Download Laporan Tutorial Skenario A Blok 25 Kelompok O20

Document related concepts
no text concepts found
Transcript
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL
SKENARIO A BLOK 25
Disusun Oleh :
Kelompok O20
Tutor : dr. Mutiara Budi Azhar, SU., M.Med.Sc.
Nadiah Alysia Pratisara Putri
04011381924207
Edo Dwi Anugrah
04011381924208
Annada Marfitasari
04011381924209
Tiara Nur Aulia
04011381924210
Melissa Tiara Cahyani
04011381924211
Felia Noor Haliza Putri
04011381924212
Mohammad Fazel Iftikhar Syahdafy
04011381924213
Aulia Wening Rafiah
04011381924214
RR. Ayyu Kisledia
04011381924215
Intan Tea Kirana
04011381924216
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan ridho-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Laporan Tutorial Skenario A Blok
25" dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mutiara Budi
Azhar, SU., M.Med.Sc yang telah memberikan pedoman dalam melakukan tutorial,
membuat makalah hasil tutorial, dan memberikan bimbingannya sebagai tutor
sehingga kami bisa menyelesaikan masalah pada Skenario A yang telah diberikan.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu,
kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan mengembangkan isi dari
makalah ini. Akhir kata, apabila ada kesalahan kata-kata, penulis meminta maaf dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, 27 Juli 2022
Kelompok O20
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I : Pendahuluan................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 4
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................ 4
1.3 Data Tutorial ...................................................................................... 4
BAB II : Pembahasan .................................................................................. 5
2.1 Skenario Kasus .................................................................................... 5
2.2 Klarifikasi Istilah................................................................................. 6
2.4 Identifikasi Masalah ........................................................................... 8
2.4 Analisis Masalah ................................................................................ 9
2.5 Keterbatasan Ilmu dan Learning Issues ........................................... 24
2.6 Sintesis .............................................................................................. 25
2.7 Kerangka Konsep .............................................................................. 65
BAB III : Penutup ...................................................................................... 66
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 67
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Blok Infeksi Tropik adalah blok ke-25 semester 7 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial menelaah skenario
sebagai bahan pembelajaran untuk berpikir kritis mengenai suatu kasus.
1.2
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi ini, yaitu:
a. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
b. Dapat berpikir kritis terhadap kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis pembelajaran diskusi kelompok.
c. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
1.3
Data Tutorial
Tutor
: dr. Mutiara Budi Azhar, SU., M.Med.Sc
Moderator
: RR. Ayyu Kisledia
Sekretaris 1
: Aulia Wening Rafiah
Sekretaris 2
: Annada Marfitasari
Presentan
: Mohammad Fazel Iftikhar Syahdafy
Waktu :
1.
Senin, 25 Juli 2022
Pukul 13.00 – 15.30 WIB
2.
Rabu, 27 Juli 2022
Pukul 13.00 – 15.30 WIB
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Skenario Kasus
Tn. A, usia 65 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang
lalu. Sejak 4 hari yang lalu Tn. A mengalami demam, batuk, dan nyeri
tenggorokan. Tn. A ada riwayat kontak erat dengan anaknya yang sedang
menjalani isolasi mandiri karena swab antigen COVID-19 positif. Selama ini
Tn. A menderita penyakit diabetes mellitus dan hipertensi tetapi makan obat
tidak teratur dan jarang kontrol ke rumah sakit. 7 hari yang lalu Tn. A sudah
vaksinasi menggunakan vaksin COVID-19 dosis pertama.
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran: compos mentis, tekanan darah 140/100 mmHg, takhipneu
(24x/menit), takhikardia (110 x/menit), hiperpireksia (41,2OC), saturasi
oksigen 89 %.
Pemeriksaan spesifik :
Kepala : konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Thorak : jantung dalam batas normal, paru terdengar ronkhi halus di basal
kanan dan kiri
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : dalam batas normal
Pemeriksaan laboratorium :
Hb: 12 gr/dl, leukopenia (3.300/mm3), trombosit 210.000/mm3, limfopenia
(7 %). Swab PCR positif dengan CT value 20.
Kimia darah: CRP kuantitatif 50 mg/dl, D-dimer 4,78 m/dl, fibrinogen 540
mg/dl, gula darah sewaktu 286. Rontgen thorak: Pneumonia bilateral.
5
2.2
Klarifikasi Istilah
No.
1.
ISTILAH
Vaksinasi
MAKNA/PENGERTIAN
SUMBER
Tindakan memasukkan vaksin ke dalam
CDC, 2021
tubuh untuk menghasilkan perlindungan
dari penyakit tertentu.
2.
C-reactive
protein (CRP)
Protein pentamerik yang disintesis oleh
NCBI
hati, yang kadarnya meningkat sebagai
respons terhadap peradangan.
3.
Swab antigen
Swab antigen adalah tes diagnostik
WHO
deteksi antigen dirancang untuk
secara langsung mendeteksi protein
SARS-CoV-2 yang dihasilkan oleh
virus yang bereplikasi disekresi
saluran pernapasan.
4.
Coronavirus
Disease-19
(COVID-19)
Penyakit menular yang disebabkan
WHO
oleh jenis coronavirus yang baru
ditemukan
5.
Hiperpireksia
Hiperpireksia adalah keadaan suhu Jurnal Unpad
tubuh >41,10 derajat celcius.
6.
Isolasi Mandiri
Merupakan perawatan yang dilakukan di Jurnal UGM
rumah
pada pasien
covid-19
yang
mempunyai gejala ringan atau sedang,
dan bagi seseorang yang mempunyai
riwayat kontak erat dengan seseorang
terkonfirm Covid-19
6
7. Diabetes
Mellitus
-
Suatu kelompok penyakit
PERKENI
metabolik dengan karakteristik
IDF, 2021
gula darah yang tinggi yang
terjadi karena kelainan produksi
insulin, kerja insulin atau keduaduanya.
Kondisi serius, jangka panjang (atau
"kronis") yang terjadi ketika peningkatan
kadar glukosa darah terjadi karena tubuh
tidak dapat memproduksi salah satu atau
cukup hormon insulin atau tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif
8. Hipertensi
Tingginya tekanan darah arteri secara Kamus
persisten/terus menerus.
Kedokteran
Dorland
9. CT-Value (Cycle
Threshold)
Nilai CT adalah jumlah siklus yang Perhimpunan
dibutuhkan sampai sinyal fluoresens
Dokter
melewati ambang (threshold).
Spesialis
Mikrobiologi
Klinik
Indonesia
10. Pneumonia
Bilateral
Radang paru-paru disertai eksudasi dan Kamus
konsolidasi pada kedua paru.
Kedokteran
Dorland
11. D-Dimer
Produk
sampingan
dari
proses NCBI
pembekuan dan pemecahan darah yang
dapat diukur melalui analisis sampel
darah.
7
12. Limfopenia
Pengurangan
jumlah
limfosit
yang Merriam-
beredar dalam darah manusia atau hewan.
Webster
Dictionary
2.3
Identifikasi Masalah
NO.
1.
FAKTA/
KALIMAT
MASALAH
Tn. A, usia 65 tahun, datang Masalah
dengan keluhan sesak nafas
CONCERN KETERANGAN
VVV
Keluhan Utama
VV
Riwayat
Perjalanan
Penyakit Pasien
sejak 1 hari yang lalu. Sejak 4
hari yang lalu. Tn. A mengalami
demam,
batuk,
dan
nyeri
tenggorokan.
2.
Tn. A ada riwayat kontak erat Masalah
dengan anaknya yang sedang
menjalani
isolasi
mandiri
karena swab antigen COVID-19
positif. Selama ini Tn. A
menderita
penyakit
diabetes
mellitus dan hipertensi tetapi
makan obat tidak teratur dan
jarang kontrol ke rumah sakit. 7
hari yang lalu Tn. A sudah
vaksinasi menggunakan vaksin
COVID-19 dosis pertama.
3.
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran:
compos
Masalah
mentis,
tekanan darah 140/100 mmHg,
takhipneu
takhikardia
(24x/menit),
(110
x/menit),
8
V
Hasil
Pemeriksaan
Fisik
hiperpireksia (41,2OC), saturasi
oksigen 89 %.
4.
Pemeriksaan spesifik :
Kepala
Masalah
V
Hasil
Pemeriksaan
Spesifik
Masalah
V
Hasil
Pemeriksaan
Laboratorium
:
konjungtiva palpebra pucat (-),
sklera ikterik (-)
Thorak
: jantung
dalam batas normal
paru terdengar ronkhi halus di
basal kanan dan kiri
Abdomen
: datar, lemas,
hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :
dalam
batas
normal
5.
Pemeriksaan laboratorium :
Hb:
12
gr/dl,
leukopenia
),
trombosit
(3.300/mm3
210.000/mm3 , limfopenia (7
%). Swab PCR positif dengan
CT value 20.
Kimia darah: CRP kuantitatif
50 mg/dl, D-dimer 4,78 m/dl,
fibrinogen 540 mg/dl, gula
darah sewaktu 286.
Rontgen thorak: Pneumonia
bilateral.
2.4
Analisis Masalah
1. Tn. A, usia 65 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari
yang lalu. Sejak 4 hari yang lalu. Tn. A mengalami demam, batuk,
dan nyeri tenggorokan
9
a. Apa kemungkinan penyebab keluhan sesak nafas yang dialami
Tn.A?
Infeksi dari virus yang memproduksi reaksi imun yang berlebihan
pada inang
b. Apa saja kemungkinan penyakit yang ditandai dengan sesak nafas?
Edema paru, embolisme paru, eksaserbasi penyakit paru obstruktif
kronis, asma, hipertensi pulmoner/cor pulmonale, Acute respiratory
distress syndrome (ARDS), dan pneumonitis
c. Bagaimana mekanisme keluhan sesak nafas yang dialami pasien?
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan
pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara
keseluruhan disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan
peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin
yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu
infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya
penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate
dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya,
hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan
kemokin (IL-6, TNFα, IL-8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan
interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin
ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel
NK, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi.
Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya
infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan
paru pada bagian epitel dan endotel. Infiltrasi inflamasi dan sel paru
yang mati menumpuk menjadi membran hialin dan mengendap di
sepanjang dinding alveoli sehingga pertukaran gas menjadi sulit
dapat berakibat pada sesak nafas pada kasus.
d. Apa saja kemungkinan penyebab keluhan demam, batuk, dan nyeri
tenggorokan yang dialami Tn. A?
10
Virus COVID 19
2. Tn. A ada riwayat kontak erat dengan anaknya yang sedang
menjalani isolasi mandiri karena swab antigen COVID-19 positif.
Selama ini Tn. A menderita penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi tetapi makan obat tidak teratur dan jarang kontrol ke
rumah sakit. 7 hari yang lalu Tn. A sudah vaksinasi menggunakan
vaksin COVID-19 dosis pertama.
a. Berapa lama masa inkubasi dari terpapar COVID-19 hingga
menimbulkan gejala seperti pada kasus?
Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari.
b. Bagaimana cara penularan COVID-19?
Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah
melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi
melalui fekal-oral.
c. Bagaimana cara penanganan isolasi mandiri yang benar?
