Download sistem informasi penghitungan potensi pajak rt/rw sebagai upaya

Survey
yes no Was this document useful for you?
   Thank you for your participation!

* Your assessment is very important for improving the workof artificial intelligence, which forms the content of this project

Document related concepts
no text concepts found
Transcript
1
SISTEM INFORMASI PENGHITUNGAN POTENSI PAJAK RT/RW
SEBAGAI UPAYA MENGGALI PENDAPATAN ASLI DAERAH
Oleh: Dr. Andriani Parastiwi, BSEET, MT
(Dosen - Politeknik Negeri Malang – cell:08159934366 [email protected])
Abstrak
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama. Peranan penerimaan
pajak semakin hari memiliki peran yang semakin besar. Otonomi daerah yang
sudah dilaksanakan harus dibarengi dengan meningkatnya Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dibanding dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah
pusat dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pertanyaan yang
muncul adalah sudahkah rakyat melalui RT/RW diberdayakan dalam menggali
potensi pajak daerah. Paper ini merupakan satu wacana yang dapat
dimanfaatkan oleh pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan PAD
dengan menyertakan seluruh RT/RW sebagai aparat yang memberikan masukan
dalam menggali potensi pajak dari seluruh kegiatan yang ada di lingkungannya.
Untuk keperluan tersebut diusulkan satu bentuk sistem informasi yang harus diisi
oleh RT/TW dalam periode waktu tertentu terkait dengan kegiatan warga
berpotensi pajak atau retribusi.
Kata kunci: sistem informasi, potensi pajak, daerah.
2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reformasi perpajakan di Indonesia telah memperkuat upaya penerimaan
pajak yang semakin menjadi tulang punggung dalam pembiayaan keuangan
negara. Seirama dengan reformasi perpajakan juga diterapkannya otonomi daerah
yang telah mengubah susunan pembiayaan di suatu daerah. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) diharapkan memiliki kontribusi pembiayaan yang lebih besar
mendampingi DAU dan APBD. Pajak daerah merupakan satu di antara sumber
PAD yang cukup potensial dalam rangka mendukung penyelenggaraan
pemerintah daerah, terutama terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Karenanya, agar implementasi pajak itu berjalan dengan baik dan lancar, perlu
dilakukan kajian terus-menerus terhadapnya. Berbagai upaya harus dilakukan
dalam meningkatkan PAD, termasuk di dalamnya adalah memperbesar
penerimaan pajak melalui analisis potensi pajak.
Analisis perhitungan potensi diperlukan dalam analisis penetapan target
rasional. Dengan potensi yang ada, setelah dibandingkan perkiraan penerimaan
untuk masa mendatang, maka akan didapat besarnya potensi yang terpendam,
sehingga akan dapat diperkirakan rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
menggali potensi terpendam tersebut untuk menentukan berapa besarnya rencana
penerimaan mendatang (Sofyan, 2003). Dalam upaya meningkatkan PAD maka
perlu digali berbagai potensi pajak maupun retribusi yang ada di seluruh area
wajib pajak. Kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya, antara lain adalah
belum lengkap dan akuratnya data objek dan subjek pajak selain kesadaran
membayar pajak dan retribusi masih rendah. Salah satu upaya untuk mengatasi
kendala tersebut adalah menciptakan sistem informasi potensi pajak dan juga
melakukan penyuluhan pajak secara intensif, terpadu dan berkesinambungan.
Pertanyaan yang segera muncul adalah bagaimanakah menciptakan sistem
informasi yang dapat dipakai sebagai landasan kuat menggali potensi pajak dan
sekaligus sebagai upaya untuk penyuluhan pajak secara intensif, terpadu dan
berkesinambungan.
3
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini hendak menyampaikan suatu usulan pemakaian sistem
informasi yang dapat dipakai sebagai landasan kuat menggali potensi pajak daerah
dan sekaligus sebagai upaya untuk penyuluhan pajak secara intensif, terpadu dan
berkesinambungan dengan berbasis kerakyatan.
1.3 Metode Penulisan
Untuk mmenuhi tujuan tersebut di atas digunakan metode penulisan
deskriptif eksploratory. Metode ini hanya membahas suatu topik dengan
memberikan penggambaran atas topik tersebut, implikasi permasalahan yang
timbul atas topik tersebut dan menawarkan satu solusi tanpa menguji solusi
tersebut. Analisis yang ada bersifat kualitatf yang ditujukan untuk mengeksplorasi
konsekuensi permasalahan yang muncul atas kondisi topik.
