Download Regulasi Ekspresi Gen

Survey
yes no Was this document useful for you?
   Thank you for your participation!

* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project

Document related concepts
no text concepts found
Transcript
BAB III
Biokimia dan Biologi Molekuler
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 60
A. IKATAN KIMIA
Ikatan Kimia
Struktur asam amino dan peptida memiliki ikatan-ikatan kimia yang mestabilkan
struktur protein dan membran. Ikatan Kimia dalam Protein meliputi ikatan kovalen, ikatan
hidrogen, interaksi elektrostatik, ikatan Van der Waals dan ikatan hidrofobik.
Ikatan Kovalen merupakan “sharing” elektron antara 2 atom untuk melengkapi kulit
elektron. Dalam ikatan karbon-karbon elektron memiliki bersama 2 atom. Ikatan bersifat nonpolar yang terdiri atas :
a. Pada protein terdapat ikatan antara gugus Cα asam amino yang satu dengan gugus NH2
atom Cα yang saling membentuk ikatan peptida, ikatan peptida membentuk struktur primer
yang kuat.
b. Ikatan Bisulfida (-S-S-) yang terbentuk pada waktu protein melipat membentuk konformasi
alamiahnya serta berfungsi menstabilkan bentuk 3-dimensi.
Gambar 3A.1 Struktur Ikatan Peptida
Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terdapat dalam molekul air. Atom dimana
hidrogen lebih terikat erat disebabkan donor hidrogen atom serta yang satunya aseptor
hidrogen. Donor hidrogen meliputi atom O atau N yang terikat secara kovalen pada atom H.
Akseptor hidrogen atom O dan H. Ikatan hidrogen ini tidak hanya berperan dalam molekul air,
juga berperan dalam molekul protein, DNA, alkohol. Ikatan hidrogen ini menyebabkan
terbentuknya heliks-α dan lipatan. Ikatan hidrogen anatara gugus amida dan gugus luar
bermoleku heliks-α. Keluatannya tergantung jarak donor H dan akseptor H, paling kuat jaraknya
sekitar 2,7 Ao dan 3,1 Ao. Relatif lemah, karena jumlahnya lebih berperan pada stabilitas
konformasi protein, sehingga bukan yang utama. Pada saat terjadinya denaturasi ikatan
hidrogen dapat putus.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 61
Gambar 3A.2 Ikatan hidrogen
Ikatan elektrostatik yaitu ikatan ionik, merupakan jembatan garam atau pasangan ion.
Antara gugus bermuatan (dari rantai samping asam-amino dalam protein). Dapat saling tarikmenarik/tolak-menolak membentuk muatan bertolak menolak atau sama. Penting untuk
stabilitas protein. Berperan dalam pengikatan ligan/substrat. Ikatan paling kuat pada K.cad
Volum (D=1), makin polar medium, D makin meningkat, ikatan paling lemah dalam air (D = 80).
Ikatan Van der Waals, memiliki kekuatan tarik-menarik non-spesifik antara 2 atom yang
berjarak 3Ao – 4Ao. Dapat disebabkan berubahnya distribusi muatan e _ desekeliling atom pada
tiap saat. Distribusi muatan e_ yang tidak sama akan menyebabkan distribusi muatan e _ yang
tidak sama pula pada atom dari dekatnya, sehingga timbul kekuatan tarik menarik/tolak
menolak. Ikatan van der waals lemah dan nonspesifik, kurang penting dibandingkan
ik.elektrostatik/ikatan hidrogen.
Ikatan hidrofobik merupakan ikatan non-kovalen yang menyebabkan polipeptida
melipat membentuk konformasi yang alamiah. Ikatan hidrofobik ini berperan pula pada
pengikatan substrat-enzim, pembentukan membran. Bukan karena tarik-manarik antara gugus
non-polar, tapi lebih disebabkan oleh sifat pelarut air. Molekul air sangat tersusun rapi dan
banyak ikatan hidrogen, masuknya gugus non-polar akan merusak struktur air, gugus non-polar
tidak dapat mendonorkan/menerima hidrogen, sehingga molekul air pada permukaan “rongga”
berisi gugus non polar, tidak membentuk ikatan peptida. Bila usaha untuk mengatasi kehilangan
ikatan hidrogen air permukaan “rongga” menyesuaikan diri membentuk jaringan ik Hidrogen
yang melapisi “rongga” diperlukan senyawa non-polar dikeluarkan dari molekul air
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 62
Gambar 3A.3 Ikatan hidrofobik
Asam basa dan dapar
Peranan asam amino dan protein dalam sistem dapa yaitu asam amino bersifat asam
karena memiliki gugus karboksil bermuatan negatif dan bersifat basa karena memiliki gugus
nitrogen yang bermuatan positif.Asam amino non-polar akan bermuatan asam, dalam
molekulnya mempunyai kelebihan COO- (muatan negatif) dan basa : dalam molekulnya
kelebihan NH3+ . pH dimana muatan netto molekul dalam larutan adalah nol disebut sebagai
pH isoelektrik (pI). Pada pH ini molekul disebut zwitterion tidak akan berimigrasi dalam
lapangan listrik karena jumlah muatan negatif pada masing-masing molekul setara dengan
jumlah muatan positif.
Gambar 3A.4 Asam amino yang bersifat asam dan basa
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 63
Gambar 3A.4 pH Isoelektrik
Gambar 3A.4 Perubahan asam amino menjadi asam dan basa
Gambar 3A. Asam amino bentuk terionisasi dan ion dipolar
Struktur sekunder dan tersier protein (protein folding)
Struktur primer protein yaitu urutan asam amino yang terikat secara kovalen dengan
ikatan rantai polipeptida. Struktur sekunder disebabkan penataan partial dari rantai polipeptida
dalam 1 dimensi, protein fibrous membentuk konfirmasi spiral, dalam suatu penggal atau
segmen protein globulercontohnya kolagen. Struktur tersier terbentuk akibat melipatnya
rantai polipeptida dalam 3 dimensi, membentuk struktur kompak, padat dari protein globuler.
Struktur kwartener, masing-masing rantai polipeptida mengadakan hubungan satu sama lain,
pada protein yang mempunyai > 1 rantai polipeptida.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 64
Gambar 3A.4 Struktur sekunder dan tersier protein : protein folding
Hubungan keragaman protein dengan jumlah jenis asam amino pembentuk protein
antara lain :
1. Kolagen terdiri atas 3 rantai polipeptida (tripel helik), menahan tegangan, 1/3 residu gly
2. Keratin terdiri atas phe, Ile, Val, met, Ala, sistein (ik.SH/sulfhidril) dan cys (s-s)
3. Elastin terdiri atas 1/3 Gly dan 1/3 Ala dan tidak mengandung OH-lys
4. Fibrolin terdiri atas 6 residu berulang ( Gly-Ser- Gly-Ala-Gly-Ala)
Hubungan antara protein dan gen yaitu bila gen mengalami delesi/mutasi, tidak dapat
menghasilkan protein fungsional. Untuk menghasilkan protein spesifik dalam jumlah besar
dengan dihasilkan banyak salinan gen, dapat dilakukan amplifikasi gen.
Gambar 3A.5 Amplifikasi gen
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 65
Hubungan kodon dan asam amino
mRNA yang menentukan urutan asam amino protein dibaca dalam kodon terdiri atas 3
nukleotida yaitu U,C,A,G. Ada 61 kodon yang menentukan asam amino, ada 2 asam amino yang
memiliki 1 kodon (AUG = metionin, UGG = triptofan) dan ada pula asam amino yang lain dibaca
lebih dari satu kodon. Kodon pada mRNA dimulai dengan kodon 5’-AUG (metionin) dan diakhiri
oleh kodon stop 3’-(UAG, UGA dan UAA).
Sifat umum asam amino pembentuk protein yaitu struktur asam amino standar antara
lain mempunyai Cα, C mempunyai 4 gugus terdiri atas H3N, COO-, H, R (variasi). Bila ikatan asam
amino lepas akan menghasilkan air, tulang punggung membentuk ikatan peptida. R-gugus
samping dan struktur primer menetukan bentuk akhir suatu 3-dimensi.
Konsep struktur protein dalam berbagai tingkat sebagai hasil interaksi antara berbaga
asam amino penyusun protein di dalam molekul protein. Protein dengan fungsi berbeda, selalu
memiliki urutan asam amino berbeda. Misal E.coli terdiri atas + 3.000 macam protein dan
manusia memiliki + 50.000 -100.000 protein. Tiap macam protein akan mempunyai struktur
unik, fungsi yang unik serta urutan yang unik.
Hubungan antara struktur dan fungsi protein yaitu modifikasi asam amino dalam protein
menyebabkan modifikasi pascatranslasi antara lain :
a. Dihidroksi prolin (terdapat padakolagen yang baru disintesis, dibentuk dari hidroksilasi
prolin, hidoksilasi bersifat menstabilkan kolagen, bila terganggu (defisiensi Vitamin C)
menyebabkan terganggu pembentukan kolagen
b. ɣ-karboksiglutamat, terdapat dalam protrombin, protein pembekuan darah, pada
Defisiensi vitamin K , terganggu karboksilasi glutamat akan menimbulkan perdarahan
c. Hidroksi lisin terdapat dalam kolagen
d. d. N-metil lisin dan metil Histamin terdapat dalam protein otot
e. Desmosin dan isodesmosin terdapat dalam elastin, berasal dari 4 mol Lys dengan R
membentuk piridin, memungkinkan mengikat 4 rantai polipeptida, elastin dapat
direnggangkan dalam 2 arah
Asam amino bukan penyusun protein memiliki fungsi khusus. Ada > 150 asam amino
terdapat dalam bentuk bebas/ berikatan dengan molekul lain, dan tidak ditemukan dalam
protein. Sebagian besar derivat asam amino L-α, ada juga derivat asam amino β,ɣ,δ
a. β-alanin merupakan “building Block” vit. Asam pantotenat merupakan bagian dari
koenzim A
b. ɣ-amino butirat (GABA) merupakan hasil dekarboksilasi glutamat serta merupakan
“neotransmitter” dalam impuls saraf
c. Histamin hasil dekarboksilasi histidin sebagai mediator reaksi alergi
Konsep “denaturasi”

Protein dalam bentuk alamiah  “native protein”  berada dalam bentuk yang stabil
Setiap perubahan struktur protein alamiah  denaturasi dapat terjadi pada struktur sekunder,
tersier, kuartener desebabkan oleh :
1. Seng Kaotropik (Chaotropic agent)
2. Detergen
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 66
3. Suhu
4. Asam alkali
5. Reduksi ikatan S-S
Konsep “denaturasi” yaitu seng Kaotropik (Chaotropic agent), dimana urea guanidin
HCl pada konsentrasi meningkat (4-8 m) menyebabkan denaturasi (mekanisme belum jelas).
Diduga urea dan guanidin membentuk ikatan hidrogen tandingan dengan residu asam amino,
sehingga ikatan hidrogen dalam molekul protein yang menstabilkan protein rusak, juga
mengubah pelarut air, sehingga interaktif hidrofobik melemah. Denaturasi bersifat reversible
sebagian atau campuran bila kadar senyawa di turunkan dengan dialisis atau penghancuran.
Konsep “denaturasi” melalui detergen dan suhu, detergen yaitu SDS (sodium dodecyl
sulphate) dengan struktur molekul H3C-(CH2)10-CH2OSO3_ + Na+ mempunyai ujung sangat
polar , ujung hidrofobik. SDS terikat erat pada polipeptida menyebabkan protein mempunyai
muatan (-). Denaturasi oleh suhu, bila suhu meningkat mendenaturasi sebagian besar banyak
protein larut. Biasanya terjadi presipitasi protein karena kerusakan struktur sekunder dan
pembentukan agregat.
Denaturasi oleh asam/alkali, protein bersifat polielektrolit amfoter, sehingga perubahan
pH yang mempengaruhi ikatan garam yang menguatkan struktur tersier. Denaturasi reduksi
ikatan S-S, β-merkaptoetanol (R-SH) mereduksi ikatan S-S dalam protein menjadi 2 gugus (-SH).
Gambar 3A.5 Denaturasi gugus –S-SIntegrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 67
Gambar 3A.6 Denaturasi oleh merkaptoetanol
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 68
B. PROTEIN
Protein berasal dari yunani yaitu proteos (oleh Barselius) artinya yang
utama/terpenting. Struktur kimia berupa suatu heteropolimer yang tersusun dari berbagai
senyawa segolongan yaitu asam amino, terikat melalui ikatan peptida secara kovalen dan
terbentuka dari hasil informasi DNA dalam sel.
Definisi protein secara kimia, biologi dan biokimia merupakan hasil ekspresi informasi
genetik. Protein memiliki komposisi C, H, N, O,S dan sebagian mengandung P, Fe, Zn, Cu. Bila
protein dihidrolisi akan menghasilkan asam amino. Syarat dikatakan asam amino adalah
memiliki 1 gugus karboksil (-COOH), 1 gugus amino α (-NH2), 1 gugus R-berbeda untuk tiap
asam amino serta antar asam amino terdapat ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida.
Gambar 3B.1 Struktur umum asam amino
Asam amino merupakan bahan dasar untuk membentuk protein memiliki sifat
fisikokimia protein antara lain BM ratusan dalton – 1.000.000 dalton, wujud berupa larutan,
koloid, emulsi dan suspensi. Protein dapat dikristalkan atau tidak dikristalkan. Kelarutan protein
dipengaruhi pH/ pH isoelektrik (tiap protein berbeda-beda).