1) Selalu memakai masker dan membuang masker bekas di tempat
yang ditentukan
2) Jika sakit (ada gejala demam, flu dan batuk), maka tetap di
rumah. Jangan pergi bekerja, sekolah, ke pasar atau ke ruang
publik untuk mencegah penularan masyarakat
3) Manfaatkan fasilitas telemedicine atau sosial media kesehatan
dan hindari transportasi publik. Beritahu dokter dan perawat
tentang keluhan dan gejala, serta riwayat bekerja ke daerah
terjangkit atau kontak dengan pasien COVID-19
4) Selama di rumah, bisa bekerja di rumah. Gunakan kamar
terpisah dari anggota keluarga lainnya, dan jaga jarak 1 meter
dari anggota keluarga
5) Tentukan pengecekan suhu harian, amati batuk dan sesak nafas.
Hindari pemakaian bersama peralatan makan dan mandi dan
tempat tidur.
11
6) Terapkan perilaku hidup sehat dan bersih, serta konsumsi
makanan bergizi, mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir dan lakukan etika batuk dan bersin.
7) Jaga
kebersihan
dan
kesehatan
rumah
dengan
cairan
desinfektan. Selalu berada di ruang terbuka dan berjemur di
bawah sinar matahari setiap pagi (±15-30 menit)
8) Hubungi segera fasilitas pelayanan kesehatan jika sakit
berlanjut seperti sesak nafas dan demam tinggi, untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
d. Bagaimana mekanisme kerja swab antigen?
Berikut ini beberapa contoh prosedur untuk menilai hasil
pemeriksaan swab antigen yang selanjutnya hasil akan dibaca dan
diinterpretasikan.
Sumber: Perhimpunana Dokter Spesialis Patologi Klinik dan
Kedokteran Laboratorium Indonesia. 2020)
Sumber: Perhimpunana Dokter Spesialis Patologi Klinik dan
Kedokteran Laboratorium Indonesia. 2020)
12
Sumber: Prosedur pemeriksaan swab (Perhimpunana Dokter
Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia.
2020).
e. Apa kriteria seseorang mempunyai kontak erat dengan pasien positif
COVID-19?
Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
1) Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau
kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu
15 menit atau lebih.
2) Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi
(seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
3) Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus
probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai
standar.
4) Situasi
lainnya
yang
mengindikasikan
adanya
kontak
berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim
penyelidikan epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana
terlampir) Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala
(simtomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak
dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala Pada kasus probable atau
konfirmasi
yang
tidak
bergejala
(asimtomatik),
untuk
menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari
sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan specimen
kasus konfirmasi
f. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
13
COVID-19?
Beberapa pemeriksaan digunakan untuk menunjang diagnosis
COVID-19 dengan menyingkirkan diagnosis banding. Di antaranya
adalah;
1) Radiologi : Foto toraks PA dan lateral, MSCT Thoraks, USG
thoraks
2) Pemeriksaan specimen saluran napas atas dan bawah
a) Saluran napas atas (specimen swab naso/orofaring)
b) Saluran napas bawah (sputum, bulasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat
endotrakeal)
Pada
kasus
terkondirmasi
infeksi
COVID-19,
ulangi
pengambilan sampel sampai didapatkan 2x hasil negative berturutturut. Pengambilan sampel evaluasi dilakukan setelah didapatkan
hasil sampel sebelumnya.
3) Bronkoskopi juga memungkinkan
4) Pungsi pleura sesuai kondisi
5) Pemeriksaan kimia darah
a) Darah perifer lengkap (leukosit normal/menurun, hitung
jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan
CRP meningkat)
b) Analisa gas darah
c) Fungsi hepar, ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal
hemostatis, prokalsitonin, laktat.
6) Pemeriksaan serum
Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan
penularan).
g. Apa saja penyakit komorbid yang dapat memperparah kondisi pasien
COVID-19?
Berdasarkan situs Centers for Disease Control (CDC) tahun
2020, orang dewasa dari segala usia dengan kondisi berikut ini
14
berisiko tinggi untuk terinfeksi COVID-19 yang lebih parah
(CDC,2020):
1) Kanker
2) Penyakit ginjal kronis
3) Penyakit hati
4) COPD
5) Penyakit jantung, seperti gagal jantung, penyakir jantung
coroner, dan kardiomiopati
6) Immunocompromised (suatu keadaan yang menurunkan sistem
imut) seperti transplantasi organ, transplantasi sum-sum tulang,
HIV, penggunaan kortikosterioid, penggunaan obat-obatan
yang dapat menyebabkan penurunan sistem imun
7) Overweight dan obesitas
8) Merokok
9) Diabetes Melitus tipe 1 dan 2
10) Asma
11) Penyakit serebrovaskular
12) Fibrosis kistik (kelainan genetic yang menyebabkan lendir
kental terbentuk di paru-paru dan sistem pencernaan)
13) Hipertensi
14) Kondisi dengan gangguan neurologi, seperti demensia
15) Fibrosis paru
16) Thalassemia
h. Apa saja jenis pengelompokan dari vaksin COVID-19?
1) Vaksin berbasis DNA dan mRNA
2) Vaksin viral vector (non-replicting)
3) Vaksin inactivated virus
4) Vaksin protein subunit/purified antigen
i. Bagaimana mekanisme vaksin COVID-19 dalam menginduksi
respon imun seseorang terhadap COVID-19?
15
j. Apakah riwayat penyakit pasien (hipertensi dan DM) dapat
mempengaruhi efektivitas vaksin COVID-19?
Tidak, tetapi untuk pasien yang memiliki penyakit komorbid
perlu diperhatikan sebelum diberikan vaksinasi agar tidak terjadi
efek samping yang parah. Untuk kelompok komorbid hipertensi,
vaksin dapt diberikan selama tekanan darah <180/110 mmHg
dan/atau tidak ada kondisi akut seperti krisis hipertensi. Pada
komorbid diabetes melitus, vaksinasi dapat diberikan selama belum
ada komplikasi akut atau kondisi metabolik akut.
k. Bagaimana efek samping dari vaksinasi COVID-19?
16
Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19
hampir sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut
antara lain:
1) Reaksi lokal, seperti:
•
Nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan
•
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.
2) Reaksi sistemik seperti: demam, nyeri otot seluruh tubuh
(myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala.
3) Reaksi lain, seperti:
•
Reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem
•
Reaksi anafilaksis
•
Syncope (pingsan)
3. Pemeriksaan fisik :
Kesadaran: compos mentis, tekanan darah 140/100 mmHg, takhipneu
(24x/menit), takhikardia (110 x/menit), hiperpireksia (41,2OC), saturasi
oksigen 89%
a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik
pasien ini?
Pemeriksaan Hasil
Nilai Normal
Interpretasi
Pemeriksaan
Kesadaran
Compos mentis Compos mentis
Normal
Tekanan
140/100 mmHg <120/<80
Abnormal
Darah
Frekuensi
mmHg
24x/menit
12-20x/menit
Abnormal
110x/menit
50-90x/menit
Abnormal
napas
Frekuensi
nadi
17
Suhu
41,2℃
36,5-37,5℃
Abnormal
Saturasi
89%
95-100%
Abnormal
Oksigen
b. Bagaimana
mekanisme
terjadinya
abnormalitas
dari
hasil
pemeriksaan fisik?
1) Hiperpireksia
Infeksi virus covid-19 → merangsang sel fagosit mononuklear
(makrofag (monosit, limfosit dan endotel) menghasilkan sitokin
IL-1, IL-6, TNF-α (tumor necrosis faktor α)
à Sitokin
berikatan dengan reseptornya di hipotalamus → mengaktivasi
fosfolipase A2 → melepaskan asam arakidonat yg kemudian
oleh COX-2 (enzim cyclooxygenase-2) diubah menjadi PGE2
(prostaglandin E2) → cAMP (adenosina monofosfat siklik)→
suhu tubuh ↑
2) Takikardi
Suhu tubuh ↑(demam) à kebutuhan oksigen meningkat
(Peningkatan 13% konsumsi O2 setiap kenaikan 1℃à
kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen à
takikardi
3) Takipneu
Tubuh
tidak
merespon
terjadinya
penurunan
pO2 à
Penumpukan CO2 di dalam darah à pH darah menjadi asam à
sinyal dikirim ke otak à tubuh meningkatkan frekuensi
pernapasan à Takipneu
4) Hipertensi Stage II
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
18
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas
dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi
pekat
mengencerkannya,
dan
tinggi
volume
osmolalitasnya.
cairan
Untuk
ekstraseluler
akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
5) Penurunan Saturasi Oksigen
Terinfeksi COVID-19 à reaksi inflamasi di paru-paru à
terjadi agregasi sel imun àkerusakan jaringan dan endotel à
penumpukan cairan di alveolus à pertukaran gas menjadi sulit
à gas O2 sulit bedifusi à memicu terjadinya penurunan pO2 à
saturasi oksigen
4. Pemeriksaan Spesifik :
Kepala
: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Thorak
: jantung dalam batas normal
paru terdengar ronkhi halus di basal kanan dan kiri
19
Abdomen
: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
: dalam batas normal
a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil pemeriksaan
spesifik pasien ini?
Pemeriksaan Spesifik
Konjungtiva
Kepala
Konjungtiva palpebra
tidak anemis
Sklera ikterik (-)
Sklera tidak ikterik
Normal
Dalam batas normal
Normal
Jantung dalam batas
normal
Thorak
Paru
terdengar
ronkhi halus di basal
kanan dan kiri
Abdomen
Ekstremitas
b. Bagaimana
Normal
palpebra pucat (-)
Suara napas vesikuler
(tidak ada ronkhi)
Datar, lemas
Datar, lemas
Hepar dan lien tidak
Hepar dan lien tidak
teraba
teraba
Dalam batas normal
Dalam batas normal
mekanisme
terjadinya
abnormalitas
Abnormal
Normal
Normal
Normal
dari
hasil
pemeriksaan spesifik?
Jejas Paru
Down-regulation aktivitas ACE2 di paru-paru memfasilitasi
infiltrasi neutrofil sebagai respon terhadap endotoksin dan menyebabkan
akumulasi unopposed angiotensin II dan aktivasi lokal SRA berlebihan
yang dapat memicu terjadinya jejas paru, sehingga pada pemeriksaan akan
dijumpai suara ronkhi basah halus(Willim, Ketaren and Supit, 2020).
5. Pemeriksaan laboratorium :
Hb: 12 gr/dl, leukopenia (3.300/mm3 ), trombosit 210.000/mm3 ,
limfopenia (7 %). Swab PCR positif dengan CT value 20.
Kimia darah: CRP kuantitatif 50 mg/dl, D-dimer 4,78 m/dl, fibrinogen
540 mg/dl, gula darah sewaktu 286.
Rontgen thorak: Pneumonia bilateral.
20
a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil pemeriksaan
laboratorium pasien ini?
Pemeriksaan
Hasil
Laboratorium
Pemeriksaan
Swab PCR
Positif dengan CT
Nilai
Normal
Negatif
Interpretasi
Abnormal
value 21
Hemoglobin
2 gr/dL
14-17 gr/dL Abnormal
Leukosit
3.400/mm3
Trombosit
210.000/mm3
Limfosit
8%
5.000Abnormal
10.000/mm
3
150.000Normal
350.000/m
m3
20-40%
Abnormal
Kimia Darah
CRP
55 mg/dL
D-Dimer
5,81 m/dL
< 5 mg/L
< 0,5
mcg/mL
atau
Meningkat
Meningkat
< 0,5 mg/L
atau
Fibrinogen
600 mg/dL
< 500 ng/mL
200-4—
Meningkat
mg/dL
Gula Darah
286 mg/dL
< 200 mg/dL Hiperglikemia
Sewaktu (GDS)
Rontgen Thorax Pneumonia bilateral
(+)
b. Bagaimana
mekanisme
pemeriksaan laboratorium?
