersebut sangat mirip dengan satu sama lain. Setelah tubuh memproduksi antibodi dalam memberikan respons utama terhadap suatu antigen, tubuh juga menciptakan sel-sel pengingat yang memproduksi antibodi, yang akan tetap hidup bahkan setelah patogennya dikalahkan oleh antibodi. Jika tubuh terpapar pada patogen yang sama lebih dari satu kali, respons antibodi menjadi jauh lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan paparan yang pertama kali karena sel-sel pengingat ini sudah siap memompa keluar antibodi terhadap antigen tersebut. 47 Hal ini berarti bahwa jika seseorang terpapar suatu patogen berbahaya di masa depan, sistem imun orang tersebut akan mampu segera merespons, sehingga memberikan perlindungan terhadap penyakit. Vaksin merupakan fragmen kecil yang dilemahkan dan tidak berbahaya dari organisme, termasuk bagian-bagian antigennya yang berfungsi untuk membangun atau membentuk antibodi khusus untuk organisme tersebut. Kemudian, jika tubuh terpapar dengan antigen organisme yang sebenarnya di kemudian hari, tubuh sudah mengetahui cara untuk mengalahkannya. Saat seseorang divaksinasi, orang tersebut sangat mungkin terlindungi dari penyakit yang disasar. Tetapi tidak semua orang bisa divaksinasi. Orang-orang dengan kondisi kesehatan penyerta yang memperlemah sistem imun mereka (seperti kanker atau HIV) atau yang memiliki alergi parah terhadap beberapa komponen vaksin mungkin tidak bisa divaksinasi dengan vaksin-vaksin tertentu. Orang-orang ini masih dapat dilindungi jika mereka tinggal di tengah orang-orang yang divaksinasi. Saat banyak orang di dalam masyarakat divaksinasi, patogen akan sulit menyebar karena sebagian besar yang dijangkitinya sudah kebal. Jadi, semakin banyak orang yang divaksinasi, semakin kecil risiko orang yang tidak bisa dilindungi oleh vaksin terpapar patogen-patogen merugikan. Keadaan ini disebut kekebalan kelompok. 48 Gambar 2.2 Vaksinasi melindungi diri dan orang-orang sekitar yang tidak bisa divaksinasi D. Efek samping vaksin COVID-19 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan beberapa efek samping merupakan tanda normal bahwa tubuh sedang berproses membangunsistem imun. Efek samping ini dapat mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas seharihari, tetapi akan hilang dalam beberapa hari. Efek samping yang umum dirasakan di lengan bagian suntikan berupa rasa sakit, pegal, dan dapat terjadi pembengkakan. Sedangkan, efek samping lainnya yang dirasakan di seluruh atau bagian tubuh lainnya berupa demam, batuk, kelelahan, dan sakit kepala dapat menyerang ke sebagian orang. Melalui tahapan pengembangan dan pengujian vaksin yang lengkap, efek samping yang berat dapat terlebih dahulu terdeteksi sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut. Manfaat vaksin jauh lebih besar dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin. Apabila nanti terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI maupun komite di setiap daerah akan memantau dan menanggulangi KIPI. Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila terjadi, hanya menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap antigen yang terkandung dalam 49 vaksin. Reaksi lokal dan sistemik seperti nyeri pada tempat suntikan atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari respon imun. Komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu, penstabil, dan pengawet) juga dapat memicu reaksi. Vaksin yang berkualitas adalah vaksin yang menimbulkan reaksi ringan seminimal mungkin namun tetap memicu respon imun terbaik. Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan vaksin yang lain. Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut antara lain: 1. Reaksi lokal, seperti: • Nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan • Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis. 2. Reaksi sistemik seperti: demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala. 3. Reaksi lain, seperti: • Reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem • Reaksi anafilaksis • Syncope (pingsan) Untuk reaksi ringan sistemik seperti demam dan malaise, petugas kesehatan dapat menganjurkan penerima vaksin untuk minum lebih banyak, menggunakan pakaian yang nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan meminum obat paracetamol sesuai dosis. E. Alur vaksinasi di Indonesia Kelompok Prioritas Penerima Vaksin Covid-19 1. Tenaga medis, paramedis contact tracing, pelayan publik (mencakup tni, polri, dan aparat hukum) 2. Masyarakat (tokoh agama/masyarakat), perangkat daerah (kecamatan, desa, rt/rw), sebagian pelaku ekonomi 3. Tenaga pendidik (paud/tk, sd, smp, sma dan sederajat, pt) 50 4. Aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif) 5. Peserta bpjs penerima bantuan iuran (pbi) 6. Masyarakat yang berusia 19-59 tahun Syarat Penerima Vaksin Covid-19 1. Tidak memiliki riwayat kontak erat dengan pasien positif COVID-19 dalam 14 hari terakhir. 2. Tidak memiliki Riwayat kontak dengan pasien yang menunjukkan demam atau gejala sakit saluran pernapasan 3. Tidak memiliki Riwayat hasil positif pada pemeriskaan RTPCR swab tenggorok 4. Tidak memiliki Hasil reaktif pada pemeriksaan antibodi IgM dan IgG SARS-CoV-2 5. Hamil / berencana hamil dalam 2 bulan ke depan 6. Tidak memiliki Riwayat asma, alergi terhadap vaksin atau komposisi dalam vaksin, dan reaksi alergi terhadap vaksin yang parah 7. Tidak memiliki Riwayat Penyakit pembekuan darah tidak terkontrol Kelainan atau penyakit kronis (gangguan jantung berat, hipertensi tidak terkontrol, DM, penyakit ginjal, penyakit hati, tumor, dll) 8. Tidak memiliki Riwayat Gangguan sistem imun / mendapat terapi yang mengganggu sistem imun dalam 4 minggu terakhir 9. Tidak memiliki Riwayat Epilepsi / penyakit gangguan saraf (penurunan fungsi saraf) Vaksinasi Tidak Diberikan, Apabila 1. Tekanan darah ≥ 140/90 2. Pernah Menderita COVID-19 3. Sedang Hamil/Menyusui 4. Gejala ISPA dalam 7 hari terakhir 5. Ada anggota keluarga serumah yang menderita COVID-19 51 6. Riwayat alergi berat setelah vaksinasi Covid-19 7. Sedang dalam terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah 8. Penyakit Jantung Penyakit Autoimun sistemik 9. Penyakit Ginjal 10. Penyakit Reumatik Autoimun 11. Penyakit saluran pencernaan kronis 12. Penyakit Hipertiroid atau Hipotiroid 13. Penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais, dan penerima transfuse Mekanisme/alur pelayanan baik di puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya maupun pos pelayanan vaksinasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2.3 Alur Pelayanan Vaksinasi Covid-19 dan Contoh Pengaturan Ruang Pelayanan Vaksinasi Kegiatan pelayanan vaksinasi untuk setiap meja secara lebih rinci dijelaskan pada tabel sebagai berikut: Meja Pelayanan Keterangan Kegiatan Pelayanan 52 Ruang Tunggu 1. Sasaran datang ke tempat pelayanan kemudian diarahkan oleh petugas untuk duduk di ruang tunggu 2. Sasaran diminta menunjukkan KTP dan melakukan verifikasi menggunakan website https://pedulilindungi.id/ 3. Apabila data sasaran tidak terdapat di website tersebut, sasaran akan diarahkan untuk melakukan pendaftaran di meja 2 setelah diberikan vaksinasi. 4. Sasaran mengisi blanko identitas dan pertanyaan skrining pada Kertas Kendali. 5. Sasaran membawa kertas Kendali yang telah diisi ke Meja 1 Meja 1 (Skrining 1. Sasaran dan Vaksinasi) kedatangan dipanggil dan sesuai memberikan urutan kertas kendali yang telah diisi 2. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan fisik sederhana (suhu tubuh dan tekanan darah) dan memriksa kembali pertanyaan skrining yang telah diisi sasaran sekaligus mengidentifikasi riwayat terkonfirmasi COVID-19 3. Ketika dideteksi terdapat penyakit tidak menular atau dicurigai adanya infeksi COVID-19, pasien di rujuk ke Poli Umum untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut 4. Sasaran dinyatakan sehat dan dapat diberikan vaksinasi 5. Petugas memberikan penjelasan singkat tentang vaksin yang akan diberikan, manfaat dan reaksi simpang (KIPI) yang 53 mungkin akan terjadi dan upaya penanganannya 6. Sasaran duduk dalam posisi yang nyaman 7. Untuk vaksin multidosis, petugas menuliskan tanggal dan jam dibukanya vial vaksin pada label vial vaksin 8. Petugas memberikan vaksinasi secara intra muskular sesuai prinsip penyuntikan aman 9. Selesai penyuntikan, petugas menuliskan jenis vaksin, jam pelayanan dan nomor batch pada Kertas Kendali dan meminta sasaran menuju Meja 2 dengan membawa Kertas Kendali yang telah diisi Meja 2 (Pencatatan 1. Sasaran menyerahkan kertas kendali di dan Observasi) Meja 2 2. Sasaran emnuggu selama 15 menit (masa Pencatatan: observasi) Pendaftaran dan 3. Petugas memasukkan data registrasi, hasil Perubahan Data skrining, dan hasil layanan vaksinasi yang jika dibutuhkan terdapat pada Kertas Kendali ke dalam aplikasi Pcare Vaksinasi m enggunakan user “Petugas Pencatatan dan Observasi” 4. Jika sasaran belum terdaftar di aplikasi atau terdapat data yang perlu diubah, petugas akan melakukan pendaftaran atau perubahan terlebih dahulu. Kemudian, petugas meja menandatangani 2 meminta Formulir sasaran Pernyataan Registrasi Sasaran Vaksinasi COVID-19 atau Formulir Pernyataan Perubahan Data Sasaran Vaksinasi COVID-19. 54 5. Sasaran mendapatkan kartu vaksinasi manual 6. Reaksi/keluhan/gejala yang dialami selama obeservasi kemudian dilanjuti dengan pencatatan dan pelaporan melalui website keamanan vaksin. 3. Pemeriksaan Fisik A. Nilai Normal dan Interpretasi Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Pemeriksaan Kesadaran Compos mentis Compos mentis Normal Tekanan 140/100 mmHg <120/<80 Darah Abnormal mmHg Frekuensi 24x/menit 12-20x/menit Abnormal 110x/menit 50-90x/menit Abnormal Suhu 41,2℃ 36,5-37,5℃ Abnormal Saturasi 89% 95-100% Abnormal napas Frekuensi nadi Oksigen B. Mekanisme Abnormalitas 1) Hiperpireksia Infeksi virus covid-19 → merangsang sel fagosit mononuklear (makrofag (monosit, limfosit dan endotel) menghasilkan sitokin IL-1, IL-6, TNF-α (tumor necrosis faktor α) à Sitokin berikatan dengan reseptornya di hipotalamus → 55 mengaktivasi fosfolipase A2 → melepaskan asam arakidonat yg kemudian oleh COX-2 (enzim cyclooxygenase-2) diubah menjadi PGE2 (prostaglandin E2) → cAMP (adenosina monofosfat siklik)→ suhu tubuh ↑ 2) Takikardi Suhu tubuh ↑(demam) à kebutuhan oksigen meningkat (Peningkatan 13% konsumsi O2 setiap kenaikan 1℃à kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen à takikardi 3) Takipneu Tubuh tidak merespon terjadinya penurunan pO2 à Penumpukan CO2 di dalam darah à pH darah menjadi asam à sinyal dikirim ke otak à tubuh meningkatkan frekuensi pernapasan à Takipneu 4) Hipertensi Stage II Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan 56 ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. 5) Penurunan Saturasi Oksigen Terinfeksi COVID-19 à reaksi inflamasi di paru-paru à terjadi agregasi sel imun àkerusakan jaringan dan endotel à penumpukan cairan di alveolus à pertukaran gas menjadi sulit à gas O2 sulit bedifusi à memicu terjadinya penurunan pO2 à saturasi oksigen C. Pemeriksaan Tanda Vital Pemeriksaan tanda vital merupakan salah satu hal yang penting dalam proses diagnosis. Pemeriksaan tanda vital mencakup tekanan darah, nadi, suhu tubuh, frekuensi pernapasan. Tanda-tanda vital dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, aktivitas dan kondisi (sehat/sakit). (IDI, 2017) Pemeriksaan Tekanan Darah Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Bunyi pertama yang terdengar pada auskultasi arteri brakhialis saat manset dikempiskan