Konsep batu bata penyusun (building block) dan ikatan tulang punggung (backbone
baound) dalam penyusunan protein, memiliki syarat asam amino pembuat protein antara lain :
1. Konfigurasi L merupakan syarat biologis
2. Punya kodon dalam asam amino (asam amino yang tidak punya kodon homosistein,
ornitin, sitrulin)
3. Gugus asalnya harus berkarboksilat, COOH (taurin mempunyai gugus S tidak dapat
membuat protein)
4. Gugus COOH dan NH2 ada di Cα (NH2 di β) tidak dapat membuat protein)
Polimerisasi 20 Asam amino dapat membentuk peptida/protein melalui ikatan antara
gugus karboksil-α dengan gugus amino-α melalui ikatan peptida (ikatan amida). Unit asam
amino dalam polipeptida dimana terdapat gugus NH 2 bebas, residu asam amino pada ujung
rantai polipeptida dimana terdapat gugus NH2 bebas, residu asam amino terminal (residu Nterminal). Residu asam amino pada ujung dimana terdapat gugus COOH bebas, residu karboksil
terminal (residu C-terminal).
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 69
Peptida pendek dinamai dengan kandungan asam aminonya, dimulai dari sebelah kiri, di
residu N-terminal ke arah karboksil disebelah kanan. Rantai polipeptida terdiri dari bagian
berulang yang sama rantai utama (tulang punggung) dan bagian yang berbeda pada rantai
samping. Urutan asam amino pada rantai polipeptida dapat menentukan jenis protein, karena
menentukan struktur dan menentukan fungsi fisiologis. Urutan asam amino spesifik/khas untuk
semua jenis protein tertentu, dapat ditentukan oleh sandi genetik yang terdapat dalam DNA.
Komposisi sama, urutan asam amino berbeda maka protein terbentuk berbeda,
kombinasi urutan 20 asam amino bersifat faktorial serta jenis protein yang mungkin dibentuk
tidak terbatas. Subsitusi 1 asam amino menentukan fungsi biologis, bila salah maka akan
berubah. Contoh struktur Hb dimana glutamin diganti alanin sama-sama struktur polar tetapi
fungsi biologis berubah.
Universalisme asam amino penyusun protein sebagai salah satu fenomena
universalisme dalam mahluk hidup. Ada 20 asam amino penyusun protein, dengan kodon sama
dari semua sumber DNA. Misal UAA adalah asam amino X, baik untuk manusia, virus, bakteri
sama.
Tabel 3B.1 Jenis-jenis 20 Asam Amino
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 70
Tabel 3B.2 Kodon asam amino
Klasifikasi asam amino, berdasarkan polaritas terdiri atas :
1. Asam amino non-polar/R-hidrofobik
2. Asam amino polar, R-tidak bermuatan
3. Asam amino R muatan (-) pada intrasel pH 6-7
4. Asam amino R muatan (+) pada intrasel pH 6-7
Asam amino non-polar/R-hidrofobik dimana asam amino dengan R-rantai hidrokarbon
alifatik, asam amino dengan R Cincin aromatik dan asam amino mengandung S.
Gambar 3B.2 Asam amino non-polar
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 71
Asam amino polar, R-tidak bermuatan yaitu bersifat larut dalam air, R dapat
mengadakan ikatan hidrogen dengan air, mengandung OH, mengandung gugus amida dan
mengandung gugus SH. Asam amino polar terdiri atas Asam amino R muatan (-/asam) pada
intrasel pH 6-7. Asam amino R muatan (+/basa) pada intrasel pH 6-7.
Gambar 3B.3 Asam amino polar
Peran protein dalam fungsi fisiologis hidup yaitu antara lain sebagai katalisis enzimatik
dalam bentuk protein enzim; sebagai transporter dan molekul penyimpan yaitu dalam bentuk
transferin, hemoglobin dan mioglobin; protein koordinasi gerak dalam bentuk aktin-miosin;
sebagai protein penunjang mekanis dalam bentuk kolagen pembentuk tulang dan kulit; protein
proteksi Imun dalam bentuk antibodi dapat mengenal benda asing dalam tubuh; protein untuk
membangkitkan dan menghantar impuls saraf berupa rodopsin peka terhadap cahaya; dan
pengaturan pertumbuhan dan deverensiasi berupa pengatur pembentukan hormon.
Aktivitas protein secara umum dalam bentuk interaksi protein-ligand untuk
melaksanakan fungsinya sebagai protein yang mengikat bahan/zat lain (ligand). Misalnya
antibodi-antigen dan enzim-substrat, ion, koenzim. Kompleks ikatan tersebut menunjukkan ada
ikatan asam amino (hidrofobik dan hidrofilik) yang memiliki kemampuan berdasarkan sifat-sifat
ikatan asam amino berdasarkan gugus R pada situs aktif. Hal ini merupakan prinsip untuk
menentukan teknologi protein.
Hubungan protein spesifik dengan tingkat perkembangan dan deferensial sel, protein
dengan urutan asam amino berasal dari asal usul yang sama. Protein homolog yaitu protein
yang secara evolusi mempunyai hubungan, biasanya mempunyai fungsi sama pada berbagai
species. Misal ubikuisitin yaitu protein yang terdiri atas 76 asam amino berperan dalam
pengaturan degradasi protein, memiliki urutan asam amino yang identik, mulai lalat buah
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 72
sampai manusia. Pada protein homolog terdapat banyak posisi asam amino ditempati asam
amino yang sama pada berbagai species serta memiliki residu tetap (residu invarian).
Gambar 3B.4 Kemampuan protein saling beriktan
Hubungan protein spesifik mulai dengan tingkat perkembangan dan deferensial sel.
Pada beberapa posisi terdapat residu variasi (residu variabel). Misal pada sitokrom c
merupakan protein mitokondria, yang mengandung Fe dapat mentransfer e- pada reaksi
oksidasi biologi dalam eukariota.
Dasar penggunaan pengukuran protein intrasel sebagai dasar untuk mendukung atau
menyingkirkan suatu diagnosis penyakit. Perubahan urutan asam amino dapat menggangguan
fungsi sehingga menyebabkan penyakit. Ada > 400 penyakit genetik pada manusia 
disebabkan pembentukan protein yang cacat, terjadi dikarenakan perubahan 1 asam amino
dalam urutan asam amino yang lazim dari suatu protein. Contoh anemia sel sabit (Sickell cell
anemia), struktur Hb abnormal dewasa (HbS), pada rantai globulin β-residu ke-6 adalah glu
berubah menjadi val sifat Hb berubah maka timbul penyakit.
Dasar pemahaman terjadinya “gene rearrangement” dan eksperi proteinnya yaitu
pengaturan jenis dan jumlah protein dalam sel, berlangsung dalam transkripsi, pascatranskripsi,
translasi dan pascatranslasi. Perubahan dalam jumlah atau struktur gen dapat mempengaruhi
jumlah dan jenis protein menyebabkan gen lenyap, meningkatnya jumlah protein, gen tersusun
ulang (gene rearrangement) dan modifikasi gen.
Gambar 3B.5 Jenis-jenis mutasi
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 73
C. ASAM NUKLEAT
Struktur Molekul
Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul yang memegang peranan sangat
penting dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam
nukleat sering dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah molekul
nukleotida sebagai monomernya. Tiap nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus
fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogen atau basa nukleotida (basa N).
Ada dua macam asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat atau Deoxyribonucleic
Acid (DNA) dan asam ribonukleat atau Ribonucleic Acid (RNA). Dilihat dari strukturnya,
perbedaan di antara kedua macam asam nukleat ini terutama terletak pada komponen gula
pentosanya. Pada RNA gula pentosanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula pentosanya
mengalami kehilangan satu atom O pada posisi C nomor 2’ sehingga dinamakan gula 2’deoksiribosa.
Gambar 3C.1 Struktur Ribosa dan deoksiribosa
Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik
pada DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik
(mengandung C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan
pirimidin. Basa purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya
mempunyai satu cincin (monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin (A) dan
guanin (G). Akan tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau pada DNA
basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada RNA tidak ada timin dan sebagai
gantinya terdapat urasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus metil
pada posisi nomor 5 sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.
Komponen-komponen asam nukleat
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 74
Gambar 3C.2 Basa nitrogen
Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N-lah
yang memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N
pada suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan perkataan
lain, identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-nya sehingga secara
skema kita bisa menggambarkan suatu molekul asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan
basanya saja.
Nukleosida dan nukleotida
Penomoran posisi atom C pada cincin gula dilakukan menggunakan tanda aksen (1’, 2’,
dan seterusnya), sekedar untuk membedakannya dengan penomoran posisi pada cincin basa.
Posisi 1’ pada gula akan berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa purin atau posisi 1 (N-1)
pada basa pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik. Kompleks gula-basa ini dinamakan
nukleosida.
Di atas telah disinggung bahwa asam nukleat tersusun dari monomer-monomer berupa
nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah gugus fosfat, sebuah gula pentosa, dan
sebuah basa N. Dengan demikian, setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai
nukleosida monofosfat. Namun, pengertian nukleotida secara umum sebenarnya adalah
nukleosida dengan sebuah atau lebih gugus fosfat. Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin
trifosfat) adalah nukleotida yang merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.
Jika gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka nukleosidanya dapat berupa
adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin. Begitu pula, nukleotidanya akan ada empat macam,
yaitu adenosin monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin monofosfat, dan uridin monofosfat.
Sementara itu, jika gula pentosanya adalah deoksiribosa seperti halnya pada DNA, maka (2’deoksiribo) nukleosidanya terdiri atas deoksiadenosin, deoksiguanosin, deoksisitidin, dan
deoksitimidin.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 75
Ikatan fosfodiester
Selain ikatan glikosidik yang menghubungkan gula pentosa dengan basa N, pada asam
nukleat terdapat pula ikatan kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan antara gugus
hidroksil (OH) pada posisi 5’ gula pentosa dan gugus hidroksil pada posisi 3’ gula pentosa
nukleotida berikutnya. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester karena secara kimia gugus
fosfat berada dalam bentuk diester.
Gambar 3C.3 Ikatan fosfodiester (P)
Oleh karena ikatan fosfodiester menghubungkan gula pada suatu nukleotida dengan
gula pada nukleotida berikutnya, maka ikatan ini sekaligus menghubungkan kedua nukleotida
yang berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu rantai polinukleotida yang
masing-masing nukleotidanya satu sama lain dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.
Kecuali yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri, rantai
polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus fosfat yang terikat pada
posisi 5’ gula pentosa. Oleh karena itu, ujung ini dinamakan ujung P atau ujung 5’. Ujung yang
lainnya berupa gugus hidroksil yang terikat pada posisi 3’ gula pentosa sehingga ujung ini
dinamakan ujung OH atau ujung 3’. Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan rantai
polinukleotida linier mempunyai arah tertentu.
Pada pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan
negatif. Inilah alasan pemberian nama ’asam’ kepada molekul polinukleotida meskipun di
dalamnya juga terdapat banyak basa N. Kenyataannya, asam nukleat memang merupakan
anion asam kuat atau merupakan polimer yang sangat bermuatan negatif.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 76
Sekuens asam nukleat
Telah dikatakan di atas bahwa urutan basa N akan menentukan spesifisitas suatu
molekul asam nukleat sehingga biasanya kita menggambarkan suatu molekul asam nukleat
cukup dengan menuliskan urutan basa (sekuens)-nya saja. Selanjutnya, dalam penulisan
sekuens asam nukleat ada kebiasaan untuk menempatkan ujung 5’ di sebelah kiri atau ujung 3’
di sebelah kanan. Sebagai contoh, suatu sekuens DNA dapat dituliskan 5’-ATGACCTGAAAC-3’
atau suatu sekuens RNA dituliskan 5’-GGUCUGAAUG-3’.
Jadi, spesifisitas suatu asam nukleat selain ditentukan oleh sekuens basanya, juga harus
dilihat dari arah pembacaannya. Dua asam nukleat yang memiliki sekuens sama tidak berarti
keduanya sama jika pembacaan sekuens tersebut dilakukan dari arah yang berlawanan (yang
satu 5’→ 3’, sedangkan yang lain 3’→ 5’).
Gambar 3C.4 Struktur tangga berpilin (double helix) DNA
Dua orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model struktur molekul
DNA yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar dalam berbagai teknik
yang berkaitan dengan manipulasi DNA. Model tersebut dikenal sebagai tangga berplilin
(double helix). Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul tangga berpilin
ini.
Model tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai dua rantai
polinukleotida yang saling memilin membentuk spiral dengan arah pilinan ke kanan. Fosfat dan
gula pada masing-masing rantai menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan basa N
menghadap ke arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai pasangan pasangan basa antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A pada satu rantai akan berpasangan
dengan basa T pada rantai lainnya, sedangkan basa G berpasangan dengan basa C. Pasanganpasangan basa ini dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah (nonkovalen). Basa A dan T
dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan basa G dan C dihubungkan oleh
ikatan hidrogen rangkap tiga. Adanya ikatan hidrogen tersebut menjadikan kedua rantai
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 77
polinukleotida terikat satu sama lain dan saling komplementer. Artinya, begitu sekuens basa
pada salah satu rantai diketahui, maka sekuens pada rantai yang lainnya dapat ditentukan.
Oleh karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik, maka jarak antara
kedua rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA akan selalu tetap. Dengan perkataan
lain, kedua rantai tersebut sejajar. Akan tetapi, jika rantai yang satu dibaca dari arah 5’ ke 3’,
maka rantai pasangannya dibaca dari arah 3’ ke 5’. Jadi, kedua rantai tersebut sejajar tetapi
berlawanan arah (antiparalel).
Gambar 3C.5 Model struktur tangga berpilin DNA
Jarak antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm. Sementara itu, di
dalam setiap putaran spiral terdapat 10 pasangan basa sehingga jarak antara dua basa yang
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 78
tegak lurus di dalam masing-masing rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi semacam ini hanya
dijumpai apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis dengan kadar garam rendah
seperti halnya yang terdapat di dalam protoplasma sel hidup. DNA semacam ini dikatakan
berada dalam bentuk B atau bentuk yang sesuai dengan model asli Watson-Crick. Bentuk yang
lain, misalnya bentuk A, akan dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar garam
tinggi. Pada bentuk A terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran spiral. Selain itu, ada
pula bentuk Z, yaitu bentuk molekul DNA yang mempunyai arah pilinan spiral ke kiri.