21
terjadinya
Pneumonia
bilateral (-)
Abnormal
abnormalitas
dari
hasil
1) Swab PCR positif
Sputum → Dicampur buffer lisis → Amplifikasi gen →
Flourosensi → Swab PCR positif → Terinfeksi COVID 19
2) Hemoglobin menurun
Terinfeksi COVID 19 → Bersikulasi ke Peredaran Darah →
Virus Berikatan dengan Porfirin RBC → Menyerang Hb pada
Rantai Beta 1 Hb → Hemolisis → Hb menurun
3) Leukosit menurun
Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan
sitokin (IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit → Penurunan
Leukosit
4) Limfosit menurun
Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan
sitokin (IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit
5) CRP Meningkat
Kadar CRP yang meningkat menunjukan adanya proses
inflamasi selama terinfeksi COVID-19. C Reactive Protein
merupakan protein fase akut yang dibentuk di hati (oleh sel
hepatosit) akibat adanya proses peradangan atau infeksi. Pada
proses inflamasi, sitokin pro inflamasi seperti IL1 dan TNF
merangsang sel hepatosit untuk meningkatkan produksi protein
fase akut seperti CRP dan serum protein amiloid A.
Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat
dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua dalam 8
jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai
dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan
terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan
mengakibatkan kerusakan jaringan.
Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan kadar
CRP secara cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4
sampai 7 jam. Kinetik metabolism CRP sejalan dengan derajat
peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh karena
22
itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam
keadaan akut.
6) D-dimer Meningkat
D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang terbentuk
selama proses degradasi bekuan darah oleh fibrinolisis.
Peningkatan D-dimer dalam darah merupakan penanda
kecurigaan trombosis. Peningkatan D-dimer ditemukan pada
trombosis vena dalam, emboli paru, trombosis arteri, DIC,
kehamilan, inflamasi, kanker, penyakit liver kronis, trauma,
pembedahan, dan vaskulitis. Peningkatan D-dimer sering
ditemukan pada pasien COVID-19 berat dan merupakan
prediktor terjadinya ARDS, kebutuhan perawatan di unit
perawatan intensif, dan kematian.
Trombosis dan tromboemboli yang terjadi pada COVID-19
mengikuti konsep trias Virchow. Trias Virchow merupakan
dasar pemahaman tentang trombosis yang meliputi jejas
endotel, stasis aliran darah, dan hiperkoagulasi. Jejas endotel
pada COVID-19 dapat terjadi melalui mekanisme invasi
langsung
SARS-CoV-2
ke
dalam
sel
endotel
yang
menyebabkan jejas sel atau sebagai akibat dari respon inflamasi
oleh sitokin-sitokin proinflamasi. Stasis aliran darah dapat
disebabkan oleh imobilisasi pada pasien yang dirawat di rumah
sakit. Keadaan hiperkoagulasi diperberat oleh faktor-faktor
protrombotik seperti peningkatan ULVWF, faktor VIII,
fibrinogen, NETs, dan mikropartikel trombotik.
7) Fibrinogen Meningkat
Peningkatan fibrinogen sering ditemukan pada COVID-19 dan
berkorelasi dengan proses inflamasi dan kadar IL-6, namun
pada kasus berat dapat terjadi penurunan kadar fibrinogen
sebagai akibat perburukan koagulopati.
8) Hiperglikemia
23
Pada kasus ini, pasien mengalami hiperglikemia akibat riwayat
penyakit diabetes mellitus yang telah lama dideritanya, selain
itu didapatkan juga bahwa pasien tidak teratur dalam riwayat
pengobatan dan jarang kontrol ke rumah sakit.
9) Diabetes melitus(DM)
Adalah penyakit gangguan metabolik yang memengaruhi kerja
insulin dalam penyerapan glukosa. Diabetes merupakan salah
satu faktor risiko utama terjadi COVID-19. Penyandang
diabetes rentan terhadap infeksi karena hiperglikemia,
gangguan fungsi kekebalan, komplikasi vaskular dan penyakit
penyerta
seperti
hipertensi,
dislipidemia,
dan
penyakit
kardiovaskular. Akibat penurunan fungsi kekebalan tubuh
penyandang diabetes menjadi salah satu faktor pencetus
mudahnya terjadi COVID-19 di masa pandemi ini.
10) Rontgen Thorax: Pneumonia bilateral(+)
Agregasi SARS-CoV-2 di paru-paru menyebabkan gangguan
sel epitel dan endotel alveolus, bersama dengan infiltrasi sel-sel
inflamasi menyebabkan munculnya sitokin-sitokin proinflamasi
(IL1, IL-6, dan TNFα, dan lainnya). Hal ini menyebabkan
inflamasi pada paru sehingga saat dilakukan rontgen thorax
didapatkan hasil pneumonia bilateral.
Rontgen thorax umumnya merupakan tes pencitraan lini
pertama pada pasien yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19
karena kegunaannya, ketersediaannya, dan biayanya yang
murah, meskipun kurang sensitif dibandingkan Computed
Tomography (CT). Rontgen dada yang optimal mencakup
proyeksi posteroanterior (PA) dan lateral dengan pasien berdiri.
Pada tahap awal COVID-19, hasil rontgen menunjukkan
beberapa bayangan pola kecil (multiple small patches shadow)
dan perubahan interstitial, terutama di perifer paru. Seiring
perkembangan penyakit, hasil rontgen pasien berkembang lebih
lanjut menjadi beberapa bayangan tembus pandang/kaca
24
(multiple ground glass shadow) dan bayangan infltrasi di kedua
paru. Pada kasus yang parah dapat terjadi konsolidasi paru. Pada
pasien dengan COVID- 19, jarang ditemui adanya efusi pleura.
2.5
Keterbatasan Ilmu dan Learning Issue
What I Don’t
What I Have to
How I
Know
Prove
Learn
Topik
What I Know
COVID-19
Definisi dan
Epidemiologi,
manifestasi
faktor
klinis
Epidemiologi,
risiko, faktor
risiko,
klasifikasi,
klasifikasi,
patofisiologi,
patofisiologi,
pathogenesis, lur pathogenesis, lur
diagnosis,
diagnosis,
diagnosis
diagnosis
banding,
banding,
komplikasi,
komplikasi,
tatalaksana,
tatalaksana,
Jurnal,
pemeriksaan
pemeriksaan
Textboo
penunjang,
penunjang,
k,
pencegahan, dan pencegahan, dan Artikel,
prognosis.
Vaksinasi
Definisi
Jenis
E-Book
prognosis.
vaksin, Jenis
vaksin,
dan
reaksi imunitas, reaksi imunitas, Internet
COVID-19
efek
samping efek
samping
vaksin, dan alur vaksin, dan alur
vaksinasi
di vaksinasi
Indonesia.
Indonesia.
di
Pemeriksaan
Nilai Normal
Mekanisme
Mekanisme
Fisik
pemeriksaan
abnormalitas
abnormalitas
fisik dan
dan
cara dan
pemeriksaanya.
25
cara
pemeriksaanya.
interpretasiny
a
Pemeriksaan
Nilai Normal
Mekanisme
Mekanisme
Spesifik
pemeriksaan
abnormalitas
abnormalitas
spesifik dan
dan
cara dan
interpretasiny pemeriksaanya.
cara
pemeriksaanya.
a
Pemeriksaan
Nilai Normal
Mekanisme
Mekanisme
Laboratorium
pemeriksaan
abnormalitas
abnormalitas
laboratorium
dan
dan
cara dan
pemeriksaanya.
cara
pemeriksaanya.
interpretasiny
a
2.6
Sintesis
1. COVID-19
A. Definisi
Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) didefinisikan
sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru yang
disebut sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV2; sebelumnya disebut 2019-nCoV), yang pertama kali diidentifikasi
di tengah merebaknya kasus penyakit pernapasan di Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, Tiongkok (CDC,2021).
Menurut WHO, COVID-19 adalah penyakit yang sangat
menular yang disebabkan oleh virus baru Coronavirus dan dapat
menyebar dari orang ke orang melalui tetesan bersin dan batuk.
Virus ini memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan flu biasa
tetapi berbahaya dan jika tidak dilaporkan lebih awal dan dikelola
oleh tenaga kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang parah pada
manusia dan dapat menyebabkan kematian.
B. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan gejala pasien-pasien COVID-19
26
Banyak sekali gejala yang ditemukan pada pasien yang
terkonfirmasi positif Covid-19 atau bahkan tanpa gejala. Gejala
Covid-19 yang ditemukan pada pasien dapat dikategorikan menjadi
beberapa jenis. Berikut ini adalag klasifikasi gejala Covid-19
berdasarkan tingkat keparahan pada pasien terkonfirmasi positif:
1) Pasien Tanpa Gejala atau Asimtomatik
Pasien terkonfirmasi positif oleh tes PCR, namun pasien
tetap sehat dan tidak terdapat gejala apapun
2) Gejala Ringan
Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala
ringan seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, pilek, bersin
dan pasien tidak ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia
(SpO2 > 95% dengan udara ruangan). Pada beberapa kasus
kadang tidak disertai demam, tetapi disertai dengan mual,
muntah, nyeri perut, diare, kesemutan, hilang penciuman dan
pengecapan maupun tanda gejala lainnya.
3) Gejala Sedang
Pasien
derajat
sedang
memiliki
tanda
dan
gejala pneumonia tidak berat, yaitu demam, batuk, sesak,
dengan SpO2 ≥93% udara ruangan.
Pada pasien anak, derajat sedang adalah pasien mengeluh
batuk atau sulit bernafas dengan napas cepat dan/atau
terdapatnya tarikan dinding dada. Kriteria napas cepat pada anak
usia <2 bulan adalah ≥60 kali/menit; usia 2‒11 bulan ≥ 50
kali/menit; usia 1‒5 tahun ≥40 kali/menit; dan usia >5 tahun ≥30
kali/menit.
4) Gejala Berat
Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala
pnemonia berat seperti kesulitan ketika manarik napas yang
menyebabkan hidung kembang kempis (di luar kondisi normal),
otot-otot dada mengalami kesulitan bergerak ketika manarik
napas, penurunan kadar oksigen dalam darah dan terdapat
27
perubahan warna menjadi biru atau keabuan pada kuku, bibir,
atau di sekitar mata. Selain itu, terdapat gejala bahaya seperti
kejang, penurunan kesadaran, tidak dapat minum, dan atau
gejala lainnya.
5) Gejala Kritis
Pasien kritis telah mengalami acute respiratory distress
syndrome (ARDS), sepsis,
dan syok
sepsis.
Kondisi
ini
membutuhkan alat penunjang hidup, termasuk ventilasi mekanik
atau terapi vasopressor.
Klasifikasi di atas dapat digunakan juga untuk memastikan
perawatan yang sesuai dengan keadaan pasien. Pasien dengan
tanpa gejala dan gejala ringan cukup isolasi mandiri dan pasien
dengan pasien dengan gejala sedang, berat dan kritis
memerlukan perawatan.