adalah tekanan darah sistolik (fase korotkof I). Bunyi terakhir yang masih dapat terdengar adalah tekanan diastolik. (IDI, 2017) 57 Pemeriksaan Frekuensi Nadi Frekuensi nadi normal adalah antara 50 – 90 x/menit. Frekuensi nadi kurang dari 50 x/menit disebut bradikardia. Frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit disebut takikardia. (IDI, 2017) Untuk menilai irama, rasakan denyut arteri radialis. Apabila denyut teraba ireguler, periksa kembali irama dengan mendengarkan detak jantung pada apeks kordis dengan menggunakan stetoskop. Apakah irama jantung reguler atau ireguler? Apabila didapatkan irama jantung ireguler, identifikasi polanya. Irama ireguler dapat disebabkan oleh fibrilasi atrial dan kontraksi prematur atrial atau ventrikel. Untuk seluruh pola denyut arteri ireguler diperlukan pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi aritmia. (IDI, 2017) Pemeriksaan Frekuensi Pernapasan Pada keadaan normal, tipe pernapasan pada wanita biasanya adalah pernapasan dada, sedangkan pada laki-laki biasanya tipe pernapasan abdominal. Frekuensi pernapasan normal dewasa saat istirahat antara 14-20 kali/menit dan sampai dengan 44 x/menit pada bayi. Bila terdapat kesulitan bernapas, maka frekuensi napas juga akan meningkat (takipnea). Frekuensi napas juga dapat berkurang (bradipnea), misalnya akibat stimulasi saraf. (IDI, 2017) Pemeriksaan Suhu Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal. Hiperpireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas 41,1C. Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh abnormal dibawah 35oC per rektal. Penyebab demam antara lain infeksi, trauma (seperti operasi atau cedera kompresi), keganasan, kelainan darah (seperti 58 anemia hemolitik akut), reaksi obat dan gangguan imunitas (seperti collagen vascular disease). (IDI, 2017) 4. Pemeriksaan Spesifik A. Nilai Normal dan Interpretasi Pemeriksaan Spesifik Konjungtiva Kepala Konjungtiva palpebra tidak anemis Sklera ikterik (-) Sklera tidak ikterik Normal Dalam batas normal Normal Jantung dalam batas normal Thorak Normal palpebra pucat (-) Paru terdengar ronkhi halus di Suara napas vesikuler basal kanan dan (tidak ada ronkhi) Abnormal kiri Abdomen Datar, lemas Datar, lemas Hepar dan lien Hepar dan lien tidak tidak teraba teraba Ekstremit Dalam batas as normal Dalam batas normal Normal Normal Normal B. Mekanisme Abnormalitas Terdengar Suara Ronkhi Halus (Jejas Paru) Down-regulation aktivitas ACE2 di paru-paru memfasilitasi infiltrasi neutrofil sebagai respon terhadap endotoksin dan menyebabkan akumulasi unopposed angiotensin II dan aktivasi lokal SRA berlebihan yang dapat memicu terjadinya jejas paru, sehingga pada pemeriksaan akan dijumpai suara ronkhi basah halus (Willim, Ketaren and Supit, 2020). 5. Pemeriksaan Laboratorium A. Nilai Normal dan Interpretasi 59 Pemeriksaan Hasil Laboratorium Pemeriksaan Swab PCR Positif dengan CT Nilai Normal Negatif Interpretasi Abnormal value 21 Hemoglobin 2 gr/dL 14-17 gr/dL Abnormal Leukosit 3.400/mm3 Trombosit 210.000/mm3 Limfosit 8% 5.000Abnormal 10.000/mm 3 150.000Normal 350.000/m m3 20-40% Abnormal Kimia Darah CRP 55 mg/dL D-Dimer 5,81 m/dL < 5 mg/L < 0,5 mcg/mL atau Meningkat Meningkat < 0,5 mg/L atau Fibrinogen 600 mg/dL < 500 ng/mL 200-4— Meningkat mg/dL Gula Darah 286 mg/dL < 200 mg/dL Hiperglikemia Sewaktu (GDS) Rontgen Thorax Pneumonia bilateral (+) Pneumonia bilateral (-) Abnormal B. Mekanisme Abnormalitas 1) Swab PCR positif Sputum → Dicampur buffer lisis → Amplifikasi gen → 60 Flourosensi → Swab PCR positif → Terinfeksi COVID 19 2) Hemoglobin menurun Terinfeksi COVID 19 → Bersikulasi ke Peredaran Darah → Virus Berikatan dengan Porfirin RBC → Menyerang Hb pada Rantai Beta 1 Hb → Hemolisis → Hb menurun 3) Leukosit menurun Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan sitokin (IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit → Penurunan Leukosit 4) Limfosit menurun Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan sitokin (IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit 5) CRP Meningkat Kadar CRP yang meningkat menunjukan adanya proses inflamasi selama terinfeksi COVID-19. C Reactive Protein merupakan protein fase akut yang dibentuk di hati (oleh sel hepatosit) akibat adanya proses peradangan atau infeksi. Pada proses inflamasi, sitokin pro inflamasi seperti IL1 dan TNF merangsang sel hepatosit untuk meningkatkan produksi protein fase akut seperti CRP dan serum protein amiloid A. Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan kadar CRP secara cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. Kinetik metabolism CRP sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh karena itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan akut. 61 6) D-dimer Meningkat D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang terbentuk selama proses degradasi bekuan darah oleh fibrinolisis. Peningkatan D-dimer dalam darah merupakan penanda kecurigaan trombosis. Peningkatan D-dimer ditemukan pada trombosis vena dalam, emboli paru, trombosis arteri, DIC, kehamilan, inflamasi, kanker, penyakit liver kronis, trauma, pembedahan, dan vaskulitis. Peningkatan D-dimer sering ditemukan pada pasien COVID-19 berat dan merupakan prediktor terjadinya ARDS, kebutuhan perawatan di unit perawatan intensif, dan kematian. Trombosis dan tromboemboli yang terjadi pada COVID-19 mengikuti konsep trias Virchow. Trias Virchow merupakan dasar pemahaman tentang trombosis yang meliputi jejas endotel, stasis aliran darah, dan hiperkoagulasi. Jejas endotel pada COVID-19 dapat terjadi melalui mekanisme invasi langsung SARS-CoV-2 ke dalam sel endotel yang menyebabkan jejas sel atau sebagai akibat dari respon inflamasi oleh sitokin-sitokin proinflamasi. Stasis aliran darah dapat disebabkan oleh imobilisasi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Keadaan hiperkoagulasi diperberat oleh faktor-faktor protrombotik seperti peningkatan ULVWF, faktor VIII, fibrinogen, NETs, dan mikropartikel trombotik. 7) Fibrinogen Meningkat Peningkatan fibrinogen sering ditemukan pada COVID-19 dan berkorelasi dengan proses inflamasi dan kadar IL-6, namun pada kasus berat dapat terjadi penurunan kadar fibrinogen sebagai akibat perburukan koagulopati. 8) Hiperglikemia Pada kasus ini, pasien mengalami hiperglikemia akibat riwayat penyakit diabetes mellitus yang telah lama dideritanya, selain itu didapatkan juga bahwa pasien tidak teratur dalam riwayat pengobatan dan jarang kontrol ke rumah sakit. 62 9) Diabetes melitus(DM) Adalah penyakit gangguan metabolik yang memengaruhi kerja insulin dalam penyerapan glukosa. Diabetes merupakan salah satu faktor risiko utama terjadi COVID-19. Penyandang diabetes rentan terhadap infeksi karena hiperglikemia, gangguan fungsi kekebalan, komplikasi vaskular dan penyakit penyerta seperti hipertensi, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskular. Akibat penurunan fungsi kekebalan tubuh penyandang diabetes menjadi salah satu faktor pencetus mudahnya terjadi COVID-19 di masa pandemi ini. 10) Rontgen Thorax: Pneumonia bilateral(+) Agregasi SARS-CoV-2 di paru-paru menyebabkan gangguan sel epitel dan endotel alveolus, bersama dengan infiltrasi sel-sel inflamasi menyebabkan munculnya sitokinsitokin proinflamasi (IL1, IL-6, dan TNFα, dan lainnya). Hal ini menyebabkan inflamasi pada paru sehingga saat dilakukan rontgen thorax didapatkan hasil pneumonia bilateral. Rontgen thorax umumnya merupakan tes pencitraan lini pertama pada pasien yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19 karena kegunaannya, ketersediaannya, dan biayanya yang murah, meskipun kurang sensitif dibandingkan Computed Tomography (CT). Rontgen dada yang optimal mencakup proyeksi posteroanterior (PA) dan lateral dengan pasien berdiri. Pada tahap awal COVID-19, hasil rontgen menunjukkan beberapa bayangan pola kecil (multiple small patches shadow) dan perubahan interstitial, terutama di perifer paru. Seiring perkembangan penyakit, hasil rontgen pasien berkembang lebih lanjut menjadi beberapa bayangan tembus pandang/kaca (multiple ground glass shadow) dan bayangan infltrasi di kedua paru. Pada kasus yang parah dapat terjadi konsolidasi paru. Pada pasien dengan COVID- 19, jarang ditemui adanya efusi pleura. 