Bermacam-macam bentuk DNA ini sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari yang satu ke
yang lain bergantung kepada kondisi lingkungannya.
Gambar 3C.6 Struktur double helix
Modifikasi struktur molekul RNA
Tidak seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal sehingga tidak
memiliki struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi struktur juga terjadi akibat terbentuknya
ikatan hidrogen di dalam untai tunggal itu sendiri (intramolekuler).
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 79
Dengan adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga macam RNA, yaitu
RNA duta atau messenger RNA (mRNA), RNA pemindah atau transfer RNA (tRNA), dan RNA
ribosomal (rRNA). Struktur mRNA dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur tRNA
dan rRNA dikatakan sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga struktur molekul
RNA tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya masing-masing.
Sifat-sifat Fisika-Kimia Asam Nukleat
Di bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam nukleat. Sifat-sifat
tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia,
viskositas, dan kerapatan apung.
Stabilitas asam nukleat
Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder
RNA, sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya ikatan
hidrogen di antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Ikatan
hidrogen di antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen
antara basa dan molekul air apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan
hidrogen jelas tidak berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar
menentukan spesifitas perpasangan basa.
Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak pada interaksi penempatan (stacking
interactions) antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga
perpasangan tersebut menjadi kuat.
Pengaruh asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO 4 dengan suhu lebih dari 100ºC,
asam nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun,
di dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja
yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
Pengaruh alkali
Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status
tautomerik basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur
guanin dari bentuk keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah
proton. Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen
sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang sama terjadi pula
pada RNA. Bahkan pada pH netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila
dibadingkan dengan DNA karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula
ribosanya.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 80
Denaturasi kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH
netral. Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH 2)2) dan formamid (COHNH2). Pada
konsentrasi yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen.
Artinya, stabilitas struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda
mengalami denaturasi.
Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena
diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter.
Dengan demikian, DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan
molekul yang relatif kaku sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena
sifatnya itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini
menimbulkan masalah tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
Kerapatan apung
Analisis dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant
density)-nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi,
misalnya sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan
tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3. Jika larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat
tinggi, maka garam CsCl yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk
gradien kerapatan. Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai
dengan kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi seimbang dalam tingkat
kerapatan (equilibrium density gradient centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik.
Oleh karena dengan teknik sentrifugasi tersebut pelet RNA akan berada di dasar tabung
dan protein akan mengapung, maka DNA dapat dimurnikan baik dari RNA maupun dari protein.
Selain itu, teknik tersebut juga berguna untuk keperluan analisis DNA karena kerapatan apung
DNA (ρ) merupakan fungsi linier bagi kandungan GC-nya. Dalam hal ini, ρ = 1,66 + 0,098%
(G+C).
Sifat-sifat Spektroskopik-Termal Asam Nukleat
Sifat spektroskopik-termal asam nukleat meliputi kemampuan absorpsi sinar UV,
hipokromisitas, penghitungan konsentrasi asam nukleat, penentuan kemurnian DNA, serta
denaturasi termal dan renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut
ini.
Absorpsi UV
Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang bersifat
aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV. Panjang gelombang
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 81
untuk absorpsi maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah 260 nm atau dikatakan λmaks =
260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda dengan nilai untuk protein yang mempunyai λ maks = 280
nm. Sifat-sifat absorpsi asam nukleat dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan
perkiraan kemurniannya.
Hipokromisitas
Meskipun λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang bergantung
kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam hal ini, absorbansi pada λ 260 nm (A260)
memperlihatkan variasi di antara basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat
pada nukleotida yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal (ssDNA)
atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini disebabkan oleh
pengikatan basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk menyatakan perbedaan
nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA dikatakan relatif hipokromik
(kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA. Sebaliknya, ssDNA dikatakan hiperkromik
terhadap dsDNA.
Penghitungan konsentrasi asam nukleat
Konsentrasi DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA dengan konsentrasi
1mg/ml mempunyai A260 sebesar 20, sedangkan konsentrasi yang sama untuk molekul ssDNA
atau RNA mempunyai A260 lebih kurang sebesar 25. Nilai A260 untuk ssDNA dan RNA hanya
merupakan perkiraan karena kandungan basa purin dan pirimidin pada kedua molekul tersebut
tidak selalu sama, dan nilai A260 purin tidak sama dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang
selalu mempunyai kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya sudah pasti.
Kemurnian asam nukleat
Tingkat kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan nisbah A260
terhadap A280. Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sebesar 1,8. Sementara itu,
RNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sekitar 2,0. Protein, dengan λmaks = 280 nm, tentu saja
mempunyai nisbah A260 /A280 kurang dari 1,0. Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang
memperlihatkan nilai A260 /A280 lebih dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh RNA. Sebaliknya,
suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280 kurang dari 1,8 dikatakan
terkontaminasi oleh protein.
Denaturasi termal dan renaturasi
Di atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi asam nukleat. Ternyata, panas juga dapat menyebabkan denaturasi asam
nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan nilai absorbansi yang
meningkat karena molekul rantai ganda (pada dsDNA dan sebagian daerah pada RNA) akan
berubah menjadi molekul rantai tunggal.
Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi
berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek akan
terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang. Tidaklah demikian
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 82
halnya pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi pada
kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah di
sekitarnya.
Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau
melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar
dari 80 ºC hingga 100ºC untuk molekul-molekul DNA yang panjang.
DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara
didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh.
Pendinginan yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa
bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan dapat
mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula. Renaturasi yang
terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai asam nukleat yang berbeda dinamakan
hibridisasi.
Superkoiling DNA
Banyak molekul dsDNA berada dalam bentuk sirkuler tertutup atau closed-circular (CC),
misalnya DNA plasmid dan kromosom bakteri serta DNA berbagai virus. Artinya, kedua rantai
membentuk lingkaran dan satu sama lain dihubungkan sesuai dengan banyaknya putaran
heliks (Lk) di dalam molekul DNA tersebut.
Sejumlah sifat muncul dari kondisi sirkuler DNA. Cara yang baik untuk
membayangkannya adalah menganggap struktur tangga berpilin DNA seperti gelang karet
dengan suatu garis yang ditarik di sepanjang gelang tersebut. Jika kita membayangkan suatu
pilinan pada gelang, maka deformasi yang terbentuk akan terkunci ke dalam sistem pilinan
tersebut. Deformasi inilah yang disebut sebagai superkoiling.
Interkalator
Geometri suatu molekul yang mengalami superkoiling dapat berubah akibat beberapa
faktor yang mempengaruhi pilinan internalnya. Sebagai contoh, peningkatan suhu dapat
menurunkan jumlah pilinan, atau sebaliknya, peningkatan kekuatan ionik dapat menambah
jumlah pilinan. Salah satu faktor yang penting adalah keberadaan interkalator seperti etidium
bromid (EtBr). Molekul ini merupakan senyawa aromatik polisiklik bermuatan positif yang
menyisip di antara pasangan-pasangan basa. Dengan adanya EtBr molekul DNA dapat
divisualisasikan menggunakan paparan sinar UV.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 83
D. REPLIKASI DNA
Salah satu fungsi DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme adalah harus
mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut
dari induk kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi
genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi.
Mekanisme Replikasi Semikonservatif
Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif, semikonservatif,
dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA awal tetap dipertahankan
dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru. Pada replikasi semikonservatif
tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehingga kedua untai polinukleotida
akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetap dipertahankan dan akan bertindak
sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai polinukleotida baru. Sementara itu, pada
replikasi dispersif kedua untai polinukleotida mengalami fragmentasi di sejumlah tempat.
Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen
nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam
tangga berpilin yang baru. Diantara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya
cara semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal
dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium density-gradient
centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W.
Stahl.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 84
Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal dinamakan
replikon. Dimulainya (inisiasi) replikasi DNA terjadi di suatu tempat tertentu di dalam molekul
DNA yang dinamakan titik awal replikasi atau origin of replication (ori). Proses inisiasi ini
ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masing-masing akan berperan sebagai
cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang
disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi replikasi DNA, baik pada prokariot maupun
eukariot, terjadi dua arah (bidireksional). Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak
melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).
Pada eukariot, selain terjadi replikasi dua arah, ori dapat ditemukan di beberapa tempat.
Replikasi pada kedua untai DNA
Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang terjadi pada
salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai pengarah (leading strand).
Sintesis DNA baru pada untai pengarah ini berlangsung secara kontinyu dari ujung 5’ ke ujung 3’
atau bergerak di sepanjang untai pengarah dari ujung 3’ ke ujung 5’.
Pada untai DNA pasangannya ternyata juga terjadi sintesis DNA baru dari ujung 5’ ke ujung 3’
atau bergerak di sepanjang untai DNA cetakannya ini dari ujung 3’ ke ujung 5’. Namun, sintesis
DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu sehingga menghasilkan fragmen terputusputus, yang masing-masing mempunyai arah 5’→ 3’. Terjadinya sintesis DNA yang tidak
kontinyu sebenarnya disebabkan oleh sifat enzim DNA polimerase yang hanya dapat
menyintesis DNA dari arah 5’ ke 3’ serta ketidakmampuannya untuk melakukan inisiasi sintesis
DNA.
Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut untai tertinggal
(lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan dari sintesis yang tidak
kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama penemunya. Fragmen-fragmen
Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA yang utuh dengan bantuan enzim DNA
ligase.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 85
Replikasi DNA prokariot
Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan siklus
pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat pengikatan
protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein DnaA ini sejalan
dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan dengan laju
pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA kromosom prokariot
dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru terbentuk, sebelum putaran
replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan menerima kromosom
yang sebagian telah bereplikasi.
Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah molekul, yang
masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan mengelilingi kompleks DnaAATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling negatif DNA (pilinan kedua untai DNA
berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling negatif akan menyebabkan pembukaan tiga
sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya
pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan
menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai DNA dan
memisahkannya.
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh protein pengikat
untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk melindungi DNA untai tunggal
dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase kemudian akan menempel
pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis
pada untai pengarah.
Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain DnaB. Hal ini
karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru berupa superkoiling
positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata tidak cukup untuk
mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu topoisomerase tipe II yang disebut
dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target serangan antibiotik sehingga
pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA bakteri.
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah maupun pada
untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut primosom akan menyintesis
sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000 basa. Primosom terdiri atas helikase
DnaB dan DNA primase.
Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami elongasi
dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini merupakan dimer,
separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja pada untai tertinggal.
Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan kecepatan yang sama.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 86
Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit a, yang mempunyai
fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai fungsi penyuntingan berupa
eksonuklease 3’5’. Selain itu, terdapat subunit b yang menempelkan polimerase pada DNA.
Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan segera
dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh DNA polimerase I,
yang mempunyai aktivitas polimerase 5’  3’, eksonuklease 5’  3’, dan-eksonuklease
penyuntingan 3’  5’. Eksonuklease 5’3’ membuang primer, sedangkan polimerase akan
mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen Okazaki akan dipersatukan oleh
enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III dan primosom diyakini
membentuk kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom
sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik.
Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180°C dari ori. Di sekitar daerah ini
terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi. Terminator
tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase DnaB. Ketika replikasi
selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan oleh enzim
topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke dalam
kedua sel hasil pembelahan.
Replikasi DNA eukariot
Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk memasuki fase
S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan kinase tergantung
siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang berturut-turut akan diaktivasi oleh
sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi
dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.
Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot bergerak
hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA harus
dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi akan
diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu
sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada
kebanyakan mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara
serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami inisasi paling awal
adalah eukromatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah heterokromatin. DNA
sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas
struktur
kromatin
yang
berbeda-beda
terhadap
faktor
inisiasi.
Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang disebut dengan
protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan kedua untai
DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam elongasi. Untai pengarah
dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan
aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim DNA polimerase a. Enzim ini akan
meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase d pada
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 87
untai pengarah dan DNA polimerase e pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase d maupun e
mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase d untuk menyintesis DNA yang
panjang disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear
antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E.
coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami
penggandaan selama fase S.
Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan garpu replikasi
akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat divisualisasikan
menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang bereplikasi. Pelabelan dilakukan
menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli
tersebut dilakukan dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.
Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA yang dapat
menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5’ untai tertinggal. Dengan demikian,
informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini, ujung kromosom eukariot
(telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif sederhana yang tidak berisi informasi
genetik dengan ujung 3’ melampaui ujung 5’. Enzim telomerase mengandung molekul RNA
pendek, yang sebagian sekuensnya komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini
akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3’.
Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di dalam sel-sel
somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan pemendekan
kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang membawa informasi
genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga sangat penting di dalam
proses penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang tidak terkendali pada
kebanyakan sel kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim telomerase.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 88
E. TRANSKRIPSI DNA
Salah satu fungsi dasar yang harus dijalankan oleh DNA sebagai materi genetik adalah
fungsi fenotipik. Artinya, DNA harus mampu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi individu
organisme sehingga dihasilkan suatu fenotipe tertentu. Fungsi ini dilaksanakan melalui ekspresi
gen, yang tahap pertamanya adalah proses transkripsi, yaitu perubahan urutan basa molekul
DNA menjadi urutan basa molekul RNA. Dengan perkataan lain, transkripsi merupakan proses
sintesis RNA menggunakan salah satu untai molekul DNA sebagai cetakan (template) nya.