C. Epidemiologi (Jalur Transmisi)
Gambar 2.1 Gambaran epidemiologis COVID-19 (Dikutip dari:
KEMENKES RI, 2021)
28
Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 maret
2020, kasus meningkat dan menyebar secara cepat di seluruh
wilayah Indonesia. dI Indonesia sampai tanggal 26 Juli 2022
berdasarkan our world in data didapatkan kasus terkonfirmasi
6.178.873, kasus aktif 43.422, sembuh 5.978.522, dan meninggal
dunia 156.926.
D. Faktor Risiko
Berdasarkan situs Centers for Disease Control (CDC) tahun 2020,
orang dewasa dari segala usia dengan kondisi berikut ini berisiko
tinggi untuk terinfeksi COVID-19 yang lebih parah (CDC,2020):
17) Kanker
18) Penyakit ginjal kronis
19) Penyakit hati
20) COPD
21) Penyakit jantung, seperti gagal jantung, penyakir jantung
coroner, dan kardiomiopati
22) Immunocompromised (suatu keadaan yang menurunkan sistem
imut) seperti transplantasi organ, transplantasi sum-sum tulang,
HIV, penggunaan kortikosterioid, penggunaan obat-obatan
yang dapat menyebabkan penurunan sistem imun
23) Overweight dan obesitas
24) Merokok
25) Diabetes Melitus tipe 1 dan 2
26) Asma
27) Penyakit serebrovaskular
28) Fibrosis kistik (kelainan genetic yang menyebabkan lendir
kental terbentuk di paru-paru dan sistem pencernaan)
29) Hipertensi
30) Kondisi dengan gangguan neurologi, seperti demensia
31) Fibrosis paru
32) Thalassemia
29
E. Manifestasi Klinis
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang
atau berat. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat,
kelelahan, myalgia (pegal-pegal), hilang penciuman dan pembauan
atau ruam kulit, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala
saluran napas lain. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan
progresif, seperti Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
syok septik, asidosis metabolic yang sulit dikoreksi dan beberapa
pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan Sebagian kecil
dalam kondisi krintis bahkan meninggal.
Orang lanjut usia dan dengan kondisi medis yang sudah ada
sebelumnya seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan
paru, diabetes dan kanker memiliki risiko lebih besar mengalami
keparahan.
F. Patofisiologi dan Patogenesis
Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa
nasal dan laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus
respiratorius. Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang
mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2),
seperti paru-paru, jantung, sistem renal dan traktus gastrointestinal.
Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona
ke dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan
virus untuk berikatan dengan Angiotensin Converting Enzyme 2
(ACE2), yaitu reseptor membran ekstraselular yang diekspresikan
pada sel epitel, dan bergantung pada priming protein S ke protease
selular, yaitu Transmembran Protease Serin 2 (TMPRSS2).
Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki
struktur tiga dimensi yang hampir identik pada domain receptorbinding. Protein S pada SARSCoV memiliki afinitas ikatan yang
30
kuat dengan Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) pada
manusia. Setelah virus masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan
dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua
poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus yang
baru terbentuk masuk kedalam Retikulum Endoplasma atau Golgi
sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom
RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam
Retikulum Endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang
mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran plasma
untuk melepaskan komponen virus yang baru. (Susilo et al. 2020).
Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2
memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap Angiotensin
Converting Enzyme 2 (ACE2) pada manusia dibandingkan dengan
SARS-CoV. Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari.
Ditandai dengan kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau
sedikit menurun, serta pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya,
virus mulai menyebar melalui aliran darah, terutama menuju ke
organ yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2
(ACE2) dan pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai
tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan
ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya
limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak
teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS),
sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan
dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti diabetes,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas.
Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-Ilike
receptors, NOD-like receptors, dan Tolllike receptors. Hal ini
selanjutnya akan menstimulasi produksi interferon (IFN), serta
memicu munculnya efektor anti viral seperti sel CD8+, sel Natural
Killer (NK), dan makrofag. Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu
SARS-CoV dan MERS-CoV, dicirikan dengan replikasi virus yang
31
cepat dan produksi IFN yang terlambat, terutama oleh sel dendritik,
makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh
peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres
penyakit. (Nur Indah Fritriani 2020)
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang
berlebihan pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang
secara keseluruhan disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan
peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin
yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu
infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya
penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate
dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya,
hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan
kemokin (IL-6, TNFα, IL-8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan
interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin
ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel
NK, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi.
Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya
infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan
paru pada bagian epitel dan endotel. Infiltrasi inflamasi dan sel paru
yang mati menumpuk menjadi membran hialin dan mengendap di
sepanjang dinding alveoli sehingga pertukaran gas menjadi sulit
dapat berakibat pada terjadinya Acute Respiratory Distress
Syndrome(ARDS) dan kegagalan multi organ yang dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat.(Nur Indah Fritriani
2020)
Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2
adalah melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya
transmisi melalui fekal-oral. Penelitian oleh Xiao dkk. (2020)
menunjukkan bahwa dari 73 pasien yang dirawat karena COVID-19,
terdapat 53,42% pasien yang diteliti positif RNA SARS- CoV2 pada
fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien tersebut tetap terkonfirmasi
32
positif RNA SARS- CoV-2 pada fesesnya meskipun pada sampel
pernafasan sudah menunjukkan hasil negatif. Lebih lanjut, penelitian
juga membuktikan bahwa terdapat ekspresi Angiotensin Converting
Enzyme 2
(ACE2) yang berlimpah pada sel glandular gaster,
duodenum, dan epitel rektum, serta ditemukan protein nukleokapsid
virus pada epitel gaster, duodenum, dan rektum. Hal ini
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi saluran
pencernaan dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui
fekal-oral.
G. Alur Diagnosis
Kriteria diagnosis kasus COVID-19 adalah hasil positif tes
asam nukleat SARS CoV-2 melalui fluoresensi real time (RT-PCR).
Pada umumnya gejala yang dapat ditemukan yaitu, 3 gejala utama :
demam, batuk kering dan sulit bernafas atau sesak (Yuliana, 2020).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, kriteria diagnostik
pasien COVID-19 yang berlaku adalah sebagai berikut (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020) :
1) Kasus suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)*
dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia
yang melaporkan transmisi lokal**.
b) Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* dan pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19.
c) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada
33
penyebab
lain
berdasarkan
gambaran
klinis
yang
meyakinkan.
Catatan:
•
Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini dikenal
kembali dengan istilah kasus suspek
* ISPA, yaitu demam (≥ 38°C) atau riwayat demam; dan disertai
salah
satu
gejala/tanda
penyakit
pernapasan,
seperti:
batuk/sesak napas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan
hingga berat.
**Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang
melaporkan
adanya
kasus
konfirmasi
yang
sumber
penularannya berasal dari wilayah yang melaporkan kasus
tersebut. Negara transmisi lokal merupakan negara yang
termasuk dalam klasifikasi kasus kluster dan transmisi
komunitas, dapat dilihat melalui situs
***Definisi ISPA berat/pneumonia berat adalah:
•
Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam
pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi
napas > 30 kali/menit, kesulitan pernapasan berat, atau saturasi
oksigen (SpO2) < 90% pada udara kamar.
•
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah
setidaknya satu dari berikut ini:
-
Sianosis sentral atau SpO2 < 90%.
-
Kesulitan pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan
dinding dada yang berat).
-
Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusu atau
minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
•
Tanda lain dari pneumonia, yaitu: tarikan dinding dada,
takipnea: < 2 bulan, ≥ 60 kali/menit; 2–11 bulan, ≥ 50
kali/menit; 1–5 tahun, ≥ 40 kali/menit; >5 tahun, ≥ 30
kali/menit.
2) Kasus probable
34
Kasus suspek dengan ISPA berat/ARDS***/meninggal
dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan
belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR (Menkes
RI,
2020).
***ARDS:
•
Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu
minggu.
•
Pencitraan dada (CT scan thorax, atau ultrasonografi paru):
opasitas bilateral, efusi pleura yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus
atau nodul.
•
Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal
jantung atau kelebihan
cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi)
untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat
hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko.
•
Kriteria ARDS pada dewasa:
-
ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg
dengan PEEP atau Continuous Positive Airway Pressure
(CPAP) ≥ 5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi.
-
ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg
dengan PEEP ≥ 5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi.
-
ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥
5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi.Ketika PaO2 tidak
tersedia, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan ARDS
(termasuk pasien yang tidak diventilasi).
3) Kasus konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RTPCR.Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik).
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik).
35
4) Kontak erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable
atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud
antara lain:
1. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau
kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka
waktu 15 menit atau lebih.
2. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau
konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan
lain-lain).
3. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus
probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang
sesuai standar.
4. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak
berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim
penyelidikan
epidemiologi
setempat
(penjelasan
sebagaimana terlampir) Pada kasus probable atau konfirmasi
yang bergejala (simtomatik), untuk menemukan kontak erat
periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala Pada
kasus probable atau konfirmasi yang tidak bergejala
(asimtomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak
dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal
pengambilan specimen kasus konfirmasi
5) Pelaku perjalanan
Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri
(domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir
6) Discarded
Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
a) Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil
pemeriksaan RT-PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturutturut dengan selang waktu > 24 jam.
36
b) Seseorang
dengan
status
kontak
erat
yang
telah
menyelesaikan masa karantina selama 14 hari.
7) Selesai isolasi
Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
a) Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak
dilakukan pemeriksaan follow-up RT-PCR dengan ditambah
10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi.
b) Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
yang tidak dilakukan pemeriksaan follow-up RT-PCR
dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah
minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam
dan gangguan pernapasan.
c) Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
yang mendapatkan hasil pemeriksaan follow-up RT-PCR 1
kali negatif, dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak
lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan
8) Kematian
Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah
kasus konfirmasi/probable COVID-19 yang meninggal.
H. Diagnosis banding
Manifestasi ringan yang disebabkan oleh COVID-19 harus
dibedakan dengan infeksi pernafasan yang disebabkan oleh virus
lain.
Novel Coronavirus Pneumonia (NCP) harus dibedakan
dengan virus pneumonia yang disebabkan oleh virus influenza,
adenovirus atau respiratory syncytial virus, dan mycoplasma
pneumonia. Terutama untuk kasus-kasus suspek, deteksi rapid
antigen, tes asam nukleat PCR berulang dan metode lainnya harus
dilakukan untuk menguji patogen pernafasan yang umum.
37
Selain itu, harus dibedakan dari penyakit non-infeksius
seperti vaskulitis, dermatomiositis, dan organizing pneumonia.
Pasien COVID-19 dapat datang dengan manifestasi klinis
yang beragam sehingga diagnosis bandingnya meliputi gejala pada
saluran napas dan di luar saluran napas. Diagnosis banding penyakit
infeksi saluran napas dengan mikroorganisme penyebab lain:
1) Adenovirus
2) Coronavirus lainnya
3) Chlamydia pneumonia
4) Influenza (28% pasien COVID-19 mengalami influenza)
5) Human metapneumovirus (HmPV)
6) Human rhinovirus/enterovirus
7) Legionella pneumophilia
8) Mycoplasma pneumonia
9) Parainfluenza
10) Pneumocystis jirovecii (in immunocompromised hosts)
11) Respiratory syncytial virus (RSV)
12) Rhinovirus (common cold)
13) Infectious mononucleosis
14) Acute HIV
Pneumonia primer karena virus atau bakteri seperti
1) Streptococcus pneumonia
2) Haemophilus influenzae pneumonia
3) Moraxella catarrhalis pneumonia
Keadaan akut pada paru seperti
1) Edema paru
2) Embolisme paru
3) Eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis
4) Asma
5) Hipertensi pulmoner/cor pulmonale
6) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
7) Pneumonitis
38
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada seseorang yang menderita
COVID-19, baik pasien biasa maupun wanita hamil di antaranya
meliputi
respiratory
distress,
disseminated
intravascular
coagulopathy (DIC), gagal ginjal, pneumonia, kelahiran prematur,
dan sepsis.
J. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan digunakan untuk menunjang diagnosis
COVID-19 dengan menyingkirkan diagnosis banding. Di antaranya
adalah;
1) Radiologi : Foto toraks PA dan lateral, MSCT Thoraks, USG
thoraks
2) Pemeriksaan specimen saluran napas atas dan bawah
a) Saluran napas atas (specimen swab naso/orofaring)
b) Saluran napas bawah (sputum, bulasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat
endotrakeal)
Pada
kasus
terkondirmasi
infeksi
COVID-19,
ulangi
pengambilan sampel sampai didapatkan 2x hasil negative berturutturut. Pengambilan sampel evaluasi dilakukan setelah didapatkan
hasil sampel sebelumnya.
3) Bronkoskopi juga memungkinkan
4) Pungsi pleura sesuai kondisi
5) Pemeriksaan kimia darah
a) Darah perifer lengkap (leukosit normal/menurun, hitung
jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan
CRP meningkat)
b) Analisa gas darah
c) Fungsi hepar, ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal
hemostatis, prokalsitonin, laktat.
39
6) Pemeriksaan serum
Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan
penularan).
K. Tatalaksana
Tatalaksana untuk pasien coronavirus disease 2019 dibagi
menjadi tatalaksana orang tanpa gejala (OTG), orang dengan gejala
ringan, sedang, dan berat, adapun penjelasan dari ketiganya sebagai
berikut:
a. Orang Tanpa Gejala (OTG)
-
Untuk orang tanpa gejala, isolasi mandiri di rumah selama
14 hari dan dipantau oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat
Primer (FKTP) melalui telepon.
-
Jika terdapat penyakit penyerta (komorbid), lanjutkan
mengonsumsi obat – obatan yang telah rutin dikonsumsi.
-
Jika obat rutin pasien adalah Angiotensin Reseptor Blocker
dan Ace inhibitor, harap berkonsultasi pada dokter spesialis
dalam dan dokter spesialis jantung.
-
Dianjurkan meminum vitamin C, B, E, dan Zink selama 14
hari. Berbagai pilihan vitamin C yang dapat dipilih yaitu
vitamin C tablet isap (500mg per 12 jam oral selama 30
hari), dan vitamin C tablet non acid (500mg per 6-8 jam oral
untuk 14 hari).
b. Orang dengan Gejala Ringan
Untuk pasien dengan gejala ringan, melakukan isolasi mandiri
di rumah selama 14 hari dan ditangani serta dikontrol oleh
FKTP (puskesmas) selama 14 hari sebagai pasien rawat jalan.
Untuk pilihan terapi yang dapat digunakan pada orang gejala
ringan yaitu:
-
Minum multivitamin berupa vitmin C,B,E, dan Zink.
-
Vitamin C tablet isap 500 mg per 12 jam oral selama 30 hari
-
Klorokuin fosfat 500mg per 12 jam oral untuk lima hari /
40
Hidroksiklorokuin (sediaan 200mg) 400mg per 24 jam per
oral dalam 5 hari
-
Azitromisin 500mg per 24 jam per oral untuk 5 hari
alternatif menggunakan levofloxacin 750mg per 24 jam
selama 5 hari
-
Simptomatik bila demam beri paracetamol
-
Antivirus berupa oseltamivir 75 mg per 12 jam pe oral atau
favipiravir 600 mg per 12 jam per oral dalam waktu 5 hari.
c. Orang dengan Gejala Sedang
Harus dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid19 dan diisolasi
selama 14 hari.
Untuk pilihan terapi yang dapat digunakan pada orang gejala
sedang yaitu:
Konsumsi vitamin C 200-400 mg per 8 jam (100 cc NaCl 0,9%)
habis 1 jam (drip intravena).
-
Klorokuin fosfat 500 mg per 12 jam oral selama 5-7 hari /
-
Hidroksiklorokuin (sediaan 200 mg) sebanyak 400 mg per 12
jam per oral dilanjutkan 400 mg per 24 jam per oral dalam 57 hari.
-
Azitromisin 500 mg per 24 jam per intravena atau peroral
dalam 5-7 hari alternatif menggunakan levofloxacin 750 mg
per 24 jam per intrravena atau peroral dalam waktu 5-7 hari. d.
Simtomatis bila demam beri paracetamol
-
Antivirus berupa oseltamivir 75 mg per 12 jam oral atau
favipiravir (sedian 200 mg) dengan loading dose 1600 mg per
12 jam per oral pada hari pertama dan dilanjutkan 2x600 mg
pada hari ke 2-5.
d. Orang dengan Gejala Berat
-
Harus isolasi diri di rumah sakit rujukan serta dirawat
secara kohorting (ruang isolasi).
-
Untuk pilihan terapi yang digunakan pada orang dengan
gejala berat adalah:
41
-
Klorokuin fosfat 500 mg per 12 jam per oral pada hari ke 13 selanjutnya 250 mg per 12 jam per oral pada hari ke 4-10
atau hidroksiklorokuin 400 mg per 24 jam per oral dalam 5
hari dan control EKG setiap 3 hari sekali
-
Azitromisin 500 mg per 24 jam dalam 5 hari atau
levofloxacin 750 mg per 24 jam per iv dalam 5 hari
-
Jika terjadi sepsis, pemberian antibiotik disesuaikan dengan
kondisi klinisnya serta fokus pada infeksi dan faktor risiko
pasien
-
Antivirus menggunakan oseltamivir 75 mg per 12 jam per
oral atau favipiravir (sediaan 200 mg ) dengan loading dose
1600 mg per 12 jam per oral pada hari pertama dan
dilanjutkan dengan 2 x 600 mg pada hari ke 2-5
-
Konsumsi vitamin C dosis 200-400 mg per 8 jam (100 cc
NaCl 0,9%) dan habis dalam waktu 1 jam (drip intravena)
-
Vitamin B1 1 ampul per 24 jam per iv g. Hydroxycortison
100 mg per 24 jam per iv pada 3 hari pertama
-
Meneruskan obat-obatan penyakit penyerta (komorbid) dan
obat komplikasi (jika terjadi komplikasi).
L. Pencegahan
COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh
karena itu pengetahuan terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci
pencegahan meliputi pemutusan rantai penularan dengan isolasi,
deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar.
a. Vaksin
Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah
pembuatan vaksin guna membuat imunitas dan mencegah
transmisi.
b. Deteksi dini dan Isolasi
Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau
pernah berkontak dengan pasien yang positif COVID-19 harus
42
segera berobat ke fasilitas kesehatan. WHO juga sudah
membuat instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan
yang
menangani
pasien
COVID-19
sebagai
panduan
rekomendasi tindakan lanjutan. Bagi kelompok risiko tinggi,
direkomendasikan pemberhentian seluruh aktivitas yang
berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi
SARS-CoV-2 dan isolasi. Pada kelompok risiko rendah,
dihimbau melaksanakan pemantuan mandiri setiap harinya
terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan mencari
bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat, usaha
mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa
pada acara besar (social distancing).
c. Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi
Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID19 adalah melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci
tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air, menjaga
jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin,
melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki
keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak yang
harus dijaga adalah satu meter. Pasien rawat inap dengan
kecurigaan COVID-19 juga harus diberi jarak minimal satu
meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan
etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan.
Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh
petugas kesehatan pada lima waktu, yaitu sebelum menyentuh
pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah terpajan cairan
tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh
lingkungan pasien. Air sering disebut sebagai pelarut universal,
namun mencuci tangan dengan air saja tidak cukup untuk
menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan
virus RNA dengan selubung lipid bilayer.
43
Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa
hidrofobik seperti lemak atau minyak. Selain menggunakan air
dan sabun, etanol 62-71% dapat mengurangi infektivitas virus.
Oleh karena itu, membersihkan tangan dapat dilakukan dengan
hand rub berbasis alkohol atau sabun dan air. Berbasis alkohol
lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak kotor
sedangkan sabun dipilih ketika tangan tampak kotor.
Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah,
hidung atau mulut dengan permukaan tangan. Ketika tangan
terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah dapat menjadi
portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali
pakai ketika bersin atau batuk untuk menghindari penyebaran
droplet.
d. Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh
Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang
dapat memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran
napas. Beberapa di antaranya adalah berhenti merokok dan
konsumsi alkohol, memperbaiki kualitas tidur, serta konsumsi
suplemen.
Berhenti merokok dapat menurunkan risiko infeksi
saluran napas atas dan bawah. Merokok menurunkan fungsi
proteksi epitel saluran napas, makrofag alveolus, sel dendritik,
sel NK, dan sistem imun adaptif. Merokok juga dapat
meningkatkan virulensi mikroba dan resistensi antibiotika.
Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan
bahwa konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan
risiko pneumonia komunitas.139 ARDS juga berhubungan
dengan konsumsi alkohol yang berat. Konsumsi alkohol dapat
menurunkan fungsi neutrofil, limfosit, silia saluran napas, dan
makrofag alveolus.
M. Prognosis
44
Berdasarkan kasus-kasus yang ditangani baru-baru ini,
kebanyakan pasien memiliki prognosis yang baik. Sedangkan untuk
kaum lanjut usia dan orang dengan penyakit kronis, umumnya
memiliki prognosis buruk. Sementara kasus pada anak-anak
umumnya memiliki gejala yang relatif ringan.
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
2. Vaksinasi COVID-19
A. Definisi
Vaksinasi
adalah
pemberian
Vaksin
dalam
rangka
menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
dan tidak menjadi sumber penularan.
Vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu upaya pemerintah
Indonesia dalam menangani masalah Covid-19. Vaksinasi Covid-19
bertujuan untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity)
agar masyarakat menjadi lebih produktif dalam menjalankan
aktivitas kesehariannya.
Pelayanan vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
Provinsi,
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota
atau
milik
masyarakat/swasta yang memenuhi persyaratan, meliputi:
• Puskesmas, Puskesmas Pembantu
• Klinik
• Rumah Sakit dan/atau
• Unit Pelayanan Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
B. Jenis vaksin COVID-19
45
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
HK.01.07/Menkes/12758/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin
Untuk Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Indonesia, jenis vaksin COVID-19 yang dapat
digunakan di Indonesia beserta dosis sesuai rekomendasi adalah:
1. Sinovac : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara
intramuskular, vaksin inaktiv yang berfungsi untuk memperkuat
respons sistem kekebalan.
2. AstraZeneca : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara
intramuskular, vaksin vektor adenovirus non-replikasi COVID19 yang berfungsi untuk meghasilkan respons imun dan
menyimpan informasi tersebut di sel imun memori.
3. Sinopharm : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara
intramuskular,
vaksin
menstimulasi
produksi
inaktiv
yang
antibodi
berfungsi
sehingga
untuk
tubuh
siap
memberikan respons terhadap infeksi SARS-CoV-2 hidup.