Pembahasan menggunakan studi literatur dan pengumpulan data sekunder
yang berasal dari berbagai sumber.
2. DITJEN PAJAK DAN SISTEM INFORMASI
Semenjak tahun 2002, Ditjen Pajak telah meluncurkan program perubahan
(change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat
biasa disebut Modernisasi. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah
pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan
yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi
yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan
prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Jika program
modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang
telah, sedang, dan akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi
ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup
mendasar dan revolusioner (Mardiasmo, 2003).
Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi
perpajakan
perlu
dirancang
dan
dilaksanakan
secara
menyeluruh
dan
komprehensif. Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang
4
struktur organisasi, business process dan teknologi informasi dan komunikasi,
manajemen sumber daya manusia, dan pelaksanaan good governance. Sesuai
dengan perkembangan kondisi lingkungan dan dunia usaha yang selalu berubah,
Ditjen Pajak telah menyesuaikan dan menyempurnakan struktur organisasinya
serta layanannya. Kantornya yang terkesan modern dibarengi dengan penerapan
sistem modern yang ditandai dengan penerapan teknologi informasi terkini dalam
pelayanan perpajakan seperti on line payment, e-SPT, e-filling, dan e-registration.
Seiring dengan itu, Ditjen Pajak juga melakukan kampanye sadar dan
peduli pajak, serta pengembangan bank data. Hal tersebut menunjukkan hasil
yang menggembirakan dan mendapat tanggapan positif dari wajib pajak. Namun
demikian Djazoeli Sadhani yang mantan Sekditjen Pajak dalam Bisnis Indonesia
Senin, 23 Mei 2005 menyatakan bahwa Ditjen Pajak masih perlu melakukan
empat sasaran utama. Pertama, optimalisasi penerimaan yang berkeadilan yaitu
perluasan tax base, minimalisasi tax gap dan stimulus fiskal. Kedua, peningkatan
kepatuhan sukarela yaitu melalui pemberian pelayanan prima dan penegakkan
hukum yang konsisten. Ketiga, efisiensi administrasi, yaitu penerapan sistem dan
administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi tepat guna. Terakhir,
terbentuknya citra yang baik dan kepercayaan masyarakat yang tinggi yaitu
kapasitas SDM yang profesional, budaya organisasi yang kondusif dan
pelaksanaan good governance.
Sebagai organisasi pemerintah yang terkait dengan seluruh sektor
kehidupan masyarakat, Ditjen Pajak menyadari sepenuhnya tanpa improvisasi di
bidang teknologi informasi, dinamika bisnis tidak akan mampu diantisipasi. Lebih
jelas, pemanfaatan teknologi informasi secara tepat mampu mendukung program
transparansi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya KKN, termasuk di
dalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasi.
Pengembangan TI Ditjen Pajak dimulai awal 90-an, yaitu dengan
penerapan NPCS yang berfungsi untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran
pajak. Pada awal 1994, mulai diperkenalkan Sistem Informasi Perpajakan (SIP)
untuk menggantikan NPCS yang berfungsi sebagai sarana pengawasan SPT
sekaligus untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak, serta dapat juga
5
berperan sebagai sarana pendukung pengambilan keputusan. Di bidang PBB
diperkenalkan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Selain itu
Ditjen Pajak juga menerapkan aplikasi baru meliputi:
Situs Internet Ditjen Pajak (http://www.pajak.go.id) yang memuat peraturan
perpajakan dan informasi perpajakan.
Program aplikasi e-filing, sistem menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pajak (SPT) secara on-line. Program aplikasi e-SPT yang merupakan sarana bagi
wajib pajak untuk dapat menyampaikan SPT melalui media elektronik. Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan menjadi suatu "smart map"
sehingga dapat memuat info rinci yang terkait dengan suatu nomor objek pajak
(NOP). Ditjen pajak dengan 30.000 pegawainya merupakan lembaga yang
memiliki sumber daya manusia sangat profesional. Namun, salah satu yang
menjadi penyebab kelemahan sumber daya manusia adalah target penerimaan
yang merupakan satu pressure tersendiri sehingga mendorong tenaga-tenaga
terampil diarahkan ke hal-hal yang bersifat teknis. Akibatnya, fungsi lain yang
tidak kalah penting seperti penyuluhan, pemrosesan data mengalami kekurangan
baik dari sisi jumlah maupun kapasitas sumber daya manusianya.