Transkripsi mempunyai ciri-ciri kimiawi yang serupa dengan sintesis/replikasi DNA, yaitu
1. Adanya sumber basa nitrogen berupa nukleosida trifosfat. Bedanya dengan sumber
basa untuk sintesis DNA hanyalah pada molekul gula pentosanya yang tidak berupa
deoksiribosa tetapi ribosa dan tidak adanya basa timin tetapi digantikan oleh urasil.
Jadi, keempat nukleosida trifosfat yang diperlukan adalah adenosin trifosfat (ATP),
guanosin trifosfat (GTP), sitidin trifosfat (CTP), dan uridin trifosfat (UTP).
2. Adanya untai molekul DNA sebagai cetakan. Dalam hal ini hanya salah satu di antara
kedua untai DNA yang akan berfungsi sebagai cetakan bagi sintesis molekul RNA.
Untai DNA ini mempunyai urutan basa yang komplementer dengan urutan basa RNA
hasil transkripsinya, dan disebut sebagai pita antisens. Sementara itu, untai DNA
pasangannya, yang mempunyai urutan basa sama dengan urutan basa RNA, disebut
sebagai pita sens. Meskipun demikian, sebenarnya transkripsi pada umumnya tidak
terjadi pada urutan basa di sepanjang salah satu untai DNA. Jadi, bisa saja urutan
basa yang ditranskripsi terdapat berselang-seling di antara kedua untai DNA.
3. Sintesis berlangsung dengan arah 5’→ 3’ seperti halnya arah sintesis DNA.
4. Gugus 3’- OH pada suatu nukleotida bereaksi dengan gugus 5’- trifosfat pada
nukleotida berikutnya menghasilkan ikatan fosofodiester dengan membebaskan dua
atom pirofosfat anorganik (PPi). Reaksi ini jelas sama dengan reaksi polimerisasi
DNA. Hanya saja enzim yang bekerja bukannya DNA polimerase, melainkan RNA
polimerase. Perbedaan yang sangat nyata di antara kedua enzim ini terletak pada
kemampuan enzim RNA polimerase untuk melakukan inisiasi sintesis RNA tanpa
adanya molekul primer.
Secara garis besar transkripsi berlangsung dalam empat tahap, yaitu pengenalan promoter,
inisiasi, elongasi, dan teminasi. Masing-masing tahap akan dijelaskan secara singkat sebagai
berikut.
Pengenalan promoter
Agar molekul DNA dapat digunakan sebagai cetakan dalam sintesis RNA, kedua untainya harus
dipisahkan satu sama lain di tempat-tempat terjadinya penambahan basa pada RNA.
Selanjutnya, begitu penambahan basa selesai dilakukan, kedua untai DNA segera menyatu
kembali. Pemisahan kedua untai DNA pertama kali terjadi di suatu tempat tertentu, yang
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 89
merupakan tempat pengikatan enzim RNA polimerase di sisi 5’ (upstream) dari urutan basa
penyandi (gen) yang akan ditranskripsi. Tempat ini dinamakan promoter.
Inisiasi
Setelah mengalami pengikatan oleh promoter, RNA polimerase akan terikat pada suatu tempat
di dekat promoter, yang dinamakan tempat awal polimerisasi atau tapak inisiasi (initiation
site). Tempat ini sering dinyatakan sebagai posisi +1 untuk gen yang akan ditranskripsi.
Nukleosida trifosfat pertama akan diletakkan di tapak inisiasi dan sintesis RNA pun segera
dimulai.
Elongasi
Pengikatan enzim RNA polimerase beserta kofaktor-kofaktornya pada untai DNA cetakan
membentuk kompleks transkripsi. Selama sintesis RNA berlangsung kompleks transkripsi akan
bergeser di sepanjang molekul DNA cetakan sehingga nukleotida demi nukleotida akan
ditambahkan kepada untai RNA yang sedang diperpanjang pada ujung 3’ nya. Jadi, elongasi
atau polimerisasi RNA berlangsung dari arah 5’ ke 3’, sementara RNA polimerasenya sendiri
bergerak dari arah 3’ ke 5’ di sepanjang untai DNA cetakan.
Terminasi
Berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi kompleks transkripsi atau terlepasnya
enzim RNA polimerase beserta kofaktor-kofaktornya dari untai DNA cetakan. Begitu pula halnya
dengan molekul RNA hasil sintesis. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase mencapai urutan basa
tertentu yang disebut dengan terminator.
Terminasi transkripsi dapat terjadi oleh dua macam sebab, yaitu terminasi yang hanya
bergantung kepada urutan basa cetakan (disebut terminasi diri) dan terminasi yang
memerlukan kehadiran suatu protein khusus (protein rho). Di antara keduanya terminasi diri
lebih umum dijumpai. Terminasi diri terjadi pada urutan basa palindrom yang diikuti oleh
beberapa adenin (A). Urutan palindrom adalah urutan yang sama jika dibaca dari dua arah yang
berlawanan. Oleh karena urutan palindom ini biasanya diselingi oleh beberapa basa tertentu,
maka molekul RNA yang dihasilkan akan mempunyai ujung terminasi berbentuk batang dan
kala (loop) .
Inisiasi transkripsi tidak harus menunggu selesainya transkripsi sebelumnya. Hal ini karena
begitu RNA polimerase telah melakukan pemanjangan 50 hingga 60 nukleotida, promoter dapat
mengikat RNA polimerase yang lain. Pada gen-gen yang ditranskripsi dengan cepat reinisiasi
transkripsi dapat terjadi berulang-ulang sehingga gen tersebut akan terselubungi oleh sejumlah
molekul RNA dengan tingkat penyelesaian yang berbeda-beda.
Transkripsi pada Prokariot
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 90
Telah dikatakan di atas bahwa transkripsi merupakan proses sintesis RNA yang dikatalisis oleh
enzim RNA polimerase. Berikut ini akan diuraikan sekilas enzim RNA polimerase pada prokariot,
khususnya pada bakteri E.coli, promoter s70, serta proses transkripsi pada organisme tersebut.
RNA polimerase E. coli
Enzim RNA polimerase pada E. coli sekurang-kurangnya terdiri atas lima subunit, yaitu alfa (
sebagai holoenzim
-masing subunit
Holoenzim RNA polimerase diperlukan
merupakan enzim inti (core enzyme) yang akan melanjutkan proses transkripsi.
Laju sintesis RNA oleh RNA polimerase E. coli dapat mencapai sekitar 40 nukleotida per detik
pada suhu 37°C. Untuk aktivitasnya enzim ini memerlukan kofaktor Mg 2+. Setiap berikatan
dengan molekul DNA enzim RNA polimerase E. coli dapat mencakup daerah sepanjang lebih
kurang 60pb.
Meskipun kebanyakan RNA polimerase seperti halnya yang terdapat pada E. coli mempunyai
struktur multisubunit, hal itu bukanlah persyaratan yang mutlak. RNA polimerase pada
bakteriofag T3 dan T7, misalnya, merupakan rantai polipeptida tunggal yang ukurannya jauh
lebih kecil daripada RNA polimerase bakteri. Enzim tersebut dapat menyintesis RNA dengan
cepat, yaitu sebanyak 200 nukleotida per detik pada suhu 37°C.
yang identik terdapat pada RNA polimerase inti. Kedua-duanya disandi oleh gen
rpoA. Ketika bakteriofag T4 menginfeksi E.coli
akan dimodifikasi melalui ribosilasi
ADP suatu arginin. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya afinitas pengikatan promoter
diduga kuat memegang peranan dalam pengenalan promoter.
sebagai pusat katalitik RNA polimerase, yang dibuktikan melalui hasil penelitian mengenai
penghambatan transkripsi menggunakan antibiotik. Antibiotik rifampisin merupakan inhibitor
potensial bagi RNA polimerase yang menghalangi inisiasi tetapi tidak mempengaruhi elongasi.
Kelompok antibiotik ini tidak menghambat polimerase eukariot sehingga sering digunakan
untuk mengatasi infeksi bakteri Gram positif dan tuberkulosis. Rifampisin telah dibuktikan
berikatan dengan subunit
-mutasi yang menyebabkan resistensi terhadap
rifampisin telah dipetakan pada gen rpoB
Selanjutnya,
kelompok antibiotik yang lain, yakni streptolidigin, ternyata menghambat elongasi transkripsi,
dan mutasi-mutasi yang menyebabkan resistesi terhadap antibiotik ini juga dipetakan pada gen
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 91
rpoB.
mempunyai dua domain yang bertanggung jawab terhadap inisiasi dan elongasi transkripsi.
Subuni
rpoC ini
mengikat dua ion
yang diduga berpartisipasi dalam fungsi katalitik polimerase. Suatu
bat transkripsi secara
in vitro dan juga berkompetisi dengan DNA dalam pengikatan RNA polimerase. Hal ini
Zn2+
cetakan.
E. coli
70
(disebut demikian karena
mengubah enzim tersebut menjadi holoenzim. Faktor s memegang peranan yang penting
dalam pengenalan promoter tetapi tidak diperlukan untuk elongasi transkripsi. Kontribusi
faktor s dalam pengenalan promoter adalah melalui penurunan afinitas enzim inti terhadap
tempat-tempat nonspesifik pada molekul DNA hingga 104, disertai dengan peningkatan afinitas
terhadap promoter.
Banyak organisme prokariot, termasuk E. coli, mempunyai beberapa faktor
terlibat dalam pengenalan kelompokRNA polimerase inti ketika sintesis RNA mencapai panjang 8 hingga 9 nukleotida. Enzim inti
tersebut kemudian akan bergerak di sepanjang molekul DNA sambil menyintesis untai RNA.
jumlah RNA polimerase inti sehingga hanya sepertiga di antara kompleks RNA polimerase yang
akan dijumpai dalam bentuk holoenzim pada suatu waktu tertentu.
Promoter
70
pada E. coli
Seperti telah dikatakan di atas, promoter merupakan tempat tertentu pada molekul DNA yang
mempunyai urutan basa spesifik untuk pengikatan RNA polimerase dan inisiasi transkripsi.
Meskipun demikian, faktor s yang paling umum dijumpai pada E. coli
70.
Promoter pertama kali dikarakterisasi melalui percobaan mutasi yang meningkatkan atau
menurunkan laju transkripsi gen-gen seperti halnya gen-gen struktural pada operon lac.
Mutagenesis promoter-promoter pada E. coli menunjukkan bahwa urutan basa yang
menentukan fungsi promoter tersebut hanyalah suatu urutan yang sangat pendek.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 92
Promoter 70 terdiri atas urutan basa sepanjang 40 hingga 60 pb. Daerah antara –55 dan +20
telah diketahui merupakan daerah pengikatan RNA polimerase, sedangkan daerah antara –20
dan +20 diketahui sangat terlindung dari aktivitas nuklease oleh DNase I. Hal ini menunjukkan
bahwa daerah tersebut sangat berkaitan dengan polimerase yang menghalangi akses nuklease
menuju DNA. Mutagenesis promoter memperlihatkan bahwa urutan hingga lebih kurang –40
mempunyai peranan yang penting bagi fungsi promoter. Selain itu, dua urutan sepanjang 6 pb
pada posisi sekitar –10 dan –35 terbukti sangat penting bagi fungsi promoter pada E. coli.
Urutan –10
Urutan yang paling lestari (konservatif) pada promoter 70, atau sering dikatakan sebagai
urutan konsensus, adalah urutan sepanjang 6 pb yang dijumpai pada promoter-promoter
berbagai macam gen pada E. coli. Urutan ini terpusat di sekitar posisi –10 jika dilihat dari tapak
inisiasi transkripsi, dan dinamakan kotak Pribnow karena ditemukan oleh Pribnow pada tahun
1975. Urutan konsensus pada kotak Pribnow adalah TATAAT. Kedua basa pertama (TA) dan T
yang terakhir merupakan basa-basa yang paling konservatif. Urutan heksamer ini dipisahkan
sejauh 5 hingga 8 pb dari tapak inisiasi, dan urutan penyela yang memisahkan urutan -10
dengan tapak inisiasi tersebut tidaklah konservatif. Urutan –10 nampaknya merupakan urutan
tempat terjadinya inisiasi pembukaan heliks oleh RNA polimerase.
Urutan -35
Selain urutan -10, terdapat pula urutan heksamer lain yang konservatif, yaitu urutan di sekitar
posisi -35, yang terdiri atas TTGACA. Urutan ini akan lebih konservatif lagi pada promoterpromoter yang efisien. Tiga basa pertama (TTG) merupakan posisi yang paling konservatif. Pada
kebanyakan promoter urutan -35 dipisahkan sejauh 16 hingga 18 pb dari kotak Pribnow, dan
urutan penyelanya bukanlah urutan yang penting.
Tapak inisiasi transkripsi
Pada 90% di antara semua gen, tapak inisiasi transkripsi (posisi +1) berupa basa purin, dan
dalam hal ini G lebih umum dijumpai daripada A. Di samping itu, basa C dan basa T sering kali
mengapit tapak inisiasi sehingga terdapat urutan CGT atau CAT.
Efisiensi promoter
Urutan-urutan konsensus tersebut di atas khas dijumpai pada promoter-promoter yang kuat.
Akan tetapi, di antara promoter yang berbeda sebenarnya terdapat variasi urutan yang cukup
nyata, yang dapat mengakibatkan perbedaan efisiensi transkripsi hingga 1.000 kali. Secara garis
besar, fungsi daerah-daerah pada promoter dapat dijelaskan sebagai berikut. Urutan -35
merupakan urutan pengenalan yang akan meningkatkan pengenalan dan interaksi dengan
faktor s RNA polimerase, urutan -10 penting untuk inisiasi pembukaan heliks, dan urutan di
sekitar tapak inisiasi mempengaruhi inisiasi transkripsi.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 93
Sementara itu, urutan 30 basa pertama yang akan ditranskripsi juga mempengaruhi transkripsi.