4. Moderna : Jumlah dosis 2 (0,5 ml per dosis) secara
intramuskular, vaksin berbasis RNA duta (mRNA) yang
berfungsi untuk menstimulasi produksi protein S-antigen
SARS=CoV-2 sehingga tubuh dapat dapat menghasilkan
respons kekebalan dan menyimpan informasi tersebut di sel
imun memori.
5. Pfizer : Jumlah dosis 1 (0,5 ml per dosis) secara intramuskular,
vaksin berbasis RNA duta (mRNA) yang berfungsi untuk
menstimulasi produksi protein S-antigen SARS=CoV-2 untuk
menstimulasi respons kekebalan
6. Jenis
vaksin
lainnya:
Novavax,
Sputnik-V,
Janssen,
Convidencia, dan Zifivax.
C. Reaksi imunitas pada COVID-19
Tubuh memiliki banyak cara untuk melindungi diri terhadap
patogen (organisme yang menyebabkan penyakit). Kulit, mukosa,
46
dan silia (rambut halus yang mengeluarkan partikel dari paru-paru)
menjadi penghalang fisik untuk mencegah patogen memasuki tubuh.
Saat patogen menginfeksi tubuh, pertahanan tubuh kita (sistem
imun), terpicu dan patogen tersebut diserang serta dihancurkan atau
diatasi.
Patogen adalah bakteri, virus, parasit, atau fungi yang dapat
menyebabkan penyakit di dalam tubuh. Masing-masing patogen
terdiri dari beberapa bagian yang biasanya hanya ada pada jenis
patogen tersebut dan penyakit yang diakibatkannya. Bagian patogen
yang menyebabkan pembentukan antibodi disebut antigen. Antibodi
yang dihasilkan untuk merespons antigen dari patogen merupakan
bagian penting dalam sistem imun. Antibodi dapat dipandang
sebagai prajurit dalam sistem pertahanan tubuh. Setiap antibodi
dalam tubuh dilatih untuk mengenali satu antigen tertentu. Saat
tubuh manusia terpapar suatu antigen untuk pertama kalinya, sistem
imun membutuhkan waktu untuk merespons dan memproduksi
antibodi khusus untuk antigen tersebut. Dalam rentang waktu ini,
orang tersebut rentan jatuh sakit.
Setelah antibodi spesifik untuk antigen tersebut diproduksi,
antibodi ini bekerja sama dengan bagian sistem imun lainnya untuk
menghancurkan patogen dan menghentikan penyakit. Antibodi
terhadap suatu patogen biasanya tidak memberikan perlindungan
terhadap patogen lain kecuali jika kedua patogen tersebut sangat
mirip dengan satu sama lain. Setelah tubuh memproduksi antibodi
dalam memberikan respons utama terhadap suatu antigen, tubuh
juga menciptakan sel-sel pengingat yang memproduksi antibodi,
yang akan tetap hidup bahkan setelah patogennya dikalahkan oleh
antibodi. Jika tubuh terpapar pada patogen yang sama lebih dari satu
kali, respons antibodi menjadi jauh lebih cepat dan lebih efektif
dibandingkan paparan yang pertama kali karena sel-sel pengingat ini
sudah siap memompa keluar antibodi terhadap antigen tersebut.
47
Hal ini berarti bahwa jika seseorang terpapar suatu patogen
berbahaya di masa depan, sistem imun orang tersebut akan mampu
segera merespons, sehingga memberikan perlindungan terhadap
penyakit.
Vaksin merupakan fragmen kecil yang dilemahkan dan tidak
berbahaya dari organisme, termasuk bagian-bagian antigennya yang
berfungsi untuk membangun atau membentuk antibodi khusus untuk
organisme tersebut. Kemudian, jika tubuh terpapar dengan antigen
organisme yang sebenarnya di kemudian hari, tubuh sudah
mengetahui cara untuk mengalahkannya.
Saat seseorang divaksinasi, orang tersebut sangat mungkin
terlindungi dari penyakit yang disasar. Tetapi tidak semua orang bisa
divaksinasi. Orang-orang dengan kondisi kesehatan penyerta yang
memperlemah sistem imun mereka (seperti kanker atau HIV) atau
yang memiliki alergi parah terhadap beberapa komponen vaksin
mungkin tidak bisa divaksinasi dengan vaksin-vaksin tertentu.
Orang-orang ini masih dapat dilindungi jika mereka tinggal di
tengah orang-orang yang divaksinasi. Saat banyak orang di dalam
masyarakat divaksinasi, patogen akan sulit menyebar karena
sebagian besar yang dijangkitinya sudah kebal. Jadi, semakin banyak
orang yang divaksinasi, semakin kecil risiko orang yang tidak bisa
dilindungi oleh vaksin terpapar patogen-patogen merugikan.
Keadaan ini disebut kekebalan kelompok.
48
Gambar 2.2 Vaksinasi melindungi diri dan orang-orang sekitar
yang tidak bisa divaksinasi
D. Efek samping vaksin COVID-19
Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menjelaskan beberapa efek samping merupakan tanda normal bahwa
tubuh sedang berproses membangunsistem imun. Efek samping ini
dapat mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas seharihari, tetapi akan hilang dalam beberapa hari. Efek samping yang
umum dirasakan di lengan bagian suntikan berupa rasa sakit, pegal,
dan dapat terjadi pembengkakan. Sedangkan, efek samping lainnya
yang dirasakan di seluruh atau bagian tubuh lainnya berupa demam,
batuk, kelelahan, dan sakit kepala dapat menyerang ke sebagian
orang.
Melalui tahapan pengembangan dan pengujian vaksin yang
lengkap, efek samping yang berat dapat terlebih dahulu terdeteksi
sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut. Manfaat vaksin jauh lebih
besar dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin.
Apabila nanti terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI),
Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI maupun
komite di setiap daerah akan memantau dan menanggulangi KIPI.
Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh,
atau apabila terjadi, hanya menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi
memicu kekebalan tubuh dengan menyebabkan sistem kekebalan
tubuh penerima bereaksi terhadap antigen yang terkandung dalam
49
vaksin. Reaksi lokal dan sistemik seperti nyeri pada tempat suntikan
atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari respon imun.
Komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu, penstabil, dan
pengawet) juga dapat memicu reaksi. Vaksin yang berkualitas
adalah vaksin yang menimbulkan reaksi ringan seminimal mungkin
namun tetap memicu respon imun terbaik. Reaksi yang mungkin
terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan vaksin
yang lain.
Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19
hampir sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut
antara lain:
1. Reaksi lokal, seperti:
• Nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan
• Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.
2. Reaksi sistemik seperti: demam, nyeri otot seluruh tubuh
(myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala.
3. Reaksi lain, seperti:
• Reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem
• Reaksi anafilaksis
• Syncope (pingsan)
Untuk reaksi ringan sistemik seperti demam dan malaise, petugas
kesehatan dapat menganjurkan penerima vaksin untuk minum lebih
banyak, menggunakan pakaian yang nyaman, kompres atau mandi
air hangat, dan meminum obat paracetamol sesuai dosis.
E. Alur vaksinasi di Indonesia
Kelompok Prioritas Penerima Vaksin Covid-19
1. Tenaga medis, paramedis contact tracing, pelayan publik
(mencakup tni, polri, dan aparat hukum)
2. Masyarakat (tokoh agama/masyarakat), perangkat daerah
(kecamatan, desa, rt/rw), sebagian pelaku ekonomi
3. Tenaga pendidik (paud/tk, sd, smp, sma dan sederajat, pt)
50
4. Aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif)
5. Peserta bpjs penerima bantuan iuran (pbi)
6. Masyarakat yang berusia 19-59 tahun
Syarat Penerima Vaksin Covid-19
1. Tidak memiliki riwayat kontak erat dengan pasien positif
COVID-19 dalam 14 hari terakhir.
2. Tidak memiliki Riwayat kontak dengan pasien yang
menunjukkan demam atau gejala sakit saluran pernapasan
3. Tidak memiliki Riwayat hasil positif pada pemeriskaan RTPCR swab tenggorok
4. Tidak memiliki Hasil reaktif pada pemeriksaan antibodi IgM
dan IgG SARS-CoV-2
5. Hamil / berencana hamil dalam 2 bulan ke depan
6. Tidak memiliki Riwayat asma, alergi terhadap vaksin atau
komposisi dalam vaksin, dan reaksi alergi terhadap vaksin
yang parah
7. Tidak memiliki Riwayat Penyakit pembekuan darah tidak
terkontrol Kelainan atau penyakit kronis (gangguan jantung
berat, hipertensi tidak terkontrol, DM, penyakit ginjal,
penyakit hati, tumor, dll)
8. Tidak memiliki Riwayat Gangguan sistem imun / mendapat
terapi yang mengganggu sistem imun dalam 4 minggu terakhir
9. Tidak memiliki Riwayat Epilepsi / penyakit gangguan saraf
(penurunan fungsi saraf)
Vaksinasi Tidak Diberikan, Apabila
1. Tekanan darah ≥ 140/90
2. Pernah Menderita COVID-19
3. Sedang Hamil/Menyusui
4. Gejala ISPA dalam 7 hari terakhir
5. Ada anggota keluarga serumah yang menderita COVID-19
51
6. Riwayat alergi berat setelah vaksinasi Covid-19
7. Sedang dalam terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit
kelainan darah
8. Penyakit Jantung Penyakit Autoimun sistemik
9. Penyakit Ginjal
10. Penyakit Reumatik Autoimun
11. Penyakit saluran pencernaan kronis
12. Penyakit Hipertiroid atau Hipotiroid
13. Penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais, dan
penerima transfuse
Mekanisme/alur pelayanan baik di puskesmas, fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya maupun pos pelayanan vaksinasi dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.3 Alur Pelayanan Vaksinasi Covid-19 dan Contoh Pengaturan
Ruang Pelayanan Vaksinasi
Kegiatan pelayanan vaksinasi untuk setiap meja secara lebih
rinci dijelaskan pada tabel sebagai berikut:
Meja Pelayanan
Keterangan Kegiatan Pelayanan
52
Ruang Tunggu 1. Sasaran datang ke tempat pelayanan
kemudian diarahkan oleh petugas untuk
duduk di ruang tunggu
2. Sasaran diminta menunjukkan KTP dan
melakukan
verifikasi
menggunakan
website https://pedulilindungi.id/
3. Apabila data sasaran tidak terdapat di
website tersebut, sasaran akan diarahkan
untuk melakukan pendaftaran di meja 2
setelah diberikan vaksinasi.
4. Sasaran mengisi blanko identitas dan
pertanyaan skrining pada Kertas Kendali.