3. PAJAK DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
Reformasi perpajakan di Indonesia pertama diluncurkan tahun 1983
dengan digantikannya sistem official assessment menjadi self assessment dimana
wajib pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan sendiri kewajiban pajaknya.
Selanjutnya tahun 1994, reformasi pajak sebagai upaya merespon globalisasi
dunia yang semakin kuat. Perubahan khususnya secarateknis perpajakan yang
makin mengurangi kesenjangannya dengan praktik akuntansi yang dibarengi
dengan regulasi bidang perpajakan yang makin luas dan instrumen hukum yang
lebih baik. Tahun 2000, kembali Pemerintah menyusun reformasi perpajakan yang
merombak struktur badan peradilan pajak menjadi badan peradilan independen
yang tunduk pada struktur peradilan di bawah Mahkamah Agung.
Reformasi perpajakan ini telah mengantarkan wajah perpajakan di
Indonesia semakin cerah dan dikenal masyarakat secara lebih luas. Sementara itu
6
otonomi daerah juga semakin diterapkan dalam berbagai bidang termasuk di
dalamnya pendapatan dan pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan
UU nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU no 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
maka pemerintah daerah dituntut agar mampu mengurus pembiayaan rumah
tangga sendiri. Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah daerah harus dapat
lebih meningkatkan inisiatif dan kreatifitasnya dengan melakukan usaha-usaha
yang konkrit dan konstitusional dalam mencari dan menggali terutama pajak dan
retribusi daerah karena pajak dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan
daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang sebagian
besar dibiayai dari pajak mengharuskan legislatif maupun eksekutif daerah
memiliki kemampuan untuk menggali potensi pajak yang ada di daerahnya.
Potensi pajak yang ada di suatu daerah mungkin akan berbeda dengan daerah
yang lain, namun secara umum tabel 1 memperlihatkan kemungkinan sumber
pajak dan retribusi daerah.
Tabel 1. Berbagai Sumber Pajak dan Retribusi Daerah
Hotel
Galian/Tambang
Potong Hewan
Penerangan Jalan
Rumah Makan
Air Tanah
Parkir
Persampahan
Usaha Kos-kosan
Pelabuhan
Terminal
Jasa Kesehatan
IMBangunan
Kendaraan
Bumi&Tanah
Pasar
Setelah mengidentifikasi potensi pajak maupun retribusi yang ada di suatu daerah,
maka dapat digunakan sebagai landasan analisis dalam penentuan berapa besar
rencana penerimaan yang akan datang.
Manfaat lain dalam analisis potensi ini adalah dalam bekerjasama dengan
pihak ketiga dalam pemungutan pajak dan retribusi daerah, maka sudah dapat
diketahui berapa besar potensi yang ada pajak dan retribusi daerah yang akan
diserahkan ke pihak ketiga tersebut. Dengan demikian ketetapan besarnya harga
7
kontrak sudah bisa diperkirakan dari besar potensi yang ada. Yang menjadi
pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menghitungnya? Selanjutnya akan
dipaparkan salah satu alternatif yang dapat dipakai dalam menghitung potensi
pajak maupun retribusi daerah.
4. SISTEM INFORMASI PENGHITUNGAN PAJAK RT/RW
Alternatif yang ditawarkan sebagai satu upaya menghitung potensi pajak
dan retribusi daerah adalah dengan memanfaatkan sistem informasi dan
masyarakat itu sendiri.