Urutan ini mengatur laju pelepasan promoter dari RNA polimerase, yang memungkinkan
reinisiasi transkripsi dapat dilakukan oleh kompleks polimerase lainnya. Pada akhirnya hal ini
akan berpengaruh terhadap laju transkripsi dan kekuatan promoter.
Pentingnya pemisahan untai DNA pada reaksi inisiasi diperlihatkan oleh pengaruh superkoiling
negatif DNA cetakan yang pada umumnya akan memacu laju transkripsi. Hal ini diduga karena
struktur superkoil tersebut hanya memerlukan sedikit energi untuk membuka heliks.
Beberapa urutan promoter tidak cukup mirip dengan urutan konsensus yang akan ditranskripsi
dengan kuat pada kondisi normal. Sebagai contoh, promoter lac (Plac), yang memerlukan faktor
aktivasi tambahan berupa protein reseptor cAMP atau cAMP protein receptor (CPR) untuk
mengikat suatu tempat pada DNA yang letaknya berdekatan dengan urutan promoter tersebut
agar pengikatan RNA polimerase dan inisiasi transkripsi dapat ditingkatkan. Sejumlah promoter
lainnya, misalnya untuk gen-gen yang berhubungan dengan kejut panas, mempunyai urutan
konsensus tertentu yang hanya dapat dikenali oleh RNA polimerase dengan faktor
.
Tahapan transkripsi pada prokariot
Seperti proses transkripsi pada umumnya, transkripsi pada prokariot berlangsung dalam empat
tahap, yaitu pengikatan promoter, inisiasi, elongasi, dan teminasi. Di bawah ini akan dijelaskan
pula sekilas tentang pembukaan heliks, yang terjadi antara tahap pengikatan promoter dan
insiasi transkripsi.
Pengikatan promoter
Keadaan ini dikenal sebagai pengikatan longgar, dan sifatnya cukup stabil. Namun, begitu
pengurangan afinitas nonspesifik terhadap DNA hingga 20.000 kali. Sejalan dengan hal itu,
pada tempat pengikatan promoter yang
tepat hingga 100 kali. Dengan demikian, akan terjadi peningkatan spesifisitas holoenzim yang
tajam dalam mengenali promoter.
Pada genom E. coli holoenzim dapat mencari dan mengikat promoter dengan sangat cepat.
Bahkan, karena begitu cepatnya, maka proses ini tidak mungkin terjadi melalui pengikatan dan
pelepasan holoenzim dari DNA secara berulang-ulang. Kemungkinan yang masuk akal hanyalah
melalui pergeseran holoenzim di sepanjang molekul DNA hingga mencapai urutan promoter.
Pada promoter, holoenzim mengenali urutan -35 dan -10. Kompleks awal antara holoenzim dan
promoter dikenal sebagai kompleks tertutup (closed complex).
Pembukaan heliks
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 94
Agar pita antisens dapat diakses untuk perpasangan basa antara DNA dan RNA yang disintesis,
untai ganda (heliks) DNA harus dibuka terlebih dahulu oleh enzim RNA polimerase. Pada
kebanyakan gen pembukaan heliks oleh RNA polimerase akan dimudahkan oleh struktur
superkoiling negatif DNA sehingga transkripsi dapat ditingkatkan. Namun, tidak semua
promoter dapat diaktivasi oleh superkoiling negatif sehingga terisyaratkan bahwa perbedaan
topologi DNA dapat mempengaruhi transkripsi. Hal ini mungkin karena adanya perbedaan
hubungan sterik pada urutan -35 dan -10 di dalam heliks. Sebagai contoh, promoter untuk
subunit enzim DNA girase justru dihambat oleh superkoiling negatif. Seperti kita ketahui, DNA
girase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk superkoiling negatif pada genom E. coli
sehingga superkoiling negatif ini dapat bertindak sebagai umpan balik yang menghambat
ekspresi DNA girase.
Pembukaan awal heliks DNA akan menyebabkan pembentukan kompleks terbuka (open
complex) dengan RNA polimerase. Proses ini dikenal sebagai pengikatan ketat.
Inisiasi
Berbeda dengan sintesis DNA, sintesis RNA dapat berlangsung tanpa adanya molekul primer.
Oleh karena hampir semua tapak inisiasi transkripsi berupa basa G atau A, maka nukleosida
trifosfat pertama yang digunakan untuk sintesis RNA adalah GTP atau ATP.
Mula-mula RNA polimerase akan menggabungkan dua nukleotida pertama dan membentuk
ikatan fosfodiester di antara kedua nukleotida tersebut. Selanjutnya, sembilan basa pertama
ditambahkan tanpa disertai pergeseran RNA polimerase di sepanjang molekul DNA. Pada akhir
penambahan masing-masing basa ini akan terdapat peluang yang nyata terjadinya aborsi untai
RNA yang baru terbentuk itu. Proses inisiasi abortif mempengaruhi laju transkripsi secara
keseluruhan karena proses tersebut memegang peranan utama dalam menentukan waktu yang
dibutuhkan oleh RNA polimerase untuk meninggalkan promoter dan memungkinkan RNA
polimerase lainnya menginisiasi putaran transkripsi berikutnya. Waktu minimum untuk
pengosongan promoter ini adalah 1 hingga 2 detik, suatu waktu yang relatif lama bila
dibandingkan dengan waktu untuk tahap-tahap transkripsi lainnya.
Elongasi
Jika inisiasi berhasil, RNA polimerase melepaskan faktor s, dan bersama-sama dengan DNA dan
RNA nasen (RNA yang baru disintesis), akan membentuk kompleks terner atau kompleks yang
terdiri atas tiga komponen. Dengan adanya kompleks terner ini RNA polimerase dapat berjalan
di sepanjang molekul DNA. Artinya, promoter akan ditinggalkannya untuk kemudian ditempati
oleh holoenzim RNA polimerase berikutnya sehingga terjadi reinisiasi transkripsi.
Bagian DNA yang mengalami pembukaan heliks, atau disebut dengan gelembung transkripsi
(transcription bubble), akan terlihat bergeser di sepanjang molekul DNA sejalan dengan
gerakan RNA polimerase. Panjang bagian DNA yang mengalami pembukaan heliks tersebut
relatif konstan, yakni sekitar 17 pb, sedangkan ujung 5’ molekul RNA yang disintesis akan
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 95
membentuk heliks hibrid dengan pita antisens DNA sepanjang lebih kurang 12 pb. Ukuran ini
ternyata tidak mencapai satu putaran heliks.
RNA polimerase E. coli bergerak dengan kecepatan rata-rata 40 nukleotida per detik. Akan
tetapi, angka ini dapat bervariasi sesuai dengan urutan lokal DNA (urutan DNA yang telah
dicapai oleh RNA polimerase). Tetap dipertahankannya bagian DNA yang mengalami
pembukaan heliks menunjukkan bahwa RNA polimerase membuka heliks DNA di depan
gelembung transkripsi dan menutup heliks DNA di belakangnya. Dengan demikian, heliks hibrid
RNA-DNA harus berputar setiap kali terjadi penambahan nukleotida pada RNA nasen.
Terminasi
RNA polimerase tetap terikat pada DNA dan melangsungkan transkripsi hingga mencapai
urutan terminator (sinyal stop), yang pada umumnya berupa struktur seperti tusuk konde
(hairpin). Struktur yang terdiri atas batang dan kala (loop) ini terjadi karena RNA hasil
transkripsi mengalami komplementasi diri. Biasanya, bagian batang sangat kaya dengan GC
sehingga sangat stabil (GC mempunyai ikatan rangkap tiga). Di sebelah downstream (3’) dari
struktur tusuk kode sering kali terdapat urutan yang terdiri atas empat U atau lebih.
Nampaknya RNA polimerase akan segera berhenti begitu struktur tusuk konde RNA disintesis.
Bagian ujung RNA yang mengandung banyak U tersebut mempunyai ikatan yang lemah dengan
basa-basa A pada DNA cetakan sehingga molekul RNA hasil sintesis akan dengan mudah
terlepas dari kompleks transkripsi. Selanjutnya, pita DNA cetakan yang sudah tidak berikatan
atau membentuk hibrid dengan RNA segera menempel kembali pada pita DNA komplemennya.
RNA polimerase inti pun akhirnya terlepas dari DNA.
Terminasi menggunakan protein rho
Telah disinggung di muka bahwa selain karena adanya struktur tusuk konde, terminasi
transkripsi dapat juga terjadi dengan bantuan suatu protein khusus yang dinamakan protein
rho (ρ). Rho merupakan protein heksamer yang akan menghidrolisis ATP dengan adanya RNA
untai tunggal. Protein ini nampak terikat pada urutan sepanjang 72 basa pada RNA, yang diduga
lebih disebabkan oleh pengenalan suatu struktur spesifik daripada karena adanya urutan
konsensus. Rho bergerak di sepanjang RNA nasen menuju kompleks transkripsi. Pada kompleks
transkripsi ini rho memungkinkan RNA polimerase untuk berhenti pada sinyal terminator
tertentu. Sinyal-sinyal terminator ini, seperti halnya sinyal terminator yang tidak bergantung
kepada rho, lebih dikenali oleh RNA daripada oleh DNA cetakannya. Adakalanya terminator
tersebut juga berupa struktur tusuk konde tetapi tidak dikuti oleh urutan poli U.
Transkripsi pada Eukariot
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 96
Mekanisme transkripsi pada eukariot pada dasarnya menyerupai mekanisme pada prokariot.
Namun, begitu banyaknya polipeptida yang berkaitan dengan mesin transkripsi pada eukariot
menjadikan mekanisme tersebut jauh lebih kompleks daripada mekanisme pada prokariot.
Ada tiga macam kompleks RNA polimerase, yang masing-masing diperlukan untuk transkripsi
tipe-tipe gen eukariot yang berbeda. Perbedaan ketiga macam RNA polimerase tersebut dapat
diketahui melalui pemurnian menggunakan teknik kromatografi dan elusi pada konsentrasi
garam yang berbeda. Masing-masing RNA polimerase mempunyai sensitivitas yang berbeda
terhadap toksin jamur α-amanitin, dan hal ini dapat digunakan untuk membedakan
aktivitasnya satu sama lain.



RNA polimerase I (RNA Pol I) mentranskripsi sebagian besar gen rRNA. Enzim ini
terdapat di dalam nukleoli dan tidak sensitif terhadap α-amanitin.
RNA polimerase II (RNA Pol II) mentranskripsi semua gen penyandi protein dan
beberapa gen RNA nuklear kecil (snRNA). Enzim ini terdapat di dalam nukleoplasma
dan sangat sensitif terhadap α-amanitin.
RNA polimerase III (RNA Pol III) mentranskripsi gen-gen tRNA, 5S rRNA, U6 snRNA
dan beberapa RNA kecil lainnya. Enzim ini terdapat di dalam nukleoplasma dan agak
sensitif terhadap α-amanitin.
Di samping enzim-enzim nuklear tersebut, sel eukariot juga mempunyai RNA polimerase lainnya
di dalam mitokondria dan kloroplas.
Subunit-subunit RNA polimerase pada eukariot
Ketiga RNA polimerase pada eukariot merupakan enzim berukuran besar yang terdiri atas 12
subunit atau lebih. Gen-gen yang menyandi dua subunit terbesar mempunyai homologi satu
sama lain. Sementara itu, ketiga RNA polimerase eukariot membawa subunit-subunit yang
mempunyai homologi dengan subunit-subunit RNA polimerase inti pada E. coli (α2ββ’). Subunit
terbesar RNA polimerase eukariot menyerupai subunit β’, sedangkan subunit terbesar kedua
menyerupai subunit β, yang merupakan pusat katalitik RNA polimerase E.coli. Homologi
struktur ini ternyata berkaitan dengan homologi fungsional karena subunit terbesar kedua pada
RNA polimerase eukariot juga mengandung tapak aktif.
Dua subunit yang sama antara RNA Pol I dan RNA Pol III, serta satu subunit lainnya yang khas
pada RNA Pol II, memperlihatkan homologi dengan subunit α RNA polimerase E. coli. Sekurangkurangnya ada lima subunit lainnya yang lebih kecil, yang memperlihatkan kesamaan di antara
ketiga RNA polimerase eukariot. Masing-masing RNA polimerase ini juga membawa empat
hingga tujuh subunit tambahan yang hanya dijumpai pada salah satu di antara ketiganya.
Aktivitas RNA polimerase eukariot
Seperti halnya RNA polimerase bakteri, masing-masing RNA polimerase eukariot mengatalisis
transkripsi dengan arah 5’ ke 3’ dan menyintesis RNA yang komplementer dengan urutan DNA
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 97
cetakan. Reaksi tersebut memerlukan prekursor berupa ATP, GTP, CTP, UTP, dan tidak
memerlukan primer untuk inisiasi transkripsi. Namun tidak seperti pada bakteri, RNA
polimerase eukariot yang dimurnikan memerlukan adanya protein inisiasi tambahan sebelum
enzim ini dapat berikatan dengan promoter dan melakukan inisiasi transkripsi.
Gen-gen yang ditranskripsi oleh RNA Pol I
RNA Pol I bertanggung jawab dalam sintesis rRNA secara terus-menerus selama interfase. Sel
manusia mengandung lima rumpun (cluster) gen penyandi rRNA yang terdiri atas sekitar 40
salinan dan terletak pada kromosom-kromosom yang berbeda. Masing-masing gen rRNA
menghasilkan transkrip 45S rRNA yang panjangnya lebih kurang 13.000 nukleotida (nt).
Transkrip ini akan terbagi menjadi sebuah 28S (5.000 nt), 18S (2.000 nt), dan 5,8S (160 nt) rRNA.
Transkripsi salinan gen-gen rRNA secara berkesinambungan diperlukan untuk mencukupi
produksi rRNA yang selanjutnya akan dikemas ke dalam ribosom.
