Survey
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project
BERITA TERKINI RePOOpulate, Tinja Sintetik untuk Mengeradikasi Infeksi Clostridium Difficile Resisten Antibiotik C lostridium difficile adalah bakteri Gram positif, anaerob, pembentuk spora yang terdapat pada saluran cerna dari 2 – 3 % individu dewasa sehat serta 70 % bayi sehat. Bakteri ini ditemukan tahun 1935 dari tinja seorang bayi baru lahir dan saat itu dianggap tidak membahayakan manusia. Pada tahun 1970, baru diketahui bahwa Clostridium difficile menyebabkan penyakit kolitis pseudomembranosa. Penyakit ini ditandai dengan gejala diare ringan sampai sedang, nyeri perut dan kadang-kadang dapat menjadi akut abdomen dan kolitis fulminan.1 Table Recommendations for the Treatment of Clostridium difficile Infection (CDI) Kolitis pseudomembranosa dikenal dengan adanya tanda khas yaitu terbentuknya selaput kuning di mukosa saluran cerna kolon dan rektum. Diperkirakan, 20% dari pasien rawat inap mengalami infeksi Clostridium difficile dan 30% di antaranya mengalami diare, sehingga kolitis pseudomembranosa adalah salah satu infeksi nosokomial yang paling banyak terjadi.1 Sebagian kasus infeksi Clostridium difficile disebabkan oleh strain yang resisten terhadap antibiotik. Untuk kasus seperti ini, salah satu alternatifnya adalah menggunakan transplantasi tinja dari individu sehat ke pasien terinfeksi.3 Akan tetapi, tindakan transplantasi tinja memiliki beberapa keterbatasan, seperti proses screening donor yang membutuhkan waktu lama, serta sulitnya menemukan donor yang cocok.4 Oleh karena itu, sekelompok peneliti dari Ontario, Canada menumbuhkan 33 bakteri yang secara normal ada dalam saluran cerna individu sehat kemudian mencampurkannya menjadi sebuah campuran tinja sintetik yang diberi nama RePOOpulate.4 Gejala kolitis pseudomembranosa disebabkan oleh adanya toksin yang dihasilkan oleh Clostridium difficile. Patogenesis kolitis pseudomembranosa adalah tidak seimbangnya flora normal di dalam usus besar, salah satunya akibat penggunaan antibiotik. Untuk pengobatan kolitis pseudomembranosa, IDSA (2010) memberikan panduan pengobatan sebagai berikut 2 (Tabel): Clinical definition Supportive clinical data Recommended teratment Initial episode, mild or moderate Leukocytosis with a white blood cell count of 15,000 cells/μL or lower and a serum creatinine level less than 1.5 times the premorbid level Metronidazole, 500 mg 3 times per day by mouth for 10-14 days A-i Initial episode, severe Leukocytosis with a white blood cell count of 15,000 cells/μL or higher or a serum creatinine level greater than or equal to 1.5 times the premorbid level Vancomycin, 125 mg 4 times per day by mouth for 10-14 days B-I Initial episode, severe, complicated Hypotension or shock, ileus, megacolon Vancomycin, 500 mg 4 times per day by mouth or by nasogastric tube, plus metronidazole, 500 mg every 8 hours intravenously. If complete ileus, consider adding rectal instillation of vancomycin C-III First recurrence ... Same as for intial episode A-II Second recurrence ... Vancomycin in a tapered and/or pulsed regimen B-III Kemudian dilakukan pilot study pada 2 pasien usia 70 tahun dengan infeksi Clostridium difficile yang gagal setelah melalui 3 kali pengobatan metronidazole atau vancomycin. Streng of recommendation Campuran tinja sintetik ini disemprotkan melalui kolonoskopi ke dalam kolon asendens dan kolon transversum. Hasil setelah 2 – 3 hari, kedua pasien tersebut kembali buang air besar seperti biasa dan tidak kambuh sampai 6 bulan pasca pengobatan.5 Simpulan pilot study ini adalah penggunaan tinja sintetik secara rektal berpotensi untuk menjadi alternatif pengobatan infeksi Clostridium difficile di samping antibiotik dan transplantasi tinja. Dibandingkan transplantasi tinja, prosedur ini memiliki kelebihan berupa mikroorganisme yang tumbuh sudah diketahui dan dapat terkontrol. Selain itu, mengurangi risiko penularan penyakit dari donor ke resipien dibandingkan dengan tindakan transplantasi tinja. Oleh karena itu, pilot study ini membutuhkan uji klinik dengan sampel lebih besar di masa akan datang.5 (NNO) REFERENSI: 1. Aberra FN, Katz J. Clostridium Difficile Colitis. Medscape Reference [Internet]. 2013 [cited 2013 28 Feb]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/186458overview#aw2aab6b2b1aa 2. Infectious Diseases Society of America. Clinical Practice Guidelines for Clostridium difficile Infection in Adults: 2010 Update by the Society for Healthcare Epidemiology of America (SHEA) and the Infectious Diseases Society of America (IDSA). Infection control and hospital epidemiology. 2010;31(5):431-55. 3. Nood Ev, Vrieze A, Nieuwdorp M, Fuentes S, Zoetendal EG, de Vos WM, et al. Duodenal infusion of donor feces for recurrent Clostridium difficile. N Engl J Med. 2013. DOI: 10.1056/NEJMoa1205037. 4. Laidman J. C difficile: Synthetic Stool Substitute Clears Infection. Medscape Medical News [Internet]. 2013 [cited 2013 Feb 28]. Available from: http://www.medscape.com/ 5. Petrof EO, Gloor GB, Vanner SJ, Weese SJ, Carter D, Daigneault MC, et al. Stool substitute transplant therapy for the eradication of Clostridium difficile infection: ‘RePOOPulating’ the gut. viewarticle/777515 Microbiome. 2013;1(3):1-12. CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013 689