RT/RW
M engis i Data A k tivitas RT/RW
Ditjen P ajak
M em etak an P otens i D aerah
P em da/P artai
K ebijak an P em bangunan
Gambar 1. Proses Penghitungan Potensi Pajak
Masyarakat sudah semakin banyak yang menggunakan internet sebagai penunjang
kehidupan kesehariaannya. Oleh sebab itu ditawarkan pemanfaatan media internet
untuk menampilkan sistem informasi yang dipakai bersama antara RT/RW
sebagai wakil rakyat, Ditjen Pajak, dan Pemda/DPRD. Sistem informasi akan
menampilkan dafftar isian aktivitas keseharian maupun ekonomi yang ada di
wilayah RT/RW yang harus diisi secara periodik (semisal sebulan sekali atau
setahun dua kali). Pegawai Ditjen Pajak akan mengumpulkan semua data yang
dimasukkan oleh RT/RW dan melakukan analisis potensi daerah yang akan
dituangkan dalam Laporan Pemetaan Potensi Daerah. Laporan Pemetaan Potensi
Daerah tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh Pemda/DPRD dalam
pendukung pengambilan keputusan dalam kebijakan pembangunan. Sistem
8
informasi dikembangkan dengan didahului dengan studi dokumentasi seperti
terlihat dalam gambar 1.
Dari gambar 1 terlihat bahwa digunakan pendekatan sistem (system
theory), dalam artian bahwa sistem dimaksud mengambil atau memperoleh input
dari lingkungan dan mengeluarkan output ke lingkungan (Murdick, 1986). Input
berupa data kegiatan rakyat di RT/RW yang berpotensi menghasilkan pajak
maupun retribusi. Proses yang terjadi adalah menghitung besarnya potensi yang
ada di tiap lingkungan RT/RW. Sedangkan output berupa laporan data potensi
pajak di lingkup kotamadya ataupun kabupaten.
Organisasi dan
administrasi
Studi
Dokumentasi
Pengolahan
Informasi
Pangkalan
Pengetahuan
Pajak dan
Retribusi
Pembangunan
Daerah
Laporan Hasil
Analisis
Pendataan Sumber Pendapatan
Daerah (Pajak & Retribusi)
Studi Lapangan
Riset Kebutuhan Informasi Ditjen
Pajak dlm Menentukan Pajak Daerah
Laporan
Perancangan
dan Implementasi
Sistem
Penggudangan Data
Penambangan Data
Spesifikasi Sistem
Integrasi dan Pengujian Sistem
Petunjuk
Operasional
Sistem
Uji Coba Produk
9
Gambar 1. Fase Pengembangan Sistem Informasi Penghitungan Potensi Pajak
Model pengembangan sistem informasi konvensional Waterfall yang
diperkenalkan oleh Sommerville (1992) dapat digunakan sebagai acuan dasar
dalam pengembangan sistem informasi ini. Proses mendapatkan informasi dan
pengetahuan dari sistem bisa didapatkan dengan menambahkan proses
penggudangan data dan penambangan data.
Gudang data (data warehouse) merupakan basisdata yang ditujukan untuk
keperluan pengumpulan data. Gudang data merupakan satu metode untuk
menggudangkan data operasional (data transaksi yang terhimpun dari kegiatan
keseharian suatu organisasi) yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk dicari
informasi dan pengetahuan yang tersembunyi di dalamnya (Poumas&Mitravinda,
2002). Gudang data berfungsi menyimpan data historis yang dibutuhkan untuk
kepentingan
analisis.
Dalam
pembuatan
basisdata
gudang
data
perlu
mempertimbangkan tentang bagaimana bisa mengambil data yang cukup banyak
dalam waktu sesingkat mungkin.
Sedangkan data mining atau sering juga disebut knowledge discovery in
database (KDD) adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, pemakaian data
historis untuk menemukan keteraturan, pola, atau hubungan dalam set data
berukuran besar.
Ketersediaan data yang besar dalam gudang data dapat
ditambang atau digali satu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan sebagai
masukan dalam proses pengambilan keputusan (Hair&Tatham, 1998).
Data mining merupakan teknologi baru yang sangat berguna untuk
membantu organisasi menemukan informasi yang sangat penting dari gudang data
mereka.
Analisis yang diotomasi dilakukan oleh data mining melebihi yang
dilakukan oleh sistem pendukung keputusan tradisional yang sudah banyak
digunakan. Data mining dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan bisnis yang
dengan cara tradisional memerlukan banyak waktu untuk menjawabnya.
Data
mining
menggunakan
pendekatan
discovery-based
dimana
pencocokan pola (pattern-matching) dan algoritma-algoritma yang lain digunakan
10
untuk menentukan relasi-relasi kunci di dalam data yang diekplorasi. Data mining
merupakan komponen baru pada arsitektur sistem pendukung keputusan di
berbagai organisasi. Sebagai komponen dalam sistem pendukung keputusan, data
mining terutama berkaitan dengan ekstraksi dan penghitungan pola-pola dari data
yang ditelaah.