Masing-masing rumpun gen rRNA dikenal sebagai daerah pengatur nukleolar (nucleolar
organizer region) karena nukleolus mengandung kala (loop) DNA berukuran besar yang sesuai
dengan rumpun-rumpun gen tersebut. Setelah sebuah sel dihasilkan dari mitosis, sintesis rRNA
akan dimulai kembali dan nukleoli yang kecil akan muncul pada lokasi kromosomal yang
ditempati oleh gen-gen rRNA. Selama sintesis rRNA berlangsung aktif, transkrip pra-rRNA
dikemas di sepanjang gen-gen rRNA dan jika divisualisasikan menggunakan mikroskop elektron
akan nampak sebagai ’struktur pohon natal’. Di dalam struktur ini transkrip-transkrip RNA
dikemas dengan rapat di sepanjang molekul DNA dan masing-masing muncul tegak lurus dari
DNA. Transkrip yang pendek dapat dilihat pada bagian awal gen tersebut. Transkrip akan makin
bertambah panjang pada bagian-bagian berikutnya untuk kemudian menghilang ketika
mencapai ujung unit transkripsi.
Promoter-promoter gen pra-rRNA pada mamalia mempunyai suatu daerah kontrol transkripsi
bipartit, yang terdiri atas elemen inti atau core element dan elemen kontrol hulu atau
upstream control element (UCE), yang secara skema dapat dilihat pada Gambar 5.5. Elemen inti
meliputi tapak awal transkripsi dan terbentang dari posisi -31 hingga +6, yang merupakan
urutan esensial untuk transkripsi. Sementara itu, UCE mempunyai panjang sekitar 50 hingga 80
pb yang dimulai dari posisi -100. UCE bertanggung jawab untuk peningkatan transkripsi sekitar
10 hingga 100 kali bila dibandingkan dengan laju transkripsi oleh elemen inti saja.
UCE akan berikatan dengan suatu protein spesifik pengikat DNA, yang disebut dengan faktor
pengikatan hulu atau upstream binding factor (UBF). Selain dengan UCE, UBF juga berikatan
dengan suatu urutan di sebelah hulu elemen inti. Kedua urutan yang berikatan dengan UBF
tersebut tidak mempunyai kesamaan yang nyata. Sebuah molekul UBF diduga mengikat UCE,
sedangkan sebuah molekul UBF lainnya mengikat urutan yang kedua. Selanjutnya, kedua
molekul UBF akan saling berikatan melalui interaksi protein-protein sehingga terbentuk struktur
kala (loop) pada segmen DNA di antara kedua tempat pengikatan tersebut.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 98
Selain UBF, terdapat faktor lain yang esensial untuk transkripsi RNA Pol I. Faktor ini adalah
faktor selektivitas atau selectivity factor (SL1), yang akan berikatan dengan kompleks UBF-DNA
dan kemudian menstabilkannya. SL1 berinteraksi dengan bagian hilir elemen inti yang bebas.
Pengikatan kompleks UBF-DNA oleh SL1 memungkinkan RNA Pol I untuk memasuki kompleks
tersebut dan melakukan inisiasi transkripsi.
Saat ini SL1 telah diketahui mengandung beberapa subunit, antara lain berupa suatu protein
yang dinamakan protein pengikat TATA atau TATA-binding protein (TBP). TBP diperlukan untuk
inisiasi ketiga RNA polimerase eukariot, dan nampaknya merupakan faktor penting dalam
transkripsi eukariot. Ketiga subunit SL1 lainnya dikenal sebagai faktor-faktor yang berasosiasi
dengan TBP atau TBP-associated factors (TAFs), dan di antara subunit tersebut yang diperlukan
untuk transkripsi RNA Pol I dinamakan TAF 1s.
Pada Acanthamoeba, suatu eukariot sederhana, terdapat elemen kontrol tunggal di daerah
promoter gen rRNA yang terletak sekitar 12 hingga 72 pb ke arah hulu dari titik awal transkripsi.
Tempat ini akan diikat oleh faktor TIF-1, yang homolog dengan SL1. Dengan pengikatan ini RNA
Pol I akan dapat melakukan inisiasi transkripsi. Pada waktu RNA Pol I bergerak di sepanjang
molekul DNA, faktor TIF-1 tetap terikat pada tempat semula sehingga memungkinkan
terjadinya inisiasi transkripsi oleh RNA Pol I yang lain, dan beberapa putaran transkripsi dapat
berlangsung. Oleh karena itu, mekanisme ini dapat dilihat sebagai sistem kontrol transkripsi
yang sangat sederhana. Di sisi lain, untuk vertebrata nampaknya terdapat suatu UBF tambahan
yang bertanggung jawab atas pengikatan promoter oleh SL1 secara spesifik.
Gen-gen yang ditranskripsi oleh RNA Pol III
RNA Pol III terdapat di dalam nukleoplasma dan sekurang-kurangnya terdiri atas 16 subunit
yang berbeda. Enzim ini menyintesis prekursor tRNA, 5S rRNA, serta berbagai snRNA dan RNA
sitosolik.
Transkrip pertama yang dihasilkan dari gen-gen tRNA merupakan molekul prekursor yang akan
diproses menjadi RNA matang. Daerah kontrol transkripsi gen-gen tRNA terletak di sebelah hilir
tapak inisiasi transkripsi. Ada dua urutan yang sangat konservatif di dalam gen tRNA, yaitu
kotak A (5’- TGGCNNAGTGG – 3’) dan kotak B (5’- GGTTCGANNCC – 3’). Kedua urutan ini juga
menyandi urutan penting di dalam tRNA sendiri, yang disebut dengan kala D (D-loop) dan kala
TΨC. Hal ini berarti bahwa urutan yang sangat konservatif di dalam tRNA juga merupakan
urutan promoter yang sangat konservatif.
Dua faktor pengikatan DNA yang kompleks telah diketahui memegang peranan penting dalam
inisiasi transkripsi tRNA oleh RNA Pol I. TFIIIC mengikat baik kotak A maupun kotak B di dalam
promoter tRNA. Sementara itu, TFIIIB mengikat daerah sejauh 50 pb ke arah hulu dari kotak A.
TFIIIB terdiri atas tiga subunit, yang salah satu di antaranya adalah TBP, suatu faktor inisiasi
umum yang diperlukan oleh ketiga RNA polimerase. Subunit yang kedua dan ketiga masingIntegrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 99
masing dinamakan BRF dan B’’. Faktor TFIIIB tidak memiliki spesifisitas urutan sehingga tempat
pengikatannya bergantung kepada posisi pengikatan TFIIIC pada DNA. TFIIIB memungkinkan
RNA Pol III untuk melakukan inisiasi transkripsi. Begitu TFIIIB terikat, TFIIIC dapat dikeluarkan
tanpa mempengaruhi transkripsi. Oleh karena itu, TFIIIC dapat dilihat sebagai faktor perakitan
untuk penempatan faktor inisiasi TFIIIB.
RNA Pol III mentranskripsi gen 5S rRNA, yang merupakan satu-satunya subunit rRNA yang
ditranskripsi secara terpisah. Seperti halnya gen-gen rRNA lainnya yang ditranskripsi oleh RNA
Pol I, gen-gen 5S rRNA tersusun secara tandem (berurutan) di dalam suatu rumpun gen. Pada
manusia terdapat suatu rumpun yang berisi sekitar 2.000 gen. Promoter gen 5S rRNA
mengandung daerah kontrol internal yang dinamakan kotak C. Letaknya sekitar 81 hingga 99 pb
ke arah hilir dari tapak inisiasi transkripsi. Selain itu, terdapat juga kotak A yang berada pada
posisi sekitar +50 hingga +65.
Kotak C pada promoter 5S rRNA berperan sebagai tempat pengikatan protein spesifik, yaitu
TFIIIA (Gambar 5.8). TFIIIA bekerja sebagai faktor perakitan yang memungkinkan TFIIIC
berinteraksi dengan promoter 5S rRNA. Sementara itu, kotak A akan menstabilkan pengikatan
TFIIIC sehingga faktor ini berikatan dengan DNA pada posisi yang relatif sama dengan posisi
pengikatan pada promoter tRNA. Begitu TFIIIC terikat pada DNA, TFIIIB dapat berinteraksi
dengan kompleks pengikatan tersebut dan memungkinkan RNA Pol III untuk melakukan inisiasi
transkripsi.
Banyak gen yang ditranskripsi oleh RNA Pol III bergantung kepada urutan hulu untuk regulasi
transkripsinya. Beberapa promoter seperti U6 snRNA dan gen-gen RNA kecil dari virus EpsteinBarr hanya menggunakan urutan regulator yang letaknya di sebelah hulu dari tapak inisiasi
transkripsinya. Daerah penyandi U6 snRNA mempunyai sebuah kotak A yang khas. Akan tetapi,
urutan ini tidak diperlukan untuk transkripsi. Daerah hulu pada U6 snRNA mengandung urutan
khas promoter RNA Pol II, yang meliputi kotak TATA pada posisi -30 hingga -23. Promoter ini
juga memiliki beberapa urutan di daerah hulu sebagai tempat pengikatan faktor transkripsi
lainnya seperti pada kebanyakan gen U RNA yang ditranskripsi oleh RNA Pol II. Hal ini
mendukung pendapat bahwa faktor-faktor transkripsi umum dapat mengatur gen-gen yang
ditranskripsi baik oleh RNA Pol II maupun oleh RNA Pol III.
Terminasi transkripsi oleh RNA Pol III nampaknya hanya memerlukan pengenalan polimerase
berupa urutan nukleotida sederhana. Urutan ini terdiri atas sekelompok residu dA yang efisiensi
terminasinya dipengaruhi oleh urutan di sekitarnya. Urutan 5’- GCAAAAGC – 3’ merupakan
sinyal terminasi yang efisien untuk gen 5S rRNA pada Xenopus borealis.
Gen-gen yang ditranskripsi oleh RNA Pol II
RNA Pol II terdapat di dalam nukleoplasma dan bertanggung jawab untuk transkripsi semua gen
penyandi protein dan beberapa gen snRNA. Pra-mRNA (transkrip primer) yang baru disintesis
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 100
harus mengalami prosesing melalui pembentukan pelindung (cap) pada ujung 5’ RNA dan
penambahan poli A pada ujung 3’ di samping pembuangan intron dan penyatuan (splicing)
ekson.
Banyak promoter eukariot mengandung suatu urutan konservatif yang dinamakan kotak TATA.
Letaknya sekitar 25 hingga 35 pb dari tapak inisiasi transkripsi, berisi urutan konsensus
sepanjang 7 pb, yaitu 5’- TATA(A/T)A(A/T) – 3’. Meskipun demikian, saat ini diketahui bahwa
protein yang mengikat kotak TATA, yakni TBP, ternyata berikatan dengan urutan sepanjang 8
pb. Tambahan sepasang basa ini letaknya di sebelah hilir dari kotak TATA dan identitasnya
tidaklah penting. Kotak TATA bekerja dengan cara yang sama dengan urutan -10 pada promoter
E. coli dalam menempatkan RNA Pol II agar diperoleh inisiasi transkripsi yang benar. Meskipun
urutan di antara kotak TATA dan tapak inisiasi transkripsi bukan merupakan urutan yang
penting, jarak antara kedua tempat tersebut ternyata penting. Hampir 50% tapak inisiasi
transkripsi berupa residu A.
Beberapa gen eukariot tidak mempunyai kotak TATA tetapi memiliki suatu elemen insiator,
yang terletak di sekitar tapak inisiasi transkripsi. Namun, beberapa promoter tidak memiliki baik
kotak TATA maupun elemen inisiator. Gen-gen semacam ini biasanya ditranskripsi dengan
lambat, dan inisiasi transkripsi dapat terjadi di tempat-tempat yang berbeda sepanjang 200 pb.
Gen-gen ini sering kali mengandung daerah yang kaya GC sepanjang 20 hingga 50 pb pada
posisi 100 hingga 200 pb arah hulu dari tapak inisiasi transkripsi.
Aktivitas promoter basal yang rendah akan sangat ditingkatkan oleh adanya elemen-elemen
lain di sebelah hulu promoter. Elemen-elemen ini dijumpai pada kebanyakan gen dengan
tingkat ekspresi yang sangat bervariasi di antara jaringan yang berbeda. Dua contoh yang
umum adalah kotak SP1, yang terletak di sebelah hulu dari banyak gen baik yang mempunyai
maupun yang tidak mempunyai kotak TATA, dan kotak CCAAT. Promoter dapat memiliki salah
satu, keduanya, atau bahkan banyak salinan urutan/kotak tersebut. Urutan yang pada
umumnya terletak 100 hingga 200 pb arah hulu dari promoter ini dinamakan elemen regulator
hulu atau upstream regulatory elements (UREs). UREs memegang peranan penting dalam
menjamin berlangsungnya transkripsi yang efisien.
Transkripsi kebanyakan promoter eukariot dapat dipacu oleh elemen kontrol yang letaknya
beribu-ribu pasang basa dari tapak inisiasi transkripsi. Hal ini pertama kali ditemukan pada
genom virus SV40. Suatu urutan sepanjang kira-kira 100 pb pada DNA virus ini dapat dengan
nyata meningkatkan transkripsi dari promoter basal. Urutan pemacu (enhancer) ini mempunyai
panjang 100 hingga 200 pb dan mengandung banyak elemen yang menghasilkan aktivitas
totalnya. Pemacu dapat dijumpai pada sembarang sel atau hanya pada tipe sel tertentu.
Dengan makin banyaknya pemacu dan promoter yang ditemukan, terlihat bahwa motif kedua
elemen tersebut ternyata tumpang tindih, baik secara fisik maupun fungsional. Dengan
demikian, terdapat spektrum elemen regulator yang sinambung, mulai dari elemen-elemen
pemacu yang sangat panjang rentangnya hingga elemen-elemen promoter yang pendek
rentangnya.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 101
Serangkaian faktor transkripsi basal yang kompleks telah diketahui berikatan dengan promoter
RNA Pol II dan bersama-sama melakukan inisiasi transkripsi.