5. Sasaran membawa kertas Kendali yang
telah diisi ke Meja 1
Meja 1 (Skrining 1. Sasaran
dan Vaksinasi)
kedatangan
dipanggil
dan
sesuai
memberikan
urutan
kertas
kendali yang telah diisi
2. Petugas
kesehatan
melakukan
pemeriksaan fisik sederhana (suhu tubuh
dan tekanan darah) dan memriksa kembali
pertanyaan skrining yang telah diisi
sasaran sekaligus mengidentifikasi riwayat
terkonfirmasi COVID-19
3. Ketika dideteksi terdapat penyakit tidak
menular atau dicurigai adanya infeksi
COVID-19, pasien di rujuk ke Poli Umum
untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut
4. Sasaran dinyatakan sehat dan dapat
diberikan vaksinasi
5. Petugas memberikan penjelasan singkat
tentang vaksin yang akan diberikan,
manfaat dan reaksi simpang (KIPI) yang
53
mungkin
akan
terjadi
dan
upaya
penanganannya
6. Sasaran duduk dalam posisi yang nyaman
7. Untuk
vaksin
multidosis,
petugas
menuliskan tanggal dan jam dibukanya
vial vaksin pada label vial vaksin
8. Petugas memberikan vaksinasi secara intra
muskular sesuai prinsip penyuntikan aman
9. Selesai penyuntikan, petugas menuliskan
jenis vaksin, jam pelayanan dan nomor
batch pada Kertas Kendali dan meminta
sasaran menuju Meja 2 dengan membawa
Kertas Kendali yang telah diisi
Meja 2 (Pencatatan 1. Sasaran menyerahkan kertas kendali di
dan Observasi)
Meja 2
2. Sasaran emnuggu selama 15 menit (masa
Pencatatan:
observasi)
Pendaftaran dan 3. Petugas memasukkan data registrasi, hasil
Perubahan Data
skrining, dan hasil layanan vaksinasi yang
jika dibutuhkan
terdapat pada Kertas Kendali ke dalam
aplikasi Pcare Vaksinasi m enggunakan
user “Petugas Pencatatan dan Observasi”
4. Jika sasaran belum terdaftar di aplikasi
atau terdapat data yang perlu diubah,
petugas akan melakukan pendaftaran atau
perubahan terlebih dahulu. Kemudian,
petugas
meja
menandatangani
2
meminta
Formulir
sasaran
Pernyataan
Registrasi Sasaran Vaksinasi COVID-19
atau Formulir Pernyataan Perubahan Data
Sasaran Vaksinasi COVID-19.
54
5. Sasaran mendapatkan kartu vaksinasi
manual
6. Reaksi/keluhan/gejala
yang
dialami
selama obeservasi kemudian dilanjuti
dengan pencatatan dan pelaporan melalui
website keamanan vaksin.
3. Pemeriksaan Fisik
A. Nilai Normal dan Interpretasi
Pemeriksaan Hasil
Nilai Normal
Interpretasi
Pemeriksaan
Kesadaran
Compos mentis Compos mentis Normal
Tekanan
140/100 mmHg <120/<80
Darah
Abnormal
mmHg
Frekuensi
24x/menit
12-20x/menit
Abnormal
110x/menit
50-90x/menit
Abnormal
Suhu
41,2℃
36,5-37,5℃
Abnormal
Saturasi
89%
95-100%
Abnormal
napas
Frekuensi
nadi
Oksigen
B. Mekanisme Abnormalitas
1) Hiperpireksia
Infeksi
virus
covid-19
→
merangsang
sel
fagosit
mononuklear (makrofag (monosit, limfosit dan endotel)
menghasilkan sitokin IL-1, IL-6, TNF-α (tumor necrosis faktor
α) à Sitokin berikatan dengan reseptornya di hipotalamus →
55
mengaktivasi fosfolipase A2 → melepaskan asam arakidonat yg
kemudian oleh COX-2
(enzim cyclooxygenase-2) diubah
menjadi PGE2 (prostaglandin E2) → cAMP (adenosina
monofosfat siklik)→ suhu tubuh ↑
2) Takikardi
Suhu tubuh ↑(demam) à kebutuhan oksigen meningkat
(Peningkatan 13% konsumsi O2 setiap kenaikan 1℃à
kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen à
takikardi
3) Takipneu
Tubuh tidak merespon terjadinya penurunan pO2 à
Penumpukan CO2 di dalam darah à pH darah menjadi asam à
sinyal dikirim ke otak à tubuh meningkatkan frekuensi
pernapasan à Takipneu
4) Hipertensi Stage II
Mekanisme
terjadinya
hipertensi
adalah
melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin
I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin
I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah
melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis),
sehingga
menjadi
pekat
dan
tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
56
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang
memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
5) Penurunan Saturasi Oksigen
Terinfeksi COVID-19 à reaksi inflamasi di paru-paru à
terjadi agregasi sel imun àkerusakan jaringan dan endotel à
penumpukan cairan di alveolus à pertukaran gas menjadi sulit
à gas O2 sulit bedifusi à memicu terjadinya penurunan pO2 à
saturasi oksigen
C. Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital merupakan salah satu hal yang
penting dalam proses diagnosis. Pemeriksaan tanda vital mencakup
tekanan darah, nadi, suhu tubuh, frekuensi pernapasan. Tanda-tanda
vital dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan,
aktivitas dan kondisi (sehat/sakit). (IDI, 2017)
Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan menggunakan
sphygmomanometer dan stetoskop. Bunyi pertama yang terdengar
pada auskultasi arteri brakhialis saat manset dikempiskan adalah
tekanan darah sistolik (fase korotkof I). Bunyi terakhir yang masih
dapat terdengar adalah tekanan diastolik. (IDI, 2017)
57
Pemeriksaan Frekuensi Nadi
Frekuensi nadi normal adalah antara 50 – 90 x/menit.
Frekuensi nadi kurang dari 50 x/menit disebut bradikardia.
Frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit disebut takikardia. (IDI, 2017)
Untuk menilai irama, rasakan denyut arteri radialis. Apabila
denyut teraba ireguler, periksa kembali irama dengan mendengarkan
detak jantung pada apeks kordis dengan menggunakan stetoskop.
Apakah irama jantung reguler atau ireguler? Apabila didapatkan
irama jantung ireguler, identifikasi polanya. Irama ireguler dapat
disebabkan oleh fibrilasi atrial dan kontraksi prematur atrial atau
ventrikel. Untuk seluruh pola denyut arteri ireguler diperlukan
pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi aritmia. (IDI, 2017)
Pemeriksaan Frekuensi Pernapasan
Pada keadaan normal, tipe pernapasan pada wanita biasanya
adalah pernapasan dada, sedangkan pada laki-laki biasanya tipe
pernapasan abdominal. Frekuensi pernapasan normal dewasa saat
istirahat antara 14-20 kali/menit dan sampai dengan 44 x/menit
pada bayi. Bila terdapat kesulitan bernapas, maka frekuensi napas
juga akan meningkat (takipnea). Frekuensi napas juga dapat
berkurang (bradipnea), misalnya akibat stimulasi saraf. (IDI, 2017)
Pemeriksaan Suhu
Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh di atas
normal. Hiperpireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas 41,1C.
Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh abnormal dibawah 35oC
per rektal. Penyebab demam antara lain infeksi, trauma (seperti
operasi atau cedera kompresi), keganasan, kelainan darah (seperti
58
anemia hemolitik akut), reaksi obat dan gangguan imunitas (seperti
collagen vascular disease). (IDI, 2017)
4. Pemeriksaan Spesifik
A. Nilai Normal dan Interpretasi
Pemeriksaan Spesifik
Konjungtiva
Kepala
Konjungtiva palpebra
tidak anemis
Sklera ikterik (-)
Sklera tidak ikterik
Normal
Dalam batas normal
Normal
Jantung
dalam
batas normal
Thorak
Normal
palpebra pucat (-)
Paru
terdengar
ronkhi halus di
Suara napas vesikuler
basal kanan dan
(tidak ada ronkhi)
Abnormal
kiri
Abdomen
Datar, lemas
Datar, lemas
Hepar dan lien
Hepar dan lien tidak
tidak teraba
teraba
Ekstremit
Dalam batas
as
normal
Dalam batas normal
Normal
Normal
Normal
B. Mekanisme Abnormalitas
Terdengar Suara Ronkhi Halus (Jejas Paru)
Down-regulation aktivitas ACE2 di paru-paru memfasilitasi
infiltrasi neutrofil sebagai respon terhadap endotoksin dan
menyebabkan akumulasi unopposed angiotensin II dan aktivasi
lokal SRA berlebihan yang dapat memicu terjadinya jejas paru,
sehingga pada pemeriksaan akan dijumpai suara ronkhi basah halus
(Willim, Ketaren and Supit, 2020).
5. Pemeriksaan Laboratorium
A. Nilai Normal dan Interpretasi
59
Pemeriksaan
Hasil
Laboratorium
Pemeriksaan
Swab PCR
Positif dengan CT
Nilai
Normal
Negatif
Interpretasi
Abnormal
value 21
Hemoglobin
2 gr/dL
14-17 gr/dL Abnormal
Leukosit
3.400/mm3
Trombosit
210.000/mm3
Limfosit
8%
5.000Abnormal
10.000/mm
3
150.000Normal
350.000/m
m3
20-40%
Abnormal
Kimia Darah
CRP
55 mg/dL
D-Dimer
5,81 m/dL
< 5 mg/L
< 0,5
mcg/mL
atau
Meningkat
Meningkat
< 0,5 mg/L
atau
Fibrinogen
600 mg/dL
< 500 ng/mL
200-4—
Meningkat
mg/dL
Gula Darah
286 mg/dL
< 200 mg/dL Hiperglikemia
Sewaktu (GDS)
Rontgen Thorax Pneumonia bilateral
(+)
Pneumonia
bilateral (-)
Abnormal
B. Mekanisme Abnormalitas
1) Swab PCR positif
Sputum → Dicampur buffer lisis → Amplifikasi gen →
60
Flourosensi → Swab PCR positif → Terinfeksi COVID 19
2) Hemoglobin menurun
Terinfeksi COVID 19 → Bersikulasi ke Peredaran Darah →
Virus Berikatan dengan Porfirin RBC → Menyerang Hb pada
Rantai Beta 1 Hb → Hemolisis → Hb menurun
3) Leukosit menurun
Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan sitokin
(IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit → Penurunan
Leukosit
4) Limfosit menurun
Terinfeksi COVID 19 → Penurunan sel T → Peningkatan sitokin
(IL-6) → Limpopenia/Penurunan Limfosit
5) CRP Meningkat
Kadar CRP yang meningkat menunjukan adanya proses
inflamasi selama terinfeksi COVID-19. C Reactive Protein
merupakan protein fase akut yang dibentuk di hati (oleh sel
hepatosit) akibat adanya proses peradangan atau infeksi. Pada
proses inflamasi, sitokin pro inflamasi seperti IL1 dan TNF
merangsang sel hepatosit untuk meningkatkan produksi protein
fase akut seperti CRP dan serum protein amiloid A.
Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan
meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua
dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan
tercapai dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar
CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang
akan mengakibatkan kerusakan jaringan.
Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan kadar
CRP secara cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai
7 jam. Kinetik metabolism CRP sejalan dengan derajat
peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh karena
itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam
keadaan akut.
61
6) D-dimer Meningkat
D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang terbentuk
selama proses degradasi bekuan darah oleh fibrinolisis.
Peningkatan
D-dimer
dalam
darah
merupakan
penanda
kecurigaan trombosis. Peningkatan D-dimer ditemukan pada
trombosis vena dalam, emboli paru, trombosis arteri, DIC,
kehamilan, inflamasi, kanker, penyakit liver kronis, trauma,
pembedahan, dan vaskulitis. Peningkatan D-dimer sering
ditemukan pada pasien COVID-19 berat dan merupakan
prediktor terjadinya ARDS, kebutuhan perawatan di unit
perawatan intensif, dan kematian.
Trombosis dan tromboemboli yang terjadi pada COVID-19
mengikuti konsep trias Virchow. Trias Virchow merupakan dasar
pemahaman tentang trombosis yang meliputi jejas endotel, stasis
aliran darah, dan hiperkoagulasi. Jejas endotel pada COVID-19
dapat terjadi melalui mekanisme invasi langsung SARS-CoV-2
ke dalam sel endotel yang menyebabkan jejas sel atau sebagai
akibat dari respon inflamasi oleh sitokin-sitokin proinflamasi.