63 Gambar 3.3 Temuan khas pada pneumonia COVID-19 (Chamorro dkk, 2021) Keterangan gambar: a. Seorang wanita 47 tahun dengan tanda dan gejala dicurigai COVID-19. Rontgen dada PA. Panah menunjukkan pola interstisial retikuler dengan dominasi perifer (Reticular interstitial pattern with peripheral predominance). b. Pasien yang sama seperti pada gambar A. Rontgen dada PA diambil 3 hari kemudian. PCR positif untuk SARS-CoV-2. Meskipun diambil dengan inspirasi yang lebih buruk, sinarX menunjukkan kekeruhan alveolar perifer bilateral yang samar (faint rounded bilateral peripheral alveolar opacities). c. Seorang pria 57 tahun dengan dyspnoea dan PCR positif untuk SARS- CoV-2. Kekeruhan perifer bilateral (Bilateral peripheral opacities) di bidang atas, tengah dan bawah (ujung panah). d. Laki-laki 45 tahun dengan dyspnoea dan COVID-19 dikonfirmasi oleh PCR. Rontgen dada anteroposterior menunjukkan beberapa area konfluen bilateral difus konsolidasi (multiple bilateral diffuse confluent areas of consolidation) dengan keterlibatan luas kedua paru-paru. Perhatikan adanya dua jalur vena sentral, satu jugularis kiri 64 dan subklavia kanan lainnya (panah putih), dan saluran gastrointestinal (panah hitam). 65 2.7 Kerangka Konsep 66 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Tn. A, laki-laki 65 tahun dengan risiko penyakit komorbid diabetes melitus dan hipertensi, menderita sesak napas, demam, batuk, dan nyeri tenggorokan et causa COVID-19 dengan riwayat kontak pasien Covid-19 dan CT value 20. 67 DAFTAR PUSTAKA Bickley, Lynn S. (2016). Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking. Twelfth Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer. Bohannon R. W. (2019). Considerations and Practical Options for Measuring Muscle Strength: A Narrative Review. BioMed research international, 2019, 8194537. https://doi.org/10.1155/2019/8194537 Burhan E, Susanto AD, Isbaniah F, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, et al. Pedoman Tatalaksana COVID-19: Edisi 4. 2022. Chamorro, E. Martinez, dkk. 2021. Radiologic Diagnosis of Patients With COVID19. Dinkes.malangkab.go.id. (2022). Retrieved 27 July 2022, from https://dinkes.malangkab.go.id/pd/detail?title=dinkes-opd-tahapan-danprioritas-vaksinasi-covid-19. Gordo, M.L. Parra, dkk. 2021. Radiologic Aspects of COVID-19 Pneumonia: Outcomes and Thoracic Complications. IDI. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer. 2017. Edisi I. Ikatan Dokter Indonesia. Jenis vaksin booster apa yang akan diberikan?. Faq.kemkes.go.id. (2022). Retrieved 27 July 2022, from https://faq.kemkes.go.id/faq/jenis-vaksinbooster-apa-yang-akan-diberikan. KEMENKES. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Revisi ke 5. Jakarta. Kemenkes. 2020. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Meneks/405/2020 tentang Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Covid-19. Diakses di https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/KMK_No._HK.01.07MENKES-405-2020_ttg_Jejaring_Laboratorium_Pemeriksaan_COVID19.pdf pada tanggal 20 Juli 2021. Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor Hk. 02.02/4/1/2021. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). [online] 68 https://persi.or.id/wp-content/uploads/2021/07/KMK-46382021.pdf.Diakses pada 26 Juli 2022. Levani, Prastya, Mawaddatunnadila. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. J Kedokteran dan Kesehatan [Internet]. 2021;17(1):44–57. Available from: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/6340 LIANG X, FENG Z, LI L. Panduan Menghadapi Penyakit Virus Corona 2019 Model RRC. Elcid Li P., Margaretha Teli, S.Kep.Ns MsP, Victoria Fanggidae P. (Cand. ., editors. 2020. 1–6 p. Marwan. 2021. Peran Vaksin dalam Penanganan Pandemi COVID-19. [online] https://lp2m.unmul.ac.id/webadmin/public/upload/files/9584b64517cfe308 eb6b115847cbe8e7.pdf. SMF Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman – Rsu A.W Sjahranie Samarinda.Diakses pada 26 Juli 2022. Mus, Rosdiana, dkk. 2020. Studi Literatur: Tinjauan Pemeriksaan Laboratorium pada Pasien COVID‐19. Nicholl, D. J., & Appleton, J. P. (2015). Clinical neurology: why this still matters in the 21st century. Journal of neurology, neurosurgery, and psychiatry, 86(2), 229–233. https://doi.org/10.1136/jnnp-2013-306881 Nuraini, B. 2015. Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), pp. 10–19. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Pedoman tatalaksana COVID-19 Edisi 3 Desember 2020 [Internet]. Pedoman Tatalaksana COVID-19. 2020. 36– 37 p. Available from: https://www.papdi.or.id/download/983-pedomantatalaksana-covid-19-edisi-3-desember-2020 PPD UNSOED. (n. d). Pemeriksaan Fisik Paru. Purwakarta: Lab. Keterampilan Medik PPD UNSOED. Rifiana, A. J. and Suharyanto, T. 2020. Hubungan Diabetes Mellitus dan Hipertensi dengan Kejadian Corona Virus Deases-19 (Covid-19) di Wisma Atlit Jakarta Tahun 2020. Universitas Nasional, 19, pp. 1–15. Sabililla FF, Agustina T, Lestari N, Raharja S, Handayani RT, Setyorini C, et al. KOMPLIKASI SARS-COV, MERS, SARS-COV-2, DALAM KEHAMILAN: A REVIEW. J Inf Kesehat Indones. 2020;11(1):93–101. 69 Sukmana, M. and Yuniarti, F. A. (2020) ‘The Pathogenesis Characteristics and Symptom of Covid-19 in the Context of Establishing a Nursing Diagnosis’, Jurnal Kesehatan Pasak Bumi Kalimantan, 3(1), p. 21. doi: 10.30872/j.kes.pasmi.kal.v3i1.3748. Sulastomo, H., Munawaroh, S., Purwaningtyas, N., Aphridasari, J., Setyawan, S., Revino, Putranto, W., Ariningrum, D., Indarto, D., Maftuhah, A., Yusup, Sinu A. (2019). Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Pemeriksaan Jantung dan Paru Dasar. Surakarta: Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikkan Tinggi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Suryawati, B., Pramana, Tri Y., Marwanta, S., Werdiningsih, Y., Wulandari, R. Aj S., Yudhani, Ratih D. (2019). Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Keterampilan Pemeriksaan Abdomen Dasar. Surakarta: Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikkan Tinggi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Takakusaki K. (2017). Functional Neuroanatomy for Posture and Gait Control. Journal of movement disorders, 10(1), 1–17. https://doi.org/10.14802/jmd.16062 University of Calgary. (2022). Pediatric Pneumonia: Pathogenesis and Clinical Findings. Diakses melalui https://calgaryguide.ucalgary.ca/pediatric- pneumonia-pathogenesis-and-clinical-findings/pediatric-pneumoniapathogenesis-and-clinical-findings/ Willim, H. A., Ketaren, I. and Supit, A. I. (2020) ‘Dampak Coronavirus Disease 2019 terhadap Sistem Kardiovaskular’, e-CliniC, 8(2), pp. 237–245. doi: 10.35790/ecl.v8i2.30540.Yuki, Koichi., Miho Fujiogi, dan Sophia Koutsogiannaki.(2020). “COVID-19 pathophysiology: A review”. Elsevier Public Health Emergency Collection. 215: 108427. Doi:10.1016/j.clim.2020.108427 Wongsonegoro RK. Sk Panduan Praktik Klinis Covid-19 Smf Paru. 2020. World Health Organization. 2021. Bagaimana cara kerja vaksin?. [online] https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa/qa-cara-kerjavaksin. Diakses pada 26 Juli 2022. 70