Pada promoter yang mengandung kotak TATA, TFIID merupakan faktor pertama yang akan
mengikat promoter tersebut. Faktor ini terdiri atas banyak molekul protein, tetapi hanya salah
satu di antaranya, yakni protein pengikat TATA atau TATA-binding protein (TBP), yang akan
berikatan dengan kotak TATA. Seperti pada RNA Pol I, pada TFIID juga terdapat faktor-faktor
yang berasosiasi dengan TBP atau TBP-associated factors (TAFIIS). Pada sel-sel mamalia TBP
nampaknya akan berikatan dengan kotak TATA dan kemudian bergabung dengan sekurangkurangnya delapan TAFIIS untuk membentuk TFIID.
TBP dijumpai pada ketiga kompleks transkripsi eukariot (dalam SL1, TFIIIB, dan TFIID), dan
dapat dipastikan memegang peranan penting dalam inisiasi transkripsi. TBP merupakan protein
monomerik. Semua TBP eukariot mempunyai domain yang terdiri atas 180 residu asam amino
pada ujung C yang sangat konservatif, dan dapat berfungsi sebagai molekul protein seutuhnya
pada transkripsi in vivo. Oleh karena itu, fungsi domain pada ujung N yang kurang konservatif
belum sepenuhnya diketahui. TBP mempunyai struktur fisik seperti pelana, yang akan mengikat
lekukan kecil molekul DNA pada kotak TATA dan menghasilkan sudut 45° di antara kedua
pasang basa pertama dan kedua pasang basa terakhir dari 8pb elemen TATA. Mutasi TBP pada
domain pengikatannya dengan kotak TATA tetap mempertahankan fungsinya sebagai faktor
transkripsi untuk RNA Pol I dan RNA Pol III, tetapi menghalangi inisiasi transkripsi oleh RNA Pol
II. Hal ini menunjukkan bahwa RNA Pol I dan RNA Pol III menggunakan TBP untuk inisiasi
transkripsi, tetapi peranan TBP itu sendiri yang sesungguhnya pada kompleks transkripsi
tersebut masih belum jelas.
Faktor transkripsi berikutnya, TFIIA, akan mengikat TFIID dan meningkatkan stabilitas
pengikatan TFIID pada kotak TATA. TFIIA sekurang-kurangnya tersusun dari tiga subunit. Pada
studi transkripsi in vitro, yang dilakukan dengan memurnikan TFIID, TFIIA ternyata menjadi tidak
dibutuhkan lagi. Namun, pada sel-sel yang utuh TFIIA nampaknya akan menghilangkan
pengaruh faktor-faktor penghambat yang berasosiasi dengan TFIID. Jadi, pengikatan TFIIA pada
TFIID rupanya akan mencegah masuknya faktor-faktor penghambat tersebut sehingga proses
transkripsi dapat berlanjut.
Begitu TFIID terikat dengan stabil pada DNA, faktor transkripsi lainnya, yakni TFIIB, akan
berikatan dengan TFIID. Faktor ini akan berperan sebagai perantara yang memungkinkan
masuknya RNA Pol II ke dalam kompleks inisiasi transkripsi bersama dengan masuknya faktor
berikutnya, TFIIF.
Setelah RNA Pol II terikat pada kompleks inisiasi transkripsi, tiga faktor lainnya, masing-masing
TFIIE, TFIIH, dan TFIIJ, segera berasosiasi dengan kompleks tersebut. Ketiga faktor ini diperlukan
untuk transkripsi in vitro dan penggabungannya dengan kompleks tersebut terjadi melalui
urutan tertentu. Di antara ketiga faktor tersebut, TFIIH merupakan molekul protein terbesar
yang sekurang-kurangnya terdiri atas lima subunit. TFIIH mempunyai aktivitas kinase dan
helikase. Aktivasi oleh TFIIH akan menyebabkan fosforilasi domain ujung C atau carboxylIntegrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 102
terminal domain (CTD) pada RNA Pol II sehingga terbentuk kompleks RNA Pol II yang siap untuk
diproses dan meninggalkan daerah promoter. Dengan demikian, TFIIH nampaknya mempunyai
fungsi yang sangat penting dalam kontrol elongasi transkripsi. Komponen-komponen TFIIH juga
penting dalam mekanisme perbaikan DNA dan dalam fosforilasi kompleks kinase yang
mengatur daur sel.
Pada kebanyakan promoter RNA Pol II yang tidak memiliki kotak TATA terdapat suatu elemen
inisiator yang letaknya tumpang tindih dengan tapak inisiasi transkripsi. Rupanya pada
promoter semacam ini TBP dimasukkan ke promoter oleh suatu protein pengikat DNA yang
terikat pada elemen inisiator. TBP kemudian memasukkan faktor-faktor transkripsi lainnya
beserta RNA Pol II dengan cara seperti pada promoter yang mempunyai kotak TATA.
Struktur faktor transkripsi pada eukariot
Faktor-faktor transkripsi pada eukariot mempunyai dua aktivitas yang berbeda, yaitu
pengikatan spesifik pada DNA dan aktivasi transkripsi. Masing-masing aktivitas ini dilaksanakan
oleh domain-domain protein yang terpisah, yaitu domain pengikatan DNA dan domain
aktivasi. Selain itu, banyak faktor transkripsi berupa homodimer atau heterodimer, yang
bersama-sama disatukan melalui domain dimerisasi. Beberapa faktor transkripsi mempunyai
domain pengikatan ligan yang memungkinkan aktivitas faktor regulasi transkripsi melalui
pengikatan suatu molekul tambahan yang berukuran kecil. Reseptor hormon steroid
merupakan salah satu contoh protein yang mempunyai keempat macam domain tersebut.
Dari percobaan-percobaan yang dikenal sebagai percobaan pertukaran domain atau domain
swap experiments, diketahui bahwa domain pengikatan DNA dan domain aktivasi faktor
transkripsi Gal4 dan Gcn4 pada khamir terletak pada bagian protein yang berbeda. Domain
aktivasi akan bergabung dengan represor LexA pada bakteri, menghasilkan protein hibrid yang
mengaktivasi transkripsi dari promoter dengan urutan operator lexA. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi aktivasi transkripsi pada protein khamir terpisah dari aktivitas pengikatan
DNAnya.
Ada tiga macam domain pengikatan DNA, yaitu domain helix turn helix, domain zinc finger,
dan domain basic. Domain helix turn helix mempunyai sebuah heliks pengenalan yang akan
berinteraksi dengan DNA (Gambar 5.10.a). Domain zinc finger mempunyai dua buah kala. Pada
domain zinc finger C2H2 masing-masing kala berupa enam asam amino yang berujung pada dua
residu sistein dan dua residu histidin. Keempat residu asam amino ini berkoordinat pada suatu
ion zinkum (Gambar 5.10.b). Domain basic biasanya berasosiasi dengan salah satu dari dua
domain dimerisasi, yaitu leucine zipper atau helix-loop-helix (HLH), sehingga masing-masing
dikenal sebagai protein basic leucine zipper (bZIP) dan basic HLH. Dimerisasi protein-protein ini
akan membawa kedua domain basic, yang kemudian dapat berinteraksi dengan DNA.
Domain dimerisasi, seperti telah disinggung di atas, dapat berupa protein leucine zipper atau
HLH. Leucine zipper mengandung sebuah residu leusin hidrofobik pada setiap posisi ketujuh
yang akan berikatan dengan ujung C domain basic. Leusin-leusin pada domain leucine zipper
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 103
tersusun dalam struktur α-heliks. Domain HLH mempunyai struktur yang menyerupai domain
leucine zipper, kecuali dalam hal adanya suatu kala rantai polipeptida yang memisahkan kedua
α-heliks protein monomeriknya. Seperti halnya leucine zipper, motif HLH sering kali dijumpai
berdekatan dengan domain basic yang memerlukan dimerisasi dalam pengikatan DNA.
Domain aktivasi transkripsi dapat berupa domain aktivasi asam, domain kaya glutamin, atau
domain kaya prolin. Domain aktivasi asam mengandung banyak sekali residu asam amino yang
bersifat asam sehingga sering disebut juga dengan ’gumpalan asam’ atau ’gumpalan negatif’.
Masih belum diketahui dengan pasti gambaran struktur lainya yang diperlukan oleh domain ini
agar dapat berfungsi sebagai domain aktivasi transkripsi yang efisien. Domain kaya glutamin
pertama kali ditemukan pada faktor transkripsi SP1. Pada domain ini banyak sekali ditemukan
residu glutamin. Begitu juga, pada domain kaya prolin banyak sekali ditemukan residu prolin.
Regulasi transkripsi dapat terjadi melalui interaksi tidak langsung dengan fungsi suatu faktor
transkripsi, antara lain dengan blokade tempat pengikatan faktor transkripsi pada DNA (seperti
pada kebanyakan represor prokariot), pembentukan kompleks pengikatan non-DNA (misalnya
protein inhibitor Id yang tidak mempunyai domain pengikatan DNA akan menggangu interaksi
protein HLH dengan DNA), dan blokade domain aktivasi faktor transkripsi meskipun
pengikatannya pada DNA tetap berlangsung (misalnya Gal80 akan menutupi domain aktivasi
faktor transkrispi Gal4 pada khamir). Di samping itu, penghambatan transkripsi dapat juga
terjadi secara langsung karena adanya domain tertentu pada represor. Sebagai contoh, suatu
domain reseptor hormon tiroid pada mamalia akan menekan transkripsi apabila tidak ada
hormon tiroid dan akan mengaktifkannya apabila terikat pada hormon tersebut. Begitu pula,
produk gen tumor Wilms berupa protein WT1 yang akan menekan tumor, mempunyai domain
represor spesifik yang banyak mengandung prolin.
Prosesing RNA
Bila dibandingkan dengan transkripsi, translasi merupakan proses yang lebih rumit karena
melibatkan fungsi berbagai makromolekul. Oleh karena kebanyakan di antara makromolekul ini
terdapat dalam jumlah besar di dalam sel, maka sistem translasi menjadi bagian utama mesin
metabolisme pada tiap sel. Makromolekul yang harus berperan dalam proses translasi tersebut
meliputi
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 104
1. Lebih dari 50 polipeptida serta 3 hingga 5 molekul RNA di dalam tiap ribosom
2. Sekurang-kurangnya 20 macam enzim aminoasil-tRNA sintetase yang akan mengaktifkan
asam amino
3. Empat puluh hingga 60 molekul tRNA yang berbeda
4. Sedikitnya 9 protein terlarut yang terlibat dalam inisiasi, elongasi, dan terminasi
polipeptida.
Ribosom
Translasi, atau pada hakekatnya sintesis protein, berlangsung di dalam ribosom, suatu struktur
organel yang banyak terdapat di dalam sitoplasma. Ribosom terdiri atas dua subunit, besar dan
kecil, yang akan menyatu selama inisiasi translasi dan terpisah ketika translasi telah selesai.
Ukuran ribosom sering dinyatakan atas dasar laju pengendapannya selama sentrifugasi sebagai
satuan yang disebut satuan Svedberg (S). Pada kebanyakan prokariot ribosom mempunyai
ukuran 70S, sedangkan pada eukariot biasanya sekitar 80S.
Tiap ribosom mempunyai dua tempat pengikatan tRNA, yang masing-masing dinamakan tapak
aminoasil (tapak A) dan tapak peptidil (tapak P). Molekul aminoasil-tRNA yang baru memasuki
ribosom akan terikat di tapak A, sedangkan molekul tRNA yang membawa rantai polipeptida
yang sedang diperpanjang terikat di tapak P.
Gambaran penting sintesis protein adalah bahwa proses ini berlangsung dengan arah tertentu
sebagai berikut.
1. Molekul mRNA ditranslasi dengan arah 5’→ 3’, tetapi tidak dari ujung 5’ hingga ujung 3’.
2. Polipeptida disintesis dari ujung amino ke ujung karboksil dengan menambahkan asamasam amino satu demi satu ke ujung karboksil. Sebagai contoh, sintesis protein yang
mempunyai urutan NH2-Met-Pro- . . . -Gly-Ser-COOH pasti dimulai dengan metionin dan
diakhiri dengan serin.
Proses Translasi
Mekanisme translasi atau sintesis protein secara skema garis besar dapat dilihat pada Gambar
6.1. Sebuah molekul mRNA akan terikat pada permukaan ribosom yang kedua subunitnya telah
bergabung. Pengikatan ini terjadi karena pada mRNA prokariot terdapat urutan basa tertentu
yang disebut sebagai tempat pengikatan ribosom (ribosom binding site) atau urutan ShineDalgarno. Sementara itu, pada eukariot pengikatan ribosom dilakukan oleh ujung 5’ mRNA.
Selanjutnya, berbagai aminoasil-tRNA akan berdatangan satu demi satu ke kompleks ribosommRNA ini dengan urutan sesuai dengan antikodon dan asam amino yang dibawanya. Urutan ini
ditentukan oleh urutan triplet kodon pada mRNA. Ikatan peptida terbentuk di antara asamasam amino yang terangkai menjadi rantai polipeptida di tapak P ribosom. Penggabungan
asam-asam amino terjadi karena gugus amino pada asam amino yang baru masuk berikatan
dengan gugus karboksil pada asam amino yang terdapat pada rantai polipeptida yang sedang
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 105
diperpanjang. Penjelasan tentang mekanisme sintesis protein yang lebih rinci disertai contoh,
khususnya pada prokariot, akan diberikan di bawah ini
Inisiasi sintesis protein dilakukan oleh aminoasil-tRNA khusus, yaitu tRNA yang membawa
metionin (dilambangkan sebagai metionil-tRNAiMet). Hal ini berarti bahwa sintesis semua
polipeptida selalu dimulai dengan metionin. Khusus pada prokariot akan terjadi formilasi gugus
amino pada metionil-tRNAiMet (dilambangkan sebagai metionil-tRNAfMet) yang mencegah
terbentuknya ikatan peptida antara gugus amin tersebut dengan gugus karboksil asam amino
pada ujung polipetida yang sedang diperpanjang sehingga asam amino awal pada polipeptida
prokariot selalu berupa f-metionin. Pada eukariot metionil-tRNAiMet tidak mengalami formilasi
gugus amin, tetapi molekul ini akan bereaksi dengan protein-protein tertentu yang berfungsi
sebagai faktor inisiasi (IF-1, IF-2, dan IF-3). Selain itu, baik pada prokariot maupun eukariot,
terdapat pula metionil-tRNA yang metioninnya bukan merupakan asam amino awal
(dilambangkan sebagai metionil-tRNAMet).