Stasis aliran darah dapat disebabkan oleh imobilisasi pada pasien
yang dirawat di rumah sakit. Keadaan hiperkoagulasi diperberat
oleh faktor-faktor protrombotik seperti peningkatan ULVWF,
faktor VIII, fibrinogen, NETs, dan mikropartikel trombotik.
7) Fibrinogen Meningkat
Peningkatan fibrinogen sering ditemukan pada COVID-19
dan berkorelasi dengan proses inflamasi dan kadar IL-6, namun
pada kasus berat dapat terjadi penurunan kadar fibrinogen sebagai
akibat perburukan koagulopati.
8) Hiperglikemia
Pada kasus ini, pasien mengalami hiperglikemia akibat
riwayat penyakit diabetes mellitus yang telah lama dideritanya,
selain itu didapatkan juga bahwa pasien tidak teratur dalam
riwayat pengobatan dan jarang kontrol ke rumah sakit.
62
9) Diabetes melitus(DM)
Adalah penyakit gangguan metabolik yang memengaruhi
kerja insulin dalam penyerapan glukosa. Diabetes merupakan
salah satu faktor risiko utama terjadi COVID-19. Penyandang
diabetes rentan terhadap infeksi karena hiperglikemia, gangguan
fungsi kekebalan, komplikasi vaskular dan penyakit penyerta
seperti hipertensi, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskular.
Akibat penurunan fungsi kekebalan tubuh penyandang diabetes
menjadi salah satu faktor pencetus mudahnya terjadi COVID-19
di masa pandemi ini.
10) Rontgen Thorax: Pneumonia bilateral(+)
Agregasi
SARS-CoV-2
di
paru-paru
menyebabkan
gangguan sel epitel dan endotel alveolus, bersama dengan
infiltrasi sel-sel inflamasi menyebabkan munculnya sitokinsitokin proinflamasi (IL1, IL-6, dan TNFα, dan lainnya). Hal ini
menyebabkan inflamasi pada paru sehingga saat dilakukan
rontgen thorax didapatkan hasil pneumonia bilateral.
Rontgen thorax umumnya merupakan tes pencitraan lini
pertama pada pasien yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19
karena kegunaannya, ketersediaannya, dan biayanya yang murah,
meskipun kurang sensitif dibandingkan Computed Tomography
(CT). Rontgen dada yang optimal mencakup proyeksi
posteroanterior (PA) dan lateral dengan pasien berdiri.
Pada tahap awal COVID-19, hasil rontgen menunjukkan
beberapa bayangan pola kecil (multiple small patches shadow)
dan perubahan interstitial, terutama di perifer paru. Seiring
perkembangan penyakit, hasil rontgen pasien berkembang lebih
lanjut menjadi beberapa bayangan tembus pandang/kaca
(multiple ground glass shadow) dan bayangan infltrasi di kedua
paru. Pada kasus yang parah dapat terjadi konsolidasi paru. Pada
pasien dengan COVID- 19, jarang ditemui adanya efusi pleura.
63
Gambar 3.3 Temuan khas pada pneumonia COVID-19
(Chamorro dkk, 2021)
Keterangan gambar:
a. Seorang wanita 47 tahun dengan tanda dan gejala dicurigai
COVID-19. Rontgen dada PA. Panah menunjukkan pola
interstisial retikuler dengan dominasi perifer (Reticular
interstitial pattern with peripheral predominance).
b. Pasien yang sama seperti pada gambar A. Rontgen dada PA
diambil 3 hari kemudian. PCR positif untuk SARS-CoV-2.
Meskipun diambil dengan inspirasi yang lebih buruk, sinarX menunjukkan kekeruhan alveolar perifer bilateral yang
samar (faint rounded bilateral peripheral alveolar opacities).
c. Seorang pria 57 tahun dengan dyspnoea dan PCR positif
untuk SARS- CoV-2. Kekeruhan perifer bilateral (Bilateral
peripheral opacities) di bidang atas, tengah dan bawah (ujung
panah).
d. Laki-laki 45 tahun dengan dyspnoea dan COVID-19
dikonfirmasi oleh PCR. Rontgen dada anteroposterior
menunjukkan beberapa area konfluen bilateral difus
konsolidasi (multiple bilateral diffuse confluent areas of
consolidation) dengan keterlibatan luas kedua paru-paru.
Perhatikan adanya dua jalur vena sentral, satu jugularis kiri
64
dan subklavia kanan lainnya (panah putih), dan saluran
gastrointestinal (panah hitam).
65
2.7
Kerangka Konsep
66
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tn. A, laki-laki 65 tahun dengan risiko penyakit komorbid diabetes
melitus dan hipertensi, menderita sesak napas, demam, batuk, dan nyeri
tenggorokan et causa COVID-19 dengan riwayat kontak pasien Covid-19
dan CT value 20.
67
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. (2016). Bates’ Guide to Physical Examination and History
Taking. Twelfth Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.
Bohannon R. W. (2019). Considerations and Practical Options for Measuring
Muscle Strength: A Narrative Review. BioMed research international, 2019,
8194537. https://doi.org/10.1155/2019/8194537
Burhan E, Susanto AD, Isbaniah F, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, et al.
Pedoman Tatalaksana COVID-19: Edisi 4. 2022.
Chamorro, E. Martinez, dkk. 2021. Radiologic Diagnosis of Patients With COVID19.
Dinkes.malangkab.go.id.
(2022).
Retrieved
27
July
2022,
from
https://dinkes.malangkab.go.id/pd/detail?title=dinkes-opd-tahapan-danprioritas-vaksinasi-covid-19.
Gordo, M.L. Parra, dkk. 2021. Radiologic Aspects of COVID-19 Pneumonia:
Outcomes and Thoracic Complications.
IDI. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer.
2017. Edisi I. Ikatan Dokter Indonesia.
Jenis vaksin booster apa yang akan diberikan?. Faq.kemkes.go.id. (2022).
Retrieved 27 July 2022, from https://faq.kemkes.go.id/faq/jenis-vaksinbooster-apa-yang-akan-diberikan.
KEMENKES. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease
(COVID-19) Revisi ke 5. Jakarta.
Kemenkes. 2020. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Meneks/405/2020 tentang Jejaring Laboratorium Pemeriksaan
Covid-19.
Diakses
di
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/KMK_No._HK.01.07MENKES-405-2020_ttg_Jejaring_Laboratorium_Pemeriksaan_COVID19.pdf pada tanggal 20 Juli 2021.
Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor Hk.
02.02/4/1/2021. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). [online]
68
https://persi.or.id/wp-content/uploads/2021/07/KMK-46382021.pdf.Diakses pada 26 Juli 2022.
Levani, Prastya, Mawaddatunnadila. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19):
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. J Kedokteran dan
Kesehatan
[Internet].
2021;17(1):44–57.
Available
from:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/6340
LIANG X, FENG Z, LI L. Panduan Menghadapi Penyakit Virus Corona 2019
Model RRC. Elcid Li P., Margaretha Teli, S.Kep.Ns MsP, Victoria
Fanggidae P. (Cand. ., editors. 2020. 1–6 p.
Marwan. 2021. Peran Vaksin dalam Penanganan Pandemi COVID-19. [online]
https://lp2m.unmul.ac.id/webadmin/public/upload/files/9584b64517cfe308
eb6b115847cbe8e7.pdf. SMF Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman – Rsu A.W Sjahranie Samarinda.Diakses pada 26 Juli 2022.
Mus, Rosdiana, dkk. 2020. Studi Literatur: Tinjauan Pemeriksaan Laboratorium
pada Pasien COVID‐19.
Nicholl, D. J., & Appleton, J. P. (2015). Clinical neurology: why this still matters
in
the
21st
century. Journal
of
neurology,
neurosurgery,
and
psychiatry, 86(2), 229–233. https://doi.org/10.1136/jnnp-2013-306881
Nuraini, B. 2015. Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), pp. 10–19.
PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Pedoman tatalaksana COVID-19 Edisi
3 Desember 2020 [Internet]. Pedoman Tatalaksana COVID-19. 2020. 36–
37 p. Available from: https://www.papdi.or.id/download/983-pedomantatalaksana-covid-19-edisi-3-desember-2020
PPD UNSOED. (n. d). Pemeriksaan Fisik Paru. Purwakarta: Lab. Keterampilan
Medik PPD UNSOED.
Rifiana, A. J. and Suharyanto, T. 2020. Hubungan Diabetes Mellitus dan Hipertensi
dengan Kejadian Corona Virus Deases-19 (Covid-19) di Wisma Atlit
Jakarta Tahun 2020. Universitas Nasional, 19, pp. 1–15.
Sabililla FF, Agustina T, Lestari N, Raharja S, Handayani RT, Setyorini C, et al.
KOMPLIKASI
SARS-COV,
MERS,
SARS-COV-2,
DALAM
KEHAMILAN: A REVIEW. J Inf Kesehat Indones. 2020;11(1):93–101.
69
Sukmana, M. and Yuniarti, F. A. (2020) ‘The Pathogenesis Characteristics and
Symptom of Covid-19 in the Context of Establishing a Nursing Diagnosis’,
Jurnal
Kesehatan
Pasak
Bumi
Kalimantan,
3(1),
p.
21.
doi:
10.30872/j.kes.pasmi.kal.v3i1.3748.
Sulastomo, H., Munawaroh, S., Purwaningtyas, N., Aphridasari, J., Setyawan, S.,
Revino, Putranto, W., Ariningrum, D., Indarto, D., Maftuhah, A., Yusup,
Sinu A. (2019). Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Pemeriksaan
Jantung dan Paru Dasar. Surakarta: Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikkan Tinggi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Suryawati, B., Pramana, Tri Y., Marwanta, S., Werdiningsih, Y., Wulandari, R.
Aj S., Yudhani, Ratih D. (2019). Buku Manual Keterampilan Klinik Topik
Keterampilan Pemeriksaan Abdomen Dasar. Surakarta: Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikkan Tinggi, Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
Takakusaki K. (2017). Functional Neuroanatomy for Posture and Gait
Control. Journal
of
movement
disorders, 10(1),
1–17.
https://doi.org/10.14802/jmd.16062
University of Calgary. (2022). Pediatric Pneumonia: Pathogenesis and Clinical
Findings.
Diakses
melalui
https://calgaryguide.ucalgary.ca/pediatric-
pneumonia-pathogenesis-and-clinical-findings/pediatric-pneumoniapathogenesis-and-clinical-findings/
Willim, H. A., Ketaren, I. and Supit, A. I. (2020) ‘Dampak Coronavirus Disease
2019 terhadap Sistem Kardiovaskular’, e-CliniC, 8(2), pp. 237–245. doi:
10.35790/ecl.v8i2.30540.Yuki, Koichi., Miho Fujiogi, dan Sophia
Koutsogiannaki.(2020). “COVID-19 pathophysiology: A review”. Elsevier
Public
Health
Emergency
Collection.
215:
108427.
Doi:10.1016/j.clim.2020.108427
Wongsonegoro RK. Sk Panduan Praktik Klinis Covid-19 Smf Paru. 2020.
World Health Organization. 2021. Bagaimana cara kerja vaksin?. [online]
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa/qa-cara-kerjavaksin. Diakses pada 26 Juli 2022.
70