Komponen data mining pada proses penemuan pengetahuan dari basisdata
seringkali merupakan aplikasi iteratif yang berulang dari metodologi data mining
tertentu. Data mining melakukan pencocokan model ke dan atau menentukan pola
dari data yang diobservasi. Ada dua pendekatan matematis yang digunakan dalam
pencocokan model: statistik yang memberikan efek non-deterministik dan logik
yang murni deterministik (Michalski, Bratco & Kubat, 1999). Yang lebih banyak
digunakan adalah pendekatan statistik, mengingat ketidakpastian yang ada dalam
proses pembangkitan data di dunia nyata. Kebanyakan metodologi data mining
didasarkan pada konsep mesin belajar, pengenalan atau pencocokan pola dan
statistik: klasifikasi, pengelompokan (clustering), estimasi, seleksi variabel,
pemodelan grafis, dan sebagainya.
Penggabungan penggudangan data dan data mining dapat dibuat pelaporan
analisis yang dapat digunakan oleh Dinas Pajak Daerah ataupun Dispenda sebagai
sistem pendukung pengambilan keputusan dalam memproyeksikan pendapatan
pajak atau pendapatan daerah di tahun anggaran ke depan. Dengan partisipasi
rakyat sebagai pemberi masukan (input) maka akan didapatkan data yang lebih
nyata dan pengecekan keabsahan data dapat dilakukan dengan dipilih secara acak
dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian masyarakat dapat langsung
berpartisipasi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah melalui kesadaran
pelaporan potensi pajak maupun retribusi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Pembangunan di Indonesia sebagaimana di berbagai negara tetangga
pendanaannya sebagian bersumber dari sektor pajak. Ditambah dengan otonomi
daerah, maka daerah harus memiliki kemampuan dalam menggali potensi pajak
dan
retribusi
untuk
melaksanakan
program-program
pembangunannya.
11
Memberikan
penerangan
pentingnya
membayar
pajak
diharapkan dapat
menaikkan pendapatan dari sektor pajak, namun pertumbuhan penerimaan pajak
kurang.
Sebagai satu konsep pemikiran, dalam paper ini telah dipaparkan
pemanfaatan sistem informasi melalui internet yang dapat digunakan oleh
pemerintah daerah maupun Dinas Pajak Daerah untuk menghitung potensi pajak
dan retribusi dengan memberdayakan masyarakat. Ketua RT/RW yang akan
memberikan inputan kepada sistem terkait dengan kegiatan warganya yang
berpotensi pajak dan retribusi. Sistem mengumpulkan data dan menggudangkan
data untuk selanjutnya dengan menggunakan teknologi data mining digunakan
untuk memberikan pelaporan analisis potensi pajak daerah. Bila hasil pelaporan
analisis satu daerah digabungkan dengan daerah lain, maka akan didapatkan
pemetaan potensi pajak berskala nasional sehingga penerimaan pajak menjadi
lebih transparan. Selain itu, sistem informasi ini juga bermanfaat sebagai fasilitas
Ditjen Pajak berkomunikasi dengan masyarakat sehingga dapat dinyatakan
sebagai penyuluh pajak secara intensif, terpadu, dan berkesinambungan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, T. W. (2004). “Pelaksanaan Self Assesment System menurut Persepsi
Wajib Pajak (Studi pada Wajib Pajak Badan Salatiga)”. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis (Dian Ekonomi) Vol. X No. 1, Maret, pp. 109-128.
Poumas, N. & Mitravinda, P. 2002. Data Warehousing Fundamentals. New Jersey:
Oracle University.
Mardiasmo. (2003). Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Michalski, R.S. & Bratko I., K. 1999. Machine Learning and Data Mining,
Methods and Applications, New York: John Wiley & Sons Ltd.
Murdick, G.R. & Munson, C.J. 1986. MIS Concepts and Design. New York:
Prentice-Hall International Inc.
Sofyan, S. (2003). “Sistem Penetapan Pajak (Dalam Kerangka Mencari Sistem
Yang Kondusif)”. Jurnal Perpajakan Indonesia. Vol 3, Hal 28-34.
Sommerville, I. 1992. Software Engineering. New York: Addison-Wesley.
www.pajak.go.id