Kompleks inisiasi pada prokariot terbentuk antara mRNA, metionil-tRNAfMet, dan subunit kecil
ribosom (30S) dengan bantuan protein IF-1, IF-2, dan IF-3, serta sebuah molekul GTP.
Pembentukan kompleks inisiasi ini diduga difasilitasi oleh perpasangan basa antara suatu
urutan di dekat ujung 3’ rRNA berukuran 16S dan sebagian urutan pengarah (leader sequence)
pada mRNA. Selanjutnya, kompleks inisiasi bergabung dengan subunit besar ribosom (50S), dan
metionil-tRNAfMet terikat pada tapak P. Berpasangannya triplet kodon inisiasi pada mRNA
dengan antikodon pada metionil-tRNAfMet di tapak P menentukan urutan triplet kodon dan
aminoasil-tRNAfMet berikutnya yang akan masuk ke tapak A. Pengikatan aminoasil-tRNAfMet
berikutnya, misalnya alanil- tRNAala, ke tapak A memerlukan protein-protein elongasi EF-Ts dan
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 106
EF-Tu. Pembentukan ikatan peptida antara gugus karboksil pada metionil-tRNAfMet di tapak P
dan gugus amino pada alanil-tRNAala di tapak A dikatalisis oleh enzim peptidil transferase,
suatu enzim yang terikat pada subunit ribosom 50S. Reaksi ini menghasilkan dipeptida yang
terdiri atas f-metionin dan alanin yang terikat pada tRNAala di tapak A.
Langkah berikutnya adalah translokasi, yang melibatkan (1) perpindahan f-met-ala- tRNAala dari
tapak A ke tapak P dan (2) pergeseran posisi mRNA pada ribosom sepanjang tiga basa sehingga
triplet kodon yang semula berada di tapak A masuk ke tapak P. Dalam contoh ini triplet kodon
yang bergeser dari tapak A ke P tersebut adalah triplet kodon untuk alanin. Triplet kodon
berikutnya, misalnya penyandi serin, akan masuk ke tapak A dan proses seperti di atas hingga
translokasi akan terulang kembali. Translokasi memerlukan aktivitas faktor elongasi berupa
enzim yang biasa dilambangkan dengan EF-G.
Pemanjangan atau elongasi rantai polipeptida akan terus berlangsung hingga suatu tripet
kodon yang menyandi terminasi memasuki tapak A. Sebelum suatu rantai polipeptida selesai
disintesis terlebih dahulu terjadi deformilisasi pada f-metionin menjadi metionin. Terminasi
ditandai oleh terlepasnya mRNA, tRNA di tapak P, dan rantai polipeptida dari ribosom. Selain
itu, kedua subunit ribosom pun memisah. Pada terminasi diperlukan aktivitas dua protein yang
berperan sebagai faktor pelepas atau releasing factors, yaitu RF-1 dan RF-2.
Sesungguhnya setiap mRNA tidak hanya ditranslasi oleh sebuah ribosom. Pada umumnya
sebuah mRNA akan ditranslasi secara serempak oleh beberapa ribosom yang satu sama lain
berjarak sekitar 90 basa di sepanjang molekul mRNA. Kompleks translasi yang terdiri atas
sebuah mRNA dan beberapa ribosom ini dinamakan poliribosom atau polisom. Besarnya
polisom sangat bervariasi dan berkorelasi dengan ukuran polipeptida yang akan disintesis.
Sebagai contoh, rantai hemoglobin yang tersusun dari sekitar 150 asam amino disintesis oleh
polisom yang terdiri atas lima buah ribosom (pentaribosom).
Pada prokariot translasi seringkali dimulai sebelum transkripsi berakhir. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena tidak adanya dinding nukleus yang memisahkan antara transkripsi dan translasi.
Dengan berlangsungnya kedua proses tersebut secara bersamaan, ekspresi gen menjadi sangat
cepat dan mekanisme nyala-padam (turn on-turn off) ekspresi gen, seperti yang akan dijelaskan
nanti, juga menjadi sangat efisien.
Namun, tidak demikian halnya pada eukariot. Transkripsi terjadi di dalam nukleus, sedangkan
translasi terjadi di sitoplasma (ribosom). Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mRNA
hasil transkripsi dipindahkan dari nukleus ke sitoplasma, faktor-faktor apa yang menentukan
saat dan tempat translasi? Sayangnya, hingga kini kita belum dapat menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut dengan memuaskan. Kita baru mengetahui bahwa transkripsi dan translasi
pada eukariot jauh lebih rumit daripada proses yang ada pada prokariot. Salah satu di
antaranya seperti telah kita bicarakan di atas, yaitu bahwa mRNA hasil transkripsi (transkrip
primer) pada eukariot memerlukan prosesing terlebih dahulu sebelum dapat ditranslasi.
Kode Genetik
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 107
Penetapan triplet kodon pada mRNA sebagai pembawa informasi genetik atau kode genetik
yang akan menyandi pembentukan suatu asam amino tertentu berawal dari pemikiran bahwa
macam basa nitrogen jauh lebih sedikit daripada macam asam amino. Basa nitrogen pada
mRNA hanya ada empat macam, sedangkan asam amino ada 20 macam. Oleh karena itu, jelas
tidak mungkin tiap asam amino disandi oleh satu basa. Begitu juga, kombinasi dua basa hanya
akan menghasilkan 42 atau 16 macam duplet, masih lebih sedikit daripada macam amino yang
ada. Kombinasi tiga basa akan menghasilkan 4 3 atau 64 triplet, melebihi jumlah macam asam
amino. Dalam hal ini, satu macam asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu macam triplet
kodon.
Bukti bahwa kode genetik berupa triplet kodon diperoleh dari hasil penelitian F.H.C. Crick dan
kawan-kawannya yang mempelajari mutasi pada lokus rIIB bakteriofag T4. Mutasi tersebut
diinduksi oleh proflavin, suatu molekul yang dapat menyisip di sela-sela pasangan basa nitrogen
sehingga kesalahan replikasi DNA dapat terjadi sewaktu-waktu, menghasilkan DNA yang
kelebihan atau kekurangan satu pasangan basa. Hal ini akan menyebabkan perubahan rangka
baca (reading frame), yaitu urutan pembacaan basa-basa nitrogen untuk diterjemahkan
menjadi urutan asam amino tertentu. Mutasi yang disebabkan oleh perubahan rangka baca
akibat kelebihan atau kekurangan pasangan basa disebut sebagai mutasi rangka baca
(frameshift mutation) (lihat Bab VIII).
Jika mutan (hasil mutasi) rangka baca yang diinduksi oleh proflavin ditumbuhkan pada medium
yang mengandung proflavin, akan diperoleh beberapa fag tipe liar sehingga mutasi seolah-olah
dapat dipulihkan atau terjadi mutasi balik (reverse mutation). Pada awalnya mutasi balik
diduga karena kelebihan pasangan basa dibuang dari rangka baca yang salah sehingga rangka
baca tersebut telah diperbaiki menjadi seperti semula. Namun, karena mutasi bersifat acak,
maka mekanisme semacam itu kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi dan dugaan tersebut
nampaknya tidak benar. Crick dan kawan-kawannya menjelaskan bahwa mutasi balik
disebabkan oleh hilangnya (delesi) satu pasangan basa lain yang letaknya tidak terlalu jauh dari
pasangan basa yang menyisip (adisi). Rangka baca yang baru ini akan menghasilkan urutan
asam amino yang masih sama fungsinya dengan urutan sebelum terjadi mutasi. Dengan
perkataan lain, mutasi balik terjadi karena efek mutasi awal akibat penambahan basa ditekan
oleh mutasi kedua akibat pengurangan basa sehingga mutasi yang kedua ini disebut juga
sebagai mutasi penekan (suppressor mutation).
Tabel Kode genetic
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 108
Protein rIIB pada T4 mempunyai bagian-bagian yang di dalamnya dapat terjadi perubahan
urutan asam amino. Perubahan ini dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap fungsi
proteinnya. Jika dua strain mutan T4 yang satu sama lain mengalami mutasi berbeda di dalam
bagian protein rIIB disilangkan melalui infeksi campuran pada suatu inang, maka T 4 tipe liar
akan diperoleh sebagai hasil rekombinasi genetik antara kedua tempat mutasi yang berbeda
itu. Akan tetapi, ketika kedua strain mutan rIIB yang disilangkan merupakan strain-strain yang
diseleksi secara acak (tidak harus mengalami mutasi yang berbeda), ternyata tidak selalu
diperoleh tipe liar. Hasil ini menunjukkan bahwa strain-strain mutan dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu strain + dan strain -. Dalam hal ini, strain + tidak harus selalu mutan adisi, dan
strain – tidak harus selalu mutan delesi. Namun, sekali kita menggunakan tanda + untuk mutan
adisi berarti strain + adalah mutan adisi. Begitu pula sebaliknya, sekali kita gunakan tanda +
untuk mutan delesi berarti strain + adalah mutan delesi.
Persilangan antara strain + dan strain – hanya menghasilkan rekombinasi berupa fenotipe tipe
liar, sedangkan persilangan antara sesama + atau sesama – tidak pernah menghasilkan tipe liar.
Hal ini karena persilangan sesama + atau sesama – akan menyebabkan adisi atau delesi ganda
sehingga selalu menghasilkan fenotipe mutan. Sementara itu, persilangan antara starin + dan –
akan menyebabkan terjadinya mutasi penekan (adisi ditekan oleh delesi atau delesi ditekan
oleh adisi) atau hanya menghasilkan mutasi pada urutan asam amino yang tidak berpengaruh
terhadap fungsi protein sehingga diperoleh fenotipe tipe liar.
Oleh karena persilangan sesama + atau sesama – tidak pernah menghasilkan tipe liar, kode
genetik jelas tidak mungkin terdiri atas dua basa. Seandainya, kode genetik berupa duplet,
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 109
maka akan terjadi pemulihan rangka baca hasil persilangan tersebut. Kenyataannya tidak
demikian. Pemulihan rangka baca akibat mutasi penekan justru terjadi apabila persilangan
dilakukan antara strain + dan strain -.
Apabila kode genetik berupa triplet, maka persilangan teoretis sesama + atau sesama – akan
menghasilkan fenotipe mutan, sesuai dengan hasil kenyataannya. Namun, rekombinasi antara
tiga + atau tiga – akan menghasilkan tipe liar. Hal ini memperlihatkan bahwa kode genetik
terdiri atas tiga basa.
a) Jika kode genetik berupa duplet, hasil persilangan teoretis tidak sesuai dengan kenyataan
yang diperoleh.
b) Jika kode genetik berupa triplet, hasil persilangan teoretis sesuai dengan kenyataan yang
diperoleh.
Sifat-sifat kode genetik
Kode genetik mempunyai sifat-sifat yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Kode genetik bersifat universal. Artinya, kode genetik berlaku sama hampir di setiap
spesies organisme.
2.
Kode genetik bersifat degenerate atau redundant, yaitu bahwa satu macam asam
amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Sebagai contoh, treonin dapat
disandi oleh ACU, ACC, ACA, dan ACG. Sifat ini erat kaitannya dengan sifat wobble basa
ketiga, yang artinya bahwa basa ketiga dapat berubah-ubah tanpa selalu disertai perubahan
macam asam amino yang disandinya. Diketahuinya sifat wobble bermula dari penemuan
basa inosin (I) sebagai basa pertama pada antikodon tRNA ala ragi, yang ternyata dapat
berpasangan dengan basa A, U, atau pun C. Dengan demikian, satu antikodon pada tRNA
dapat mengenali lebih dari satu macam kodon pada mRNA.
3.
Oleh karena tiap kodon terdiri atas tiga buah basa, maka tiap urutan basa mRNA, atau
berarti juga DNA, mempunyai tiga rangka baca yang berbeda (open reading frame). Di samping
itu, di dalam suatu segmen tertentu pada DNA dapat terjadi transkripsi dan translasi urutan
basa dengan panjang yang berbeda. Dengan perkataan lain, suatu segmen DNA dapat terdiri
atas lebih dari sebuah gen yang saling tumpang tindih (overlapping). Sebagai contoh,
bakteriofag фX174 mempunyai sebuah untai tunggal DNA yang panjangnya lebih kurang hanya
5000 basa. Seandainya dari urutan basa ini hanya digunakan sebuah rangka baca, maka akan
terdapat sekitar 1700 asam amino yang dapat disintesis. Kemudian, jika sebuah molekul protein
rata-rata tersusun dari 400 asam amino, maka dari sekitar 1700 asam amino tersebut hanya
akan terbentuk 4 hingga 5 buah molekul protein. Padahal kenyataannya, bakteriofag фX174
mempunyai 11 protein yang secara keseluruhan terdiri atas 2300 asam amino. Dengan
demikian, jelaslah bahwa dari urutan basa DNA yang ada tidak hanya digunakan sebuah rangka
baca, dan urutan basa yang diekspresikan (gen) dapat tumpang tindih satu sama